Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Insentif Pajak Tepat Pertumbuhan Berlipat

Nur Aivanni
04/9/2019 08:00
Insentif Pajak Tepat Pertumbuhan Berlipat
Grafis MI(Dok. Direktorat Jenderal Pajak)

PEMBERIAN insentif pajak kepada pelaku usaha diharapkan benar-benar terarah sehingga bermanfaat secara maksimal bagi perekonomian nasional.

Oleh karena itu, pemberian insentif seperti perluasan tax holiday, perubahan tax allowance, investment allowance, dan super deduction tax tersebut harus dikawal.

Presiden Joko Widodo mengemukakan hal itu dalam rapat terbatas dengan topik Reformasi Perpajakan untuk Peningkatan Daya Saing Ekonomi di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

"Betul-betul bisa memberikan tendang-an besar bagi pelaku usaha. Artinya, bisa nendang. Ini kalau tidak salah sudah rapat keenam yang membahas reformasi perpajakan yang sangat penting. Bukan hanya untuk mempercepat terwujudnya keadilan sosial, tetapi juga meningkatkan daya saing ekonomi terutama investasi dan ekspor," kata Jokowi.

Menurut Presiden, dengan reformasi perpajakan Indonesia, selain dapat memiliki sistem pemungutan pajak tepercaya, juga memiliki sistem administrasi perpajakan efisien, terintegrasi, dan tak kalah pentingnya selalu update terhadap perkembangan teknologi informasi.

Akan tetapi, Jokowi mengingatkan insentif pajak bukan satu-satunya penentu peningkatan investasi. Selain insentif pajak, faktor lain yang berperan penting dalam peningkatan ekspor dan investasi ialah perbaikan ekosistem usaha seperti kualitas infrastruktur, penyederhanaan dan percepatan izin, serta satu lagi yang tidak kalah penting ialah kepastian regulasi di bidang perpajakan.

Selama 2010-2018, rata-rata pendapatan pajak hanya berkisar 90% dari target. Pada 2016 realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.105 triliun atau 81%. Porsi tertinggi terjadi pada 2011, jumlahnya sebesar Rp743 triliun dari target Rp763 triliun atau 97%. Adapun pada 2018 pajak yang terkumpul ialah Rp1.315 triliun (92% dari target). Pendapatan negara dari sektor pajak di 2019 ditargetkan sebesar Rp1.577,5 triliun atau naik 20% dari realisasi 2018.

 

Undang-undang baru

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pemerintah kini tengah menyusun RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk memperkuat perekonomian nasional.

Ada delapan hal mengenai perpajakan yang masuk RUU. Pertama, penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 20% mulai 2021. Kedua, penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri dan luar negeri. Ketiga, untuk PPh wajib pajak orang pribadi akan diterapkan perubahan rezim perpajakan dari world wide menjadi teritorial. Artinya, WNI atau WNA akan menjadi wajib pajak di Indonesia tergantung berapa lama tinggal di Indonesia.

Keempat, wajib pajak yang kurang bayar dan melakukan pembetulan akan dikurangi sanksinya dari 2% menjadi 1%. Kelima, pemberian relaksasi terhadap hak untuk mengkreditkan pajak masukan terutama bagi perusahaan kena pajak yang selama ini barang yang dihasilkan tidak dibukukan sebagai objek pajak. Keenam, menempatkan seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu bagian seperti tax holiday, super deduction tax, fasilitas PPh untuk kawasan ekonomi khusus, dan PPh untuk SBN di pasar internasional.

Ketujuh, perusahaan digital internasional seperti Google, Amazon, dan Netflix bisa memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Terakhir, definisi bentuk usaha tetap (BUT) tidak lagi didasarkan pada kehadiran fisik. Dengan demikian, perusahaan internasional yang tidak memiliki kantor cabang di Indonesia seperti Google tetap memiliki kewajiban pajak.

"Mereka hadir dan melakukan kegiatan ekonomi sangat signifikan meski tidak punya cabang di sini. Tarifnya ditetapkan dalam PPh dan PPN di RUU ini," tandas Menkeu. (Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya