Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Guru-Guru Era Kreator Konten

Ardi Teristi Hardi dan Nike Amelia Sari
06/10/2024 05:00
Guru-Guru Era Kreator Konten
Antonius Dimas Wisnugroho membuat berbagai metode pembelajaran kreatif. Metode itu ia unggah pula di media sosial dan disukai banyak orang.(MI/ARDI TERISTI HARDI)

WAKTU sudah menunjuk sekitar pukul sepuluh pagi ketika Antonius Dimas Wisnugroho masuk ke ruang kelas 6 Sekolah Dasar Negeri (SDN) Karakan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam memulai jam mengajarnya itu, Dimas dengan bersemangat menyinggung tentang gim Plants and Zombies, yang disambut antusias murid-muridnya.

Sejurus kemudian guru berusia 33 tahun itu membagikan kertas besar kepada para siswa yang menjadi sarana untuk berdiskusi tentang energi, menggunakan konsep gim terkenal itu. "Ide-ide pembelajarannya berdasarkan hal-hal yang ditemui di sekitar," terang Dimas saat ditemui Media Indonesia, Jumat (4/10), di tempatnya mengajar.

Tidak hanya dengan kertas besar untuk diskusi kelompok, ia juga pernah membuat gerai polisi dan rumah sakit untuk pembelajaran tentang penggunaan formulir. Totalitas dan kreativitasnya dalam membuat metode pembelajaran bukan hanya disukai para murid, tetapi juga membuat kagum netizen. Akun Instagram @dimassantonius, yang menjadi sarananya berbagi metode mengajar kreatif itu, memiliki 37,2 ribu pengikut. “Metode yang saya terima saat masih kecil tidak bisa diterapkan pada anak-anak saat ini,” jelas Dimas soal metode inovatif yang sudah dilakukannya sejak 2013 itu.

Baca juga : Sejarah Hari Guru Sedunia, Berikut Maksud dan Tujuan Memperingatinya

Meski berbeda dari pembelajaran umumnya, ia berprinsip tidak melenceng dari tujuan pembelajaran. Hasilnya, ia didukung oleh kepala sekolah dan rekan sejawat.

Soal penggunaan teknologi digital, pria yang kerap diundang memberikan pelatihan ke berbagai daerah ini mengungkapkan bahwa hal tersebut juga untuk mengenalkan perkembangan teknologi kepada para murid. Kendati demikian, Dimas menjaga agar siswa tidak lantas menjadi tertekan.

Seperti terlihat di akun Instagram-nya, kebanyakan video Dimas merupakan rekaman tutorial dalam membuat metode pembelajaran kreatif. Ada pula yang menyertakan proses di kelas saat murid-murid memecahkan soal, tapi tidak mengekspos wajah ataupun saat mereka kesulitan.

Baca juga : Kolaborasi Global Kunci Penting untuk Dunia Pendidikan

Hal itu patut diapreasiasi lantaran banyak guru yang, disadari atau tidak, cenderung mengeksploitasi murid karena membuat segala interaksi di kelas menjadi konten. Bahkan ada pula yang lantas menggunakan fitur siaran langsung sehingga malah sibuk melayani komentar netizen.

 

Jendela bakat siswa

Baca juga : Difo-Arasoft Kolaborasi Majukan Pendidikan lewat Literasi Digital

Guru lain yang aktif menggunakan media sosial ialah Gaudensius Prasisko De Pasionis yang mengajar di SMP Negeri 3 Welak, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (25/9), pria yang akrab disapa Apri itu mengaku awalnya menggunakan medsos sebagai tempat untuk menyimpan video ketika belajar dengan siswanya.

Setelah itu, ia berkeinginan untuk menjadikan medsos sebagai media bagi siswanya untuk berkreasi. Ia meminta siswanya untuk membuat video saat mengulas buku atau berpidato di depan kelas, lalu diunggah ke Instagram serta Tiktok. Hal tersebut dilakukan agar siswa yang memiliki potensi dan bakat bisa dilihat oleh banyak orang.

"Karena ternyata ada beberapa siswa yang memiliki bakat atau suara yang khas, tapi dilihatnya aneh sama siswa lain, dan membuat mereka jadi nggak percaya diri. Dengan mengunggah ke media sosial ternyata banyak yang memuji mereka dan hal tersebut membuat mereka percaya diri," kata Apri yang salah satu kontennya di akun Instagram @apridepasionis ditonton 625 ribu kali.

Baca juga : Penggerak Literasi Nyalanesia Raih Penghargaan Guru Terbaik di ASN Talent FEST 2024 dan Anugerah ASN 2023  

Selain itu, mendorong siswa berkreasi di medsos merupakan caranya untuk menghindari penyalahgunaan medsos. “Kita sebisa mungkin mengarahkan mereka menggunakan untuk hal yang positif, seperti menyalurkan bakat mereka. Kita ingin bakat mereka tidak tersembunyi di kampung saja dan bisa dilihat banyak orang," katanya.

 

Uang endorsement untuk traktir murid

Arief Tirtana yang mengajar di SDN Jurang Mangu Barat 03, Tangerang Selatan, Banten, juga terkenal di medsos. Akun Instagram-nya @tirtanarief berpengikut 73,8 ribu. Ia kerap merekam interaksi di kelas dengan murid, termasuk celotehan kocak mereka.

Ketika dihubungi Media Indonesia, Jumat (4/10), Arief mengaku memberitahukan dan meminta izin kepada orangtua, termasuk soal endorsement yang ia terima. “Saya izin ke orangtua itu adalah untuk video pembelajaran ataupun kebersamaan. Tapi ketika video ini sudah untuk komersial dan ada uangnya, saya izin lagi ke orangtua. Kalau misalnya dibolehkan, setelah dapat uang dari endorsement itu, saya kasih hak ke mereka, ke anak-anak, jadi saya kasih uang,” paparnya.

Ia mengatakan pemberian hasil endorsement kepada murid itu juga dilakukan guru lain yang menjadi kreator konten. ”Kadang dikasih uang, kadang jajan makanan, barang-barang kita di kelas,” lanjutnya.

Ia melanjutkan bahwa tujuan awal mengunggah konten ke medsos ialah untuk menunjukkan gaya mengajar guru saat ini yang sudah tidak seseram citra zaman dulu. Selain itu, untuk dokumentasi perkembangan kemampuan anak bagi orangtua.

Di sisi lain, meski menjadi guru yang aktif ngonten, ia tidak pernah membuat live streaming di kelas. Ia juga menekankan agar para murid tidak menggunakan medsos dulu. Namun, ia menyarankan orangtua membolehkan anak menggunakan gawai dengan batasan waktu yang ketat. “Sekarang digitalisasi udah maju banget, ya, jadi jangan sampai malah anak tidak tahu sama sekali dengan handphone,” tuturnya.

Banyaknya guru yang menjadi kreator konten pun menjadi pembelajaran bagi penerima Beasiswa PPG (Program Pendidikan Profesi Guru) Prajabatan 2024, Wahyudi Aksara. Baginya, merupakan kodrat bahwa guru harus mengikuti perkembangan zaman dan melek dunia siswanya.

“Aku belajar tren-tren masa kini, termasuk yang aku yang tidak suka (yakni) K-pop. Aku harus mempelajari K-pop dengan segala nama, grup, dan wajah yang menurutku hampir sama. Nah, pada akhirnya ketika mereka diskusi, lagunya mereka itu aku putar, misalnya ada 26 siswa, ada 26 lagu, dan itu yang membuat mood mereka itu naik ketika belajar,” jelasnya.

Meski begitu, saat nanti menjadi guru, Wahyudi berkomitmen untuk menjaga integritas. Ia menyadari bahwa perbuatan guru harus juga relevan dengan apa yang diajarkannya. Guru yang membuat konten joget dan membuat siaran langsung dirasanya sudah bergeser dari etika.

“Konten yang menurut aku itu baik untuk dilakukan oleh seorang guru ialah ketika dia bisa berbagi praktik baik dalam segi sudut pandang, argumen, sama pemikiran. Kemudian kedua ialah berbagi metode pembelajaran,” ucapnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik