Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Semua manusia berasal dari spesies yang sama, Homo Sapiens. Kenyataan itu umumnya sudah disepakati bersama. Tetapi, sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada Senin (22/5), menemukan kesenjangan yang menganga antara apa yang orang klaim percayai dan apa yang sebenarnya mereka anggap benar.
Sebuah tim dari Universitas Harvard dan Tufts mengumpulkan data dari lebih dari 60 ribu subjek yang mengambil bagian dalam 13 eksperimen yang menguji bias implisit mereka.
Mayoritas - lebih dari 90% - secara eksplisit menyatakan bahwa orang kulit putih dan orang non-kulit putih sama-sama manusia. Namun, secara implisit, peserta kulit putih AS, serta peserta kulit putih dari negara lain, secara konsisten mengasosiasikan atribut "manusia" (berlawanan dengan "binatang") dengan kelompok mereka sendiri lebih dari kelompok ras lain.
Sebaliknya, peserta kulit hitam, Asia, dan Hispanik tidak menunjukkan bias seperti itu. Mereka sama-sama mengasosiasikan kelompok mereka sendiri dan orang kulit putih dengan "manusia".
"Kesimpulan terbesar bagi saya adalah bahwa kita masih bergulat dalam bentuk baru dengan sentimen yang telah ada selama berabad-abad," kata penulis pertama Kirsten Morehouse, seorang mahasiswa PhD di Harvard, kepada AFP.
Sepanjang sejarah, dehumanisasi ras lain telah digunakan sebagai dalih untuk perlakuan yang tidak setara, mulai dari kebrutalan polisi hingga genosida.
Tes Asosiasi Implisit
Penelitian ini mengandalkan Tes Asosiasi Implisit (IAT), alat yang dikembangkan pada tahun 1990-an dan sekarang banyak digunakan di lapangan. Pengukuran berbasis komputer ini menguji kekuatan asosiasi antara dua konsep -- misalnya orang kulit hitam dan putih, atau gay dan orang normal -- dan dua atribut seperti baik atau buruk.
Para peneliti percaya tes IAT mengungkapkan sikap yang tidak ingin diungkapkan orang secara terbuka, atau bahkan mungkin tidak disadari pada tingkat sadar.
Di semua percobaan, 61% peserta kulit putih lebih mengasosiasikan diri mereka dengan "manusia" dan mengasosiasikan orang kulit hitam dengan "binatang".
Jumlah yang lebih besar lagi – 69% peserta kulit putih -- lebih banyak mengasosiasikan peserta kulit putih dengan manusia dan orang Asia lebih banyak dengan hewan, dan hasil yang sama terjadi pada orang kulit putih yang mengikuti tes kulit putih-Hispanik.
Efek ini berlaku lintas usia, agama, dan pendidikan responden, tetapi bervariasi menurut afiliasi politik dan jenis kelamin. Konservatif dan laki-laki yang mengidentifikasi diri sendiri mengungkapkan asosiasi "manusia = putih" yang sedikit lebih kuat.
Sebaliknya orang non-kulit putih justru tidak menunjukkan bias implisit yang mendukung kelompok ras mereka sendiri dibandingkan dengan orang kulit putih.
Namun mereka memang menunjukkan bias terhadap orang kulit putih sebagai lebih manusiawi ketika tes dilakukan antara orang kulit putih dan kelompok minoritas lainnya, misalnya orang Asia diminta untuk mengikuti tes yang menilai sikap mereka terhadap orang kulit putih versus orang kulit hitam.
Hirarki sosial
Morehouse mengaitkan temuan ini dengan fakta bahwa orang kulit putih dominan secara sosial dan ekonomi di Amerika Serikat, di mana 85% pesertanya adalah dari (8,5% berasal dari Eropa Barat).
Dia berteori meskipun Anda mungkin berharap semua ras menjadi lebih bias demi "kelompok" mereka sendiri, sentimen semacam itu mungkin dibatalkan oleh kedudukan mereka yang lebih rendah dalam masyarakat Amerika, yang menghasilkan netralitas secara keseluruhan.
“Fakta bahwa peserta "pihak ketiga" (non kulit putih) bias mendukung orang kulit putih ketika dinilai terhadap ras lain menunjukkan betapa kuatnya hierarki sosial ini," katanya.
Morehouse mengatakan bahwa meskipun hasilnya tidak nyaman bagi sebagian orang, kesadaran adalah langkah pertama yang dapat membantu individu mematahkan pola stereotip semacam ini.(AFP/M-3)
Haris Azhar membantah telah dibiayai kuliah di Harvard untuk mengambil gelar doktor sebagaimana dikatakan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.
Universitas Harvard dituntut karena dugaan penerimaan diskriminatif dalam penerimaan mahasiswa.
Claudine Gay mengaku tidak kuat serangan tersebut dan akhirnya mengundurkan diri sebagai Rektor Universitas Harvard pada Selasa (2/1).
Universitas Harvard telah mencapai kesepakatan dengan kelompok demonstran pro-Palestina yang telah mendirikan perkemahan di kampusnya.
Para ahli di Harvard menganjurkan kita untuk mengikuti tujuh strategi utama untuk mengintensifkan jalan kaki dengan cepat. Jalan kaki cepat lebih baik daripada jalan biasa.
Pemerintahan Trump membekukan hibah senilai US$2,2 miliar kepada Universitas Harvard dan mendesak permintaan maaf atas dugaan antisemitisme di kampus.
Pelatih Borussia Monchengladbach Morce Rose mendukung aksi anak asuhnya Marcus Thuram yang menyampaikan protes terhadap kematian warga negara Amerika Serikat, George Floyd.
Webo dikeluarkan dari lapangan dan kemudian menuduh wasit keempat itu melakukan rasisme. Rekaman dari insiden tersebut tampak menunjukkan seseorang menyebut negro kepada Webo.
Para pemain Basaksehir dan PSG melakukan walkout setelah wasit keempat Sebastian Coltescu diduga melakukan aksi rasial terhadap staf pelatih Basaksehir Peter Webo.
Bagi orang Uruguay seperti Cavani, panggilan negrito jamak digunakan untuk menyatakan keakraban, tetapi tetap saja bisa menimbulkan interpretasi yang menyinggung rasialisme.
Manchester United, Manchester City, Liverpool, dan Everton bergabung untuk mengutuk pelecehan rasial yang diderita oleh beberapa pemain, ofisial, dan pendukung di media sosial (medsos).
Bek berusia 28 tahun itu mengunggah gambar tangkapan layar serangan rasial yang masuk melalui pesan pribadi akun instagram pribadinya, @tyronemings.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved