Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
RANCANGAN Peraturan Pemerintah Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Postelsiar harus bisa menyikat pola-pola "Makelar Izin" dalam pemanfaatan lisensi dan frekuensi agar Sumber Daya Alam (SDA) terbatas bisa dimaksimalkan untuk pembangunan ekonomi digital.
"RPP Postelsiar harus mampu menghentikan pola-pola "makelar izin" dengan memasukkan aturan tentang kewajiban pembangunan bagi pemilik lisensi agar tidak ada komitmen yang tidak sama antar operator telekomunikasi," tegas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dalam keterangan tertulisnya
Menurutnya, untuk kewajiban pembangunan, ini penting diatur agar perizinan yang diamanahkan pada operator telekomunikasi optimal dan tidak ada istilah "makelar izin", dimana setelah dapat izin kemudian dijual kembali, terutama yang mendapat alokasi frekuensi.
"Kita pernah punya pengalaman buruk soal hal ini di masa lalu. Padahal isu itu sudah menjadi amanah dari Tujuan UU Telekomunikasi bahwa Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi di seluruh penjuru tanah air dan kegiatan pemerintahan," tegasnya.
Baca juga : Menteri ATR : di UU Ciptaker, Pengadaan Tanah ialah Ganti Untung
Disarankannya, dalam RPP Postelsiar nantinya secara detail mengatur isu kewajiban pembangunan jaringan bagi pemilik lisensi, dimana Menteri menetapkan kewajiban pembangunan dan/atau layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara telekomunikasi.
Selanjutnya, Menteri melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara periodik.
Menteri mengumumkan dan mempublikasikan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan setiap penyelenggara telekomunikasi.
"Nantinya dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, terdapat wilayah pelayanan non-universal yang belum dibangun dan/atau dilayani oleh satu penyelenggara telekomunikasi, Menteri mendistribusikan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara transparan dan merata kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi," tutupnya. (RO/OL-7)
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved