Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Para ilmuwan dari dari University of Western Ontario, Kanada memaparkan prediksi hasil penelirian yang mengkhawatirkan tentang masa depan umat manusia di planet ini. Penelitian yang dipimpin Joshua Pearce ini mengungkapkan jika pemanasan global tak kunjung mendapat perhatian hingga mencapai atau melampaui dua derajat Celcius (2°C) pada 2100, kemungkinan besar akan ada satu miliar orang-orang di masa depan atau seperdelapan dari populasi global saat ini akan mati akibat pemanasan global.
“Sebagian besar dari mereka yang terancam kematian akibat krisis iklim berasal dari masyarakat kelas bawah yang tinggal di negara berkembang,” kata Pearce seperti dilansir dari Daily Mail UK pada Senin (4/9).
Sementara, pihak yang turut berkontribusi terhadap penyebab kematian massal tersebut kemungkinan besar adalah para orang-orang kaya dunia yang merupakan eksekutif puncak di perusahaan minyak dan gas bernilai dengan penghasilan hingga milyaran dolar.
Para penulis studi ini menyerukan kepada pemerintah dan para pembuat kebijakan untuk segera melarang penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara dan gas karena mereka melepaskan sejumlah besar gas penghangat planet ke udara.
Sebab industri minyak dan gas, yang mencakup banyak bisnis yang paling menguntungkan dan berkuasa di dunia, secara langsung dan tidak langsung bertanggung jawab atas lebih dari 40 persen emisi karbon.
Hal itu berdampak pada kehidupan miliaran orang, banyak di antaranya tinggal di wilayah paling terpencil dan komunitas terpencil dengan sumber daya rendah di dunia. Kematian akan dipicu oleh berbagai bencana termasuk banjir akibat es yang mencair, kebakaran hutan, penyakit, peristiwa cuaca buruk seperti kekeringan, dan masih banyak lagi.
Para peneliti mengatakan pemanasan global adalah masalah hidup atau mati bagi satu miliar orang. Dr Pearce lebih lanjut mengatakan bahwa kematian massal seperti itu harus diatasi menjadi bahan evaluasi di masa depan.
Bagi Pearce, hampir semua orang setuju bahwa setiap nyawa manusia itu berharga, terlepas dari usia, latar belakang budaya atau ras, jenis kelamin, atau pun sumber daya keuangan.
“Sangat menakutkan, terutama bagi anak-anak kita. Oleh karena itu, transisi energi harus berubah jauh lebih cepat, mulai dari sekarang,” ungkapnya.
Gas rumah kaca termasuk CO2 dan metana dilepaskan ketika bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, dan gas alam dibakar untuk menggerakkan mobil, pesawat terbang, rumah, dan pabrik.
Ketika gas-gas ini memasuki atmosfer, mereka memerangkap panas dan berkontribusi pada pemanasan iklim. Hal ini sudah mencairkan es di daerah kutub, dan air lelehan ini masuk ke lautan, secara bertahap menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan banjir parah.
Warga pesisir
Para ilmuwan berpendapat bahwa orang yang paling berisiko mengalami kematian akibat naiknya permukaan air laut adalah mereka yang tinggal di daerah pesisir, yang akan menjadi orang pertama yang tenggelam secara permanen di bawah air.
Namun, menurut Dr Pearce, pemanasan global akan membunuh dengan cara lain, seperti efek gelombang panas. Kita telah melihat suhu rata-rata yang lebih panas secara global, termasuk bulan terpanas yang pernah tercatat dan suhu terpanas yang pernah tercatat di lautan.
“Perubahan iklim yang menyebabkan kematian manusia dapat dibagi menjadi dampak langsung, menengah, tidak langsung, dan interaksinya," kata Dr Pearce.
Menurut Pearce, dampak langsung dari perubahan iklim meliputi gelombang panas, yang telah menyebabkan ribuan kematian manusia akibat kombinasi panas dan kelembaban, sehingga tubuh manusia secara fisik tidak dapat mendinginkan dirinya sendiri dengan keringat.
"Penyebab kematian antara lain adalah kegagalan panen, kekeringan, banjir, cuaca ekstrem, kebakaran hutan, dan naiknya permukaan air laut. Kegagalan panen khususnya dapat memperburuk kelaparan dan kelaparan global,” ujarnya. (M-3)
Tanah tak lagi dipandang sekadar media tanam, tapi sebagai fondasi keberlangsungan hidup dan benteng terakhir ketahanan pangan.
Sebanyak 73% sekolah di Indonesia berada di area rawan banjir.
"Karena Pulau Gag masuk dalam kategori pulau kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K,"
TANTANGAN dalam mengatasi dan melakukan mitigasi bencana di dunia saat ini disebut semakin kompleks. Berbagai isu global seperti perubahan iklim hingga tekanan urbanisasi menjadi pemicunya.
Salah satu penyebab utama banjir rob adalah kondisi geologi tanah di wilayah tersebut yang masih berupa aluvial muda dan dominan lempung, sehingga air pasang sulit meresap ke dalam tanah.
Pada 2024, Climate Hack mengangkat isu-isu iklim krusial seperti pengelolaan sumber daya alam, limbah, transportasi, hingga pertanian dan kehutanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved