Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Pertukaran Data dan Informasi Kian Penting di Masa Pandemi

M. Ilham ramadhan Avisena
28/5/2021 18:34
Pertukaran Data dan Informasi Kian Penting di Masa Pandemi
Ilustrasi ekonomi digital(Ilustrasi)

ERA keterbukaan informasi yang diterapkan secara global sejak 2017 dinilai kian penting kala digitalisasi mengalir deras karena pandemi covid-19. Lahirnya era itu memungkinkan tiap negara bertukar data dan informasi yang dirasa mampu mendukung kebijakan.

"Data dan informasi itu sedemikian pentingnya di era digital saat ini. bahkan Majalah Economist tahun 2017 menyatakan the world most valuable resource is no longer oil, but data," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar, Jumat (28/5).

Pentingnya informasi data, kata Sri Mulyani, mengharuskan pemerintah melahirkan institusi yang cakap dalam mengumpulkan, dan mengolah data. Dalam konteks data transaksi keuangan, pemerintah membentuk pondasi kuat melalui Direktorat Jenderal Pajak.

DJP saat ini berhak untuk mendapatkan data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya (ILAP). Itu sekaligus melanjutkan reformasi sistem pajak yang ada di Tanah Air.

"Reformasi ini menjadi kewenangan dari DJP untuk mendapatkan aksesnya, dipakai untuk mendapatkan penggalian potensi perpajakan," terang Sri Mulyani.

Saat ini, imbuhnya, DJP telah mendapatkan data dan informasi ILAP yang terdiri dari 69 instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk 337 jenis data. Data-data tersebut meliputi data transaksi, data identitas, data perizinan, dan data-data yang bersifat nontransaksional.

Baca juga : Menkeu Ingin Optimalkan Penerimaan Negara Lewat SIN Pajak

Selain data dari ILAP itu, DJP turut mengelola data informasi dari Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri melalui platform exchange of information.

"Sekarang ini, DJP mendapatkan informasi dari 80 negara atau yurisdiksi, dan data-data itu dikirim kepada Indonesia setiap tahun kalender atau pajak, dimanfaatkan DJP untuk menggali potensi penerimaan, memperkaya dan membangun basis data perpajakan, dan tentu dalam rangka melakukan analisis potensi maupun risiko," jelas Sri Mulyani.

Dengan data eksternal melalui AEOI dan data internal melalui 69 ILAP, DJP harus mengembangkan fungsi analisis lebih mendalam. Namun Sri Mulyani bilang, AEOI baru disepakati pada 2017 dan pertukaran dimulai pada 2018.

"Sehingga 2019 baru terima data-data tersebut, maka kemampuan DJP utk melakukan analisis yang lebih advance, yang bekerja dalam sebuah ekosistem big data perpajakan menjadi penting. Kami terus mendukung dan membangun SDM di bidang perpajakan yg memiliki kemampuan untuk data analytic," terang Sri Mulyani.

Data yang diterima DJP itu akan diolah untuk mendapatkan analisis intelenjensi bisnis, menyeleksi kasus, dan pengembangan risiko dari soal kepatuhan perpajakan.

"Ke depan tentu seluruh upaya yang dilakukan, reformasi perpajakan di bawah DJP ini, membangun core tax system, dan untuk terus mendapatkan data dari internal, eksternal, bangun daya analytic, kita harap akan membangun institusi DJP yang makin andal, punya kapasitas di dalam mengantisipasi perubahan dan dinamika saat ini dan ke depan, terutama pasc pandemi, di mana digital platform dan digital economy semakin penting, dan menciptakan DJP yg menjadi institusi yang data oriented dan technology driven institution," pungkas Sri Mulyani. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya