Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Bertahan di Tengah Pandemi, Industri Harus Pintar Berinovasi

Ghani Nurcahyadi
22/6/2020 19:38
Bertahan di Tengah Pandemi, Industri Harus Pintar Berinovasi
Ilustrasi inovasi industri(Ilustrasi)

PANDEMI Covid-19 yang berdampak pada perekonomian dan daya beli konsumen memerlukan pendekatan inovatif sektor industri untuk menanggulanginya. Inovasi bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi, maupun menawarkan produk baru yang lebih baik bagi lingkungan dan konsumen. 

Namun, inovasi membutuhkan modal dan transformasi organisasi yang dinilai tidak mudah untuk dilakukan di tengah situasi yang tidak menentu. Karena itu dukungan pemerintah dalam ekosistem inovasi industri sangat dibutuhkan.

"Terlebih karena Indonesia tengah beranjak menuju tahap pemulihan pasca-Covid 19 dan industri harus terus bertahan guna menjaga perekonomian negara tidak semakin terpuruk," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana dalam diskusi virtual Apindo bertajuk Peran Kebijakan Akselerasi Produk Inovasi di Era New Normal.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, senjata utama bangkitnya dunia usaha saat ini tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan fiskal dari pemerintah, tetapi juga pada kemampuan industri dalam berinovasi menciptakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.  

Baca juga : Hingga Juni, Restrukturisasi Kredit Tembus Rp777 Triliun

Ia menegaskan, kebijakan stimulus untuk kegiatan investasi riset industri dalam rangka inovasi, pemerintah memprioritaskan pemberian insentif secara tepat sasaran untuk industri yang bisa menghasilkan nilai lebih.

“Industri harus punya riset untuk berinovasi, kami akan dukung dengan insentif seperti super tax deduction yang memang ditujukan untuk mendorong terlaksananya riset di Indonesia sehingga terjadi transfer pengetahuan dan teknologi,” tegas Febrio.

Staf Khusus Kementerian Perindustrian Gatot Sudariyono mengatakan, di saat kondisi pandemi seperti saat ini, industri dituntut cepat merenspons pasar dengan cara berinovasi agar dapat mempertahankan bisnisnya. Ia menambahkan di era new normal, Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penghasil bahan mentah, tetapi juga harus bisa melakukan terobosan atau inovasi. 

“Di era normal baru ini akan ada perubahan yang sangat cepat, industri 4.0 yang kita harapkan baru 5 tahun lagi, juga akan datang lebih cepat,” katanya. 

Berbagai program tengah dipersiapkan Kemenperin untuk mengakselerasi industri 4.0 di Indonesia sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) hingga 2024. 

Deputi Penguatan Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi Jumain Appe mengatakan, untuk menghadapi masa new normal dan masa yang akan datang, semua pihak perlu didorong untuk melakukan terobosan inovasi. Pemerintah, juga harus memberikan insentif agar mereka bisa berkembang dengan baik. 

“Di Kemenristek kita sudah men-set up bagaimana menghadapi kondisi saat ini. Daya saing sangat penting, substitusi impor, pertama bagaimana riset menghasilkan teknologi tepat guna,” kata Jumain.

Baca juga : Bappenas: Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial Jadi Fokus 2021

DDTC Fiscal Research dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan,  Indonesia sudah memiliki beragam kebijakan insentif fiskal, namun jika mengacu pada data World Bank 2017, rapor Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) masih rendah. 

Desain insentif pajak (untuk litbang) harus dilihat juga dari sisi definisi (struktur) biayanya sendiri, apakah hanya untuk tenaga kerja saja, atau untuk uji coba, agar insentif yang diberikan bisa menarik minat industri untuk menggunakan” katanya. 

Data BKF menunjukkan, pemanfaatan insentif usaha baru 6,8 persen, yang menunjukan jumlah penerima insentif, atau yang tertarik menggunakan insentif belum optimal. 

Bawono menegaskan, untuk menarik perusahaan berinvestasi di bidang inovasi dan litbang perlu adanya insentif yang tepat sasaran. Misalnya mobil listrik yang memiliki eksternalitas rendah, maka dipungut pajak yang lebih rendah juga. 

“Itu poinnya, bagaimana instrumen pajak bisa mendorong inovasi. Kemungkinan cukai bisa juga menjadi instrumen yang tepat,” pungkas Bawono. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya