Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Harga Minyak Brent Kembali Anjlok, Surplus Pasokan Picu Kepanikan

Antara
22/4/2020 07:16
Harga Minyak Brent Kembali Anjlok, Surplus Pasokan Picu Kepanikan
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni ditutup anjlok 24% menjadi US$19,33 AS per barel, terendah sejak Februari 2002.(AFP/FREDERIC J. BROWN )

HARGA minyak berjangka Brent anjlok lagi pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), memperpanjang kepanikan pasar minyak ke hari kedua, menyusul meningkatnya banjir pasokan minyak mentah global karena pandemi virus korona (covid-19) telah melenyapkan permintaan bahan bakar.

Pada Senin (20/4) dan Selasa (21/4) adalah dua hari yang paling bergejolak dalam sejarah perdagangan minyak. Para investor menghadapi kenyataan bahwa pasokan di seluruh dunia akan membanjiri permintaan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dan pemotongan produksi saat ini untuk mengimbanginya jauh dari cukup.

Setelah perdagangan Senin (20/4), ketika kontrak AS untuk Mei jatuh ke wilayah negatif untuk pertama kalinya dalam sejarah, pada Selasa (21/4) menetapkan tonggak baru ketika lebih dari dua juta kontrak minyak mentah AS untuk pengiriman Juni berpindah tangan, hari tersibuk dalam sejarah, menurut operator bursa CME Group.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni ditutup anjlok 24% menjadi US$19,33 AS per barel, terendah sejak Februari 2002.

Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan Juni, terperosok US$8,86 atau 43%, menjadi menetap di US$11,57 per barel.

Kontrak AS untuk Mei, yang berakhir pada Selasa (21/4), pulih dari kejatuhan yang dalam ke wilayah negatif, naik menjadi US$10,01 dari penyelesaian hari sebelumnya di minus US$37,63.

Persediaan minyak telah meningkat selama berminggu-minggu setelah Arab Saudi dan Rusia pada awal Maret gagal mencapai kesepakatan tentang perpanjangan pengurangan produksi ketika pandemi virus korona semakin memburuk. Sejak saat itu, penyebaran pandemi telah mengurangi permintaan bahan bakar sekitar 30% di seluruh dunia.

Baca juga: Harga Minyak Anjlok Defisit Melebar

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu-sekutunya, termasuk Rusia, akhirnya mengumumkan pengurangan produksi pada awal April, yang berjumlah hampir 10% dari pasokan global. Tetapi dengan ekonomi hampir macet karena penguncian virus korona, itu tidak cukup untuk mengimbangi penurunan permintaan.

Baik Arab Saudi maupun Rusia mengatakan pada Selasa (21/4) mereka siap untuk mengambil langkah-langkah tambahan guna menstabilkan pasar minyak bersama dengan produsen lain, tetapi mereka belum mengambil tindakan.

"Matematikanya cukup sederhana. Produksi minyak saat ini sekitar 90 juta barel per hari, tetapi permintaan hanya 75 juta barel per hari," kata Gregory Leo, kepala investasi dan kepala manajemen kekayaan global di IDB Bank.

Sementara itu, di Texas, regulator minyak dan gas menolak untuk memaksa produsen mengurangi produksi minyak. Texas Railroad Commission, yang mengatur perusahaan energi di negara bagian itu, telah mempertimbangkan untuk melakukan intervensi di pasar untuk pertama kalinya dalam hampir 50 tahun.

"Texas mengambil keputusan mereka dengan OPEC tidak menunjukkan urgensi, itu berarti dunia akan kehabisan ruang untuk menyimpan minyak pada minggu kedua Mei," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York.

Pusat penyimpanan utama AS di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk WTI, diperkirakan akan penuh dalam beberapa minggu.

Data resmi pemerintah AS menunjukkan bahwa penyimpanan di Cushing hanya 70% penuh pada pertengahan April. Namun, para pedagang mengatakan bahwa apa pun yang tersisa saat itu telah dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan yang mengirim minyak ke pusat penyimpanan sekarang.

Presiden AS Donald Trump meminta pemerintah untuk menyediakan dana bagi industri minyak dan gas AS, menyebut kejatuhan Senin (20/4) sebagai 'tekanan finansial' dan menghentikan impor dari Saudi.

Persediaan minyak mentah AS naik 13,2 juta barel dalam sepekan yang berakhir 17 April menjadi 500 juta barel, data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan pada Selasa (21/4). Analis memperkirakan penambahan 13,1 juta barel. Data resmi pemerintah akan dirilis pada Rabu waktu setempat. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya