Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Melepas Cemas lewat Konseling Daring

Rahmatul Fajri
18/8/2024 05:29
Melepas Cemas lewat Konseling Daring
(Dok. 123RF.com)

KETERBATASAN waktu untuk mencari profil psikolog terbaik hingga biaya sekali konsultasi membuat Maggie Nuansa, 37, memilih menggunakan layanan konseling kesehatan mental berbasis aplikasi. Pada 2019, ia merasakan kegamangan kala hendak menapaki jenjang pernikahan. Maggie lantas melakukan konseling secara daring dengan psikolog.

Dimulai dengan chat yang menanyakan tentang perasaan, persoalan yang dihadapi, dan apa yang diinginkan dari kondisi saat ini, Maggie lantas menceritakan semuanya. Obrolan itu terjadi secara dua arah dalam waktu 30 menit. Ia merasa sedikit bisa melepas kecemasannya karena bisa mengobrol layaknya bersama teman yang tepat.

"Eggak semua orang cocok diajak ngobrol. Kalau salah orang, bukannya bikin kita berpikir jernih malah disiram api, jadi berkobar-kobar deh emosi kita," kata Maggie melalui obrolan teks, Selasa (13/8).

Baca juga : OJK Godok Pembentukan Anti Scam Center

Meskipun bisa melepas sedikit kecemasannya, Maggie paham persoalannya tak bisa diselesaikan saat itu juga yang hanya 30 menit. Ia mengaku hanya mendapat pandangan lain, tetapi sesuai dengan keinginannya. Rasa tidak puas pun muncul karena jawaban yang diberikan oleh sang psikolog berkiblat pada kemauannya, bukan realitas sehingga ia tidak melanjutkan untuk sesi selanjutnya yang harus dijadwalkan kembali.

"Psikolog itu enggak bisa kasih diagnosis via chat, butuh observasi untuk menentukan apakah seseorang mengalami depresi atau tidak. Lumayan panjang dan berjam-jam pasti asesmennya. Tetapi sudah cukup lumayan release dengan konseling daring," ungkapnya.

Munculnya layanan konseling daring kesehatan mental, diungkap psikolog klinis Salma Dias Saraswati, lantaran masifnya perilaku self diagnose di kalangan generasi Z. Lulusan Universitas Islam Indonesia itu pun terpanggil untuk menyediakan ruang mengobrol agar seseorang bisa menjaga kesehatan mentalnya.

Baca juga : Butuh Penguatan Regulasi untuk Tangani Modus Baru TPPO

"Daripada mendiagnosis apa yang terjadi, lebih baik cerita saja. Mengobrol, curhat, untuk dapat masukan biar merasa lebih baik," kata Salma kepada Media Indonesia, Selasa (25/7).

Sebagai seorang profesional, Salma memiliki pasien yang datang dengan masalah mereka masing-masing. Terkadang pasien tersebut menghubunginya pada tengah malam, di luar jam kerja. Menyadari tingginya permintaan akan layanan kesehatan mental, tetapi sumber daya manusianya terbatas, Salma mendirikan Tenang.AI, layanan telehealth berbasis web dan mobile. Tenang.AI menawarkan dukungan kesehatan mental melalui obrolan berbasis AI dan konseling online dengan psikolog profesional. Salma bersama rekannya mengembangkan layanan tersebut pada 2022 dan setahun berikutnya dirilis untuk publik.

Salma menggunakan chatbot yang memiliki kecerdasan buatan (AI) bernama Nesya. Sebelum bercakap melalui chat dengan Nesya, pengguna harus mendaftar lebih dahulu dengan alamat e-mail. Kemudian memilih paket layanan yang ditawarkan. Media Indonesia mencoba paket mengobrol selama 30 menit dengan tarif sebesar Rp5.900. Setelah membayar, pengguna akan diarahkan ke halaman chat dengan Nesya.

Baca juga : Perpres Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring Masih Dalam Proses Harmonisasi

Pengguna akan disapa langsung oleh Nesya dan ditanya tentang cerita apa yang hendak disampaikan. Selanjutnya, pengguna bisa melakukan obrolan apa saja dan Nesya akan memberikan tanggapan serta bertanya balik layaknya manusia. Ketika menanyakan dengan bahasa sehari-sehari pun, Nesya mampu membalas dengan pilihan diksi yang sama dan menggunakan emoji layaknya sedang berbincang dengan teman.

"Bahasanya yang digunakan, ya, sehari-sehari, termasuk pakai singkatan dan emoji. Jadi seperti mengobrol dengan manusia. Ditanya apa yang terjadi, sudah berapa lama, kenapa. Jadi enggak langsung dikasih direct answer," ujar Salma.

Salma mengatakan Nesya merupakan robot atau machine learning yang dibekali dengan kecerdasan buatan lalu dilatih untuk menjawab pertanyaan seputar permasalahan kesehatan mental. Salma pun melibatkan psikolog untuk mengembangkan machine learning sehingga layanan tersebut mampu mengenali emosi, kebutuhan dan masalah pengguna, serta memberikan saran, motivasi, dan referensi yang sesuai. Tenang.AI juga dapat menghubungkan dengan psikolog profesional yang tersedia jika pengguna membutuhkan konseling lebih lanjut.

Baca juga : Prodi Bimbingan Konseling FKIP Undana Sabet Akreditasi Unggul

Target utamanya gen Z, yakni kelompok usia 18-24 tahun yang disebut paling rentan pada masalah kesheatan mental. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 9,8% dari populasi Indonesia mengalami gangguan mental emosional dan sebagian besar dari mereka ialah generasi Z.

Bukan hanya Tenang.AI, aplikasi soal kesehatan mental lainnya ialah Riliv yang bisa diunggah di App Store dan Play Store. Bedanya dengan Tenang.AI, Riliv merupakan aplikasi yang cukup lengkap dengan adanya informasi seperti meditasi, cerita lelap, musik lelap, dan kesehatan masyarakat.

Untuk menggunakannya, pengguna bisa mendaftar menggunakan e-mail lalu mengisi data diri dan pilih opsi mulai tes untuk mengetahui kondisi kesehatan mental. Bedanya dengan Tenang.AI, Riliv hanya memberikan opsi kepada pengguna. Contohnya, bagaimana kondisi pengguna saat ini dan apa masalah yang dihadapi. Pengguna tinggal memilih satu dari beberapa opsi jawaban.

Setelah menjawab rangkaian pertanyaan, pengguna akan diberikan kesimpulan soal kondisi kesehatan mentalnya. Pun diberikan rekomendasi langkah yang dilakukan berikutnya seperti menjaga pikiran positif atau menghubungi psikolog profesional.

CEO dan Co-Founder Riliv Audrey Maximilian Herli menjelaskan Riliv muncul dari ide yang terinspirasi oleh pengamatan terhadap lingkungan sekitar yang butuh teman bercerita. Ia juga mencermati data dari WHO yang menunjukkan bahwa setiap 40 detik ada satu orang meninggal dunia karena bunuh diri akibat depresi. Di Indonesia, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI pada 2018 menunjukkan bahwa 14 juta orang mengalami depresi dan kecemasan.

"Kami menyadari banyak teman-teman yang sering mengungkapkan perasaan mereka di media sosial, sayangnya justru sering kali mendapat ejekan (bullying) daripada dukungan. Ini menimbulkan pertanyaan mengapa mereka memilih bercerita di media sosial daripada mencari bantuan profesional?" kata Audrey kepada Media Indonesia, Selasa (13/8).

"Riliv hadir dengan harapan dapat berkontribusi untuk menekan angka-angka itu, memberikan tempat bercerita dan konseling dengan psikolog secara online, di mana saja dan kapan saja," tambahnya.

Audrey menjelaskan target penggunanya ialah individu yang membutuhkan dukungan kesehatan mental, generasi muda 17-34 tahun yang lebih banyak terpapar bahaya media sosial, termasuk mereka yang merasa cemas, depresi, atau membutuhkan seseorang untuk berbicara.

 

Layanan yang beragam

Riliv rupanya tak hanya menyediakan layanan konsultasi dengan psikolog berlisensi, tetapi juga dukungan komunitas, meditasi, journaling, mood tracker, yang semuanya dapat diakses dalam satu aplikasi.

"Kami bekerja sama dengan para psikolog, ahli kesehatan mental, dan organisasi seperti Himpsi untuk memastikan semua konten dan layanan di Riliv sesuai dengan standar kesehatan mental yang berlaku," ungkapnya.

Soal tren kecerdasan buatan (AI), Audrey mengaku pihaknya tak menutup kemungkinan untuk mengadopsi teknologi teranyar tersebut. Ia menyebut AI akan memungkinkan pihaknya memberikan layanan yang optimal, lebih cepat, dan tak terbatas waktu bagi para pengguna.

Sementara itu, Tenang.AI sebagai layanan konseling daring mengaku tidak akan menghilangkan peran psikolog. Pada layanan tersebut, terpampang tulisan ketika mengalami depresi akut disarankan untuk menemui psikolog dan aplikasi tersebut hanya menjadi cara cepat untuk menuangkan isi hati dengan pihak yang netral.

"Mereka butuh yang first step of care. Jadi mereka butuh yang cepat dulu, nanti ketika kalau ternyata pengen mengobrol ke psikolog, nanti kita kasih rekomendasi. Bagi psikolog, chat di Nesya ini kayak jadi resep. Psikolog bisa memberikan rekomendasi mengobrol dengan Nesya dulu sambil menunggu sesi minggu depan," tutur Salma.

Secara keseluruhan, kedua aplikasi, baik Tenang.AI maupun Riliv, bisa menjadi opsi bagi siapa saja yang membutuhkan bantuan cepat tanpa khawatir merasa dihakimi orang lain. (Wnd/M-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya