Aplikasi berbagi video milik Tiongkok, TikTok meluncurkan project clover sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan data penggunanya di Eropa.
Sebelumnya, pemerintah Uni Eropa melarang para stafnya memasang aplikasi TikTok di ponsel karena khawatir data mereka akan ‘dicuri’ oleh pemerintah Tiongkok melalui aplikasi tersebut.
Dilansir dari BBC, Kamis (9/3), project clover merupakan upaya perusahaan untuk memantau aliran data. Dalam proyek tersebut akan ada kontrol ekstra atas akses terhadap informasi pengguna Eropa, sehingga dapat mencegah upaya mengirim data ke luar Eropa.
TikTok saat ini menyimpan data pengguna Eropa secara terpusat. Mereka mengungkapkan rencana untuk menyiapkan dua pusat data baru, dengan biaya total 1,1 miliar poundsterling setiap tahun. Pusat adata itu akan ditempatkan di Dublin, Irlandia dan Hamar, Norwegia. Kedua pusat data itu akan oleh pihak ketiga.
"Dalam hal ini karena kami harus dan perlu mendapatkan kepercayaan," kata Wakil Presiden Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik TikTok di Eropa, Theo Bertram.
Tidak hanya di Eropa, TikTok juga tengah merencanakan proyek serupa di Amerika Serikat. Mereka menamakannya dengan Project Texas.
Hal itu juga dilakukan di tengah tekanan dari pemerintah Amerika Serikat tentang larangan penggunaan TikTok. Diketahui, AS berencana mengeluarkan undang-undang yang berisi larangan terhadap produk teknologi asing, seperti TikTok, karena khawatir data pengguna dapat berakhir di tangan pemerintah negara lain.
Tiongkok pun buka suara mengenai rencana AS tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning menyebut negara 'Paman Sam' takut dengan aplikasi anak muda.
"Betapa tidak yakinnya negara adikuasa top dunia seperti AS untuk takut pada aplikasi favorit anak muda seperti itu," sindir Mao. (M-3)