Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Badai debu kerap terjadi di Mars. Fenomena musiman ini terkadang dapat menyebar dan meliputi seluruh permukaan planet tersebut.
Pada Juni 2018, badai debu semakin parah sehingga mengaburkan sebagian besar permukaan planet dan menyebabkan para awak NASA kehilangan kontak dengan Opportunity, yakni sebuah misi eksplorasi Mars dengan robot penjelajah. Hal ini mengakibatkan permasalahan serius bagi penjelajah (rover).
Memahami fenomena badai ini dan apa yang menjadi penyebabnya menjadi sangat penting untuk memastikan terlaksananya misi robot bertenaga surya secara berkelanjutan dan memastikan keamanan dari misi kru di masa depan.
Secara khusus, para ilmuwan meneliti tentang perubahan musim, yakni energi matahari yang diserap dan sebuah perubahan peningkatan suhu yang memicu badai debu hingga menyebabkan debu terkumpul dan menebal.
Dalam sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Houston, badai debu dapat dihasilkan dari ketidakseimbangan energi musiman dalam jumlah energi matahari yang diserap dan dilepaskan oleh planet ini. Temuan ini dapat mengarah pada pemahaman baru tentang iklim dan atmosfer Mars.
Penelitian ini dipimpin oleh Ellen Creecy, seorang Ph.D. mahasiswa Departemen Ilmu Bumi dan Atmosfer (EAS) di University of Houston, sebagai bagian dari tesis doktoralnya.
Dia bergabung dengan Dr. Xun Jiang dan Dr. Liming Li (penasehat tesisnya di EAS), serta para peneliti dari Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, Laboratorium Propulsi Jet NASA, dan Asosiasi Penelitian Luar Angkasa Universitas (USRA) di Lunar Planetary Institute (LPI).
Istilah "anggaran energi radiasi" mengacu pada jumlah energi matahari yang diserap planet dari Matahari dan terpancar keluar sebagai panas. Ini adalah metriks mendasar untuk mengkarakterisasi iklim planet dan siklus meteorologi.
Demi studi mereka, tim menggabungkan pengamatan dari berbagai misi seperti Mars Global Surveyor (MGS), penjelajah Curiosity, dan pendarat InSight. Hal ini memungkinkan mereka untuk memodelkan iklim Mars dan memperkirakan jumlah energi yang dipancarkannya secara global sebagai fungsi musim, termasuk periode dengan badai debu global.
"Salah satu temuan yang paling menarik adalah bahwa kelebihan energi akan menyebabkan banyak energi yang diserap daripada yang dihasilkan, hal ini bsa menjadi salah satu mekanisme pembangkit badai debu di Mars," kata Creecy seperti dilansir dari sciencealert.com, Senin, (22/5).
Ketika Teleskop Luar Angkasa Hubble mencitrakan Mars pada Juni 2001, benih-benih badai itu tertangkap sedang berkembang biak di Cekungan Hellas raksasa (oval pada posisi jam 4 pada cakram) dan dalam badai lain di tutup kutub utara.
Hasilnya mengungkapkan variasi musiman dan harian yang kuat dalam jumlah energi matahari yang dipancarkan oleh Mars. Secara khusus, mereka menemukan bukti ketidakseimbangan energi yang kuat sekitar 15,3% antara musim Mars, dibandingkan dengan 0,4 persen di Bumi.
Mereka lebih lanjut menemukan bahwa selama badai debu tahun 2001 yang mengelilingi planet, jumlah daya yang dipancarkan secara global menurun 22% di siang hari tetapi meningkat 29% di malam hari.
Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Germán Martínez, staf ilmuwan USRA di Lunar and Planetary Institute (LPI) dan rekan penulis makalah ini dalam siaran pers USRA baru-baru ini.
"Hasil kami menunjukkan ketidakseimbangan energi yang kuat menunjukkan bahwa model numerik saat ini harus ditinjau kembali, karena ini biasanya mengasumsikan bahwa energi radiasi Mars seimbang antara musim Mars. Lebih jauh, hasil kami menyoroti hubungan antara badai debu dan ketidakseimbangan energi, dan dengan demikian dapat memberikan wawasan baru tentang generasi badai debu di Mars."
Dikombinasikan dengan model numerik iklim Mars, hasil tim dapat meningkatkan pemahaman kita tentang iklim Mars dan sirkulasi atmosfer.
Ini akan menjadi sangat penting untuk misi kru di masa depan ke Mars, yang diharapkan NASA dan Tiongkok akan meningkat dalam dekade mendatang.
Selain itu, temuan ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang iklim Bumi dengan meramalkan bagaimana lingkungan kita akan berperilaku suatu hari nanti.
Seperti biasa, mempelajari lebih lanjut tentang lingkungan planet lain akan selalu mengarah pada pemahaman yang lebih besar tentang planet kita.
Baru-baru ini makalah yang menjelaskan temuan mereka tentang energi yang dipancarkan Mars dan ketidakseimbangan energi musiman diluncurkan pada Prosiding National Academy of Sciences.(M-4)
Penelitian terbaru mengungkap gletser di Mars sebagian besar terdiri dari es murni, memberikan harapan baru sebagai sumber air.
Mars tidak selalu kering dan tandus seperti sekarang. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa miliaran tahun lalu, planet merah ini pernah mengalami hujan deras bahkan salju.
Para peneliti menemukan lebih dari 15.000 km aliran sungai kuno di Mars, menunjukkan Planet Merah pernah hangat dan basah akibat hujan.
Foto terkini dari ESA menampilkan permukaan Mars dalam semburat kuning, jingga, dan coklat.
Sebuah studi menemukan lapisan tanah liat tebal dan kaya mineral di permukaan Mars.
Liburan sekolah telah tiba, dan tak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat anak-anak menikmati waktu bebas mereka dengan penuh keceriaan.
HONG Kong ditaksir menelan kerugian 2-3 miliar dolar Hong Kong (sekitar Rp4,15 triliun-Rp6,23 triliun) akibat diterjang Topan Wipha.
TOPAN Wipha melanda wilayah selatan Tiongkok pada Senin (21/7) dengan membawa angin kencang dan hujan deras.
Ketika terjadi badai matahari, geomagnet, dan ionosfer dalam intensitas kecil, sedang, atau besar, salah satu dampaknya dapat menurunkan akurasi posisi GPS.
Foto-foto baru menunjukkan sepasang badai putih raksasa yang mengamuk di Sabuk Khatulistiwa Selatan (SEB) Jupiter.
BENCANA banjir besar yang dipicu oleh badai dahsyat di wilayah Valencia menewaskan 51 orang.
Para ilmuwan memperkirakan lebih banyak badai besar di masa depan. IPCC menyatakan aktivitas manusia berkontribusipada fenomena ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved