Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MASA depan perumahan nasional khususnya untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) belakangan menjadi sorotan banyak pihak. Salah satunya soal keterbatasan anggaran subsidi perumahan dari pemerintah.
Terkait hal tersebut, Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), asosiasi yang menaungi pengembang rumah murah bagi MBR, juga ikut memberikan beberapa usulan untuk mengatasi terbatasnya dana subsidi pembiayaan perumahan pada tahun depan.
"Sebagai pelaku pembangunan perumahan, kami wajib mengusulkan inovasi yang bisa dilakukan dan patut menjadi pertimbangan pemerintah agar Program Sejuta Rumah yang menjadi salah satu program strategis nasional berkelanjutan dan berjalan baik," ungkap Ketua umum DPP Himperra Endang Kawidjaja di sela-sela Kongres Himperra I di Jakarta, Kamis (19/12).
Yang pertama, kata dia, Himperra mengusulkan pemanfaatan dana BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK) untuk program subsidi perumahan bagi anggotanya. Selama ini, sekitar 70% pembeli rumah subsidi skema KPR FLPP ialah pekerja anggota BPJS-TK.
"kalau 70% dari anggotanya itu bisa memanfaatkan dana program perumahan BPJS-TK, tentu akan lebih banyak lagi yang bisa memiliki rumah subsidi. Soal mekanisme pendanaan, bisa saja lewat reimburse perbankan," usul Endang.
Usulan kedua ialah peningkatan pembanguan rumah baru program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) berbasis komunitas. Himperra mengusulkan bagi kelompok sasaran upah minimum regional (UMR) di bawah Rp2 juta, yang menjadi tanggung jawab MBR hanyalah pembelian tanahnya melalui perbankan, sedangkan bangunan rumah dibantu pemerintah. Ada potensi 21-30 ribu unit rumah program BSPS berbasis komunitas.
"Di Kendal, Jawa Tengah misalnya sudah jalan. Kerja sama komunitas, perguruan tinggi, pemerintah daerah dan perbankan,” terang Endang
Lalu yang ketiga untuk mendongkrak dana subsidi ialah lewat mekanisme APBN-Perubahan. "Tapi itu tentu sangat tergantung pada ketersedian dana pemerintah. Berapa kekurangan dana dan berapa kesanggupan pemerintah. Belum terbaca dari sekarang," tambahnya.
Terakhir, Himperra mengusulkan pemerintah mengalihkan dana subsidi energi gas (gas tabung hijau) yang selama ini salah sasaran. Dialihkan ke subsidi perumahan yang sifatnya pembiayaan (dana bergulir).
"Informasi yang kami dapatkan sebanyak 40% dari Rp75 triliun dana tersebut salah sasaran, dimanfaatkan bukan untuk orang miskin. Nah, dana itu kami usulkan bisa dimanfaatkan untuk subsidi perumahan," terang Endang.
Pada kesempatan sama, Sekretaris Jenderal DPP Himperra Ari T Priyono mengatakan bahwa sejumlah usulan itu juga menjadi bahasan dalam Kongres I Himperra, 18-19 Desember 2019.
"Sebanyak 30 DPD seluruh Indonesia hadir pada Kongres I Himppera. Salah satu agendanya adalah pengesahan AD/ART Himperra dan pemilihan ketua umum DPP Himperra," terang Ari.
Sejak pertamakali dideklarasikan setahun yang lalu, Himperra lanjut Ari sudah memiliki 1.700 anggota yang terdaftar di Sistem Registrasi (Sireng) Kementerian PUPR. (RO/X-12)
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait melakukan serah terima 100 kunci rumah subsidi kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kementerian PKP mendengar banyak anak muda yang ingin tinggal di kota, namun terkendala harga tanahnya di kota mahal sehingga ukuran rumahnya mau diperkecil.
Menteri PKP Maruarar Sirait resmi membatalkan rencana mengecilkan ukuran rumah subsidi.
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah mencapai lebih dari 50% dari target 220.000 unit.
Rumah subsidi dengan luas 18 meter memang menunjukkan niat negara dalam menjamin hak tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Target pasar dari pembangunan rusun tersebut adalah generasi milenial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved