Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani memastikan bahwa pengelolaan utang akan dilakukan secara hati-hati, terutama terkait dengan pembiayaan utang akibat upaya pemerintah memerangi covid-19.
Pilihan untuk menambah utang ialah karena situasi ekonomi saat ini yang dilanda pandemi korona menyebabkan penerimaan negara merosot. Di sisi lain, kebutuhan belanja besar karena untuk mencukupi kebutuhan penanganan covid-19.
Dalam APBN 2020 pemerintah merancang defisit 5,07% dari produk domestik bruto atau sebesar Rp852,9 triliun yang dibiayai dari penerbitan surat berharga negara dan penarikan pinjaman multilateral. Dengan demikian, ke depan total utang Indonesia akan bertambah sekitar Rp1.000 triliun.
Sri Mulyani mengatakan pihaknya menghormati hasil analisis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menilai pengelolaan utang negara pada 2018-2019 masih kurang efektif. Mantan Direktur Bank Dunia itu melihat analisis BPK itu sebagai pengingat untuk tetap berhati-hati dalam mengelola utang.
“Bahwa fiskal adalah instrumen, dia bukan tujuan. Tapi tidak berarti bahwa kita ugal-ugalan. Jadi, ya kita hormati saja analisis (itu) supaya kita perlu berhati-hati,” pungkasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan pemerintah akhirnya tidak jadi menerbitkan pandemic bond.
Hal itu karena Bank Indonesia (BI) menyanggupi untuk masuk ke pasar perdana dan menyerap sisa SBN maupun SBSN sebagai last resort. Pun bila bank sentral masuk ke pasar perdana, SBN yang dibeli ialah berseri biasa dan tidak khusus.
Luky juga menuturkan, dalam waktu dekat pemerintah akan menerima komitmen pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) senilai US$1,5 miliar.
Pinjaman tersebut nantinya digunakan pemerintah Indonesia untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi covid-19.
“Dengan ADB kami pakai skema countercyclical facility dan kita bisa dapatkan US$1,5 miliar,” kata Luky.
Ia menambahkan, bila tanpa kendala, pencairan pinjaman dari ADB dapat dilakukan dalam waktu dekat. “Mudah-mudahan Mei atau Juni,” tutur Luky.
Hingga saat ini, setidaknya telah ada komitmen dari mitra lembaga multilateral senilai US$7 miliar untuk membiayai APBN.
Cadev meningkat
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir April 2020 mencapai US$127,9 miliar. Angka tersebut meningkat US$6,9 miliar jika dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2020 yang hanya mencapai US$121,0 miliar.
“Peningkatan cadangan devisa pada April 2020 terutama dipengaruhi penerbitan global bond pemerintah,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangannya.
Posisi cadangan devisa itu terbilang aman, setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Adapun nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada kemarin sore menguat seiring meningkatnya cadangan devisa Indonesia. Rupiah ditutup menguat 75 poin atau 0,5% menjadi 14.925 per dolar AS dari sebelumnya 14.995 per dolar AS. (Ant/E-1)
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada April 2025 sebesar US$431,5 miliar atau sekitar Rp7.042 triliun.
KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengungkapkan rumah tangga Indonesia semakin tertekan.
Pada Mei 2025, kondisi pendapatan konsumen tergerus. Sementara itu, proporsi pembayaran cicilan atau utang justru mengalami peningkatan.
KOMISI XI DPR RI memandang positif penilaian yang diberikan oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings terhadap kredit Indonesia pengakuan atas kemampuan menjaga stabilitas makroekonomi.
EFISIENSI anggaran yang dilakukan, terutama untuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora kelabakan.
Strategi pelepasan aset memungkinkan pengembangan proyek baru, pengurangan utang, dan peningkatan modal usaha.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved