Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
Sebuah studi baru yang telah diterbitkan di jurnal Antiquity mengungkap bagaimana Stonehenge, lingkaran batu tegak di dalam lingkup tembok tanah yang terletak berdekatan dengan Amesbury di Wiltshire, Inggris, digunakan untuk melacak kalender Matahari pada masanya.
Temuan tersebut didasarkan pada analisis yang cermat terhadap jumlah dan posisi batu yang membentuk situs tersebut,dan perbandingan dengan sistem kalender kuno lainnya yang mungkin memengaruhi pembangunan Stonehenge. Studi mengungkap fungsi Stonehenge yakni sebagai cara untuk melacak waktu dan musim yang telah berlangsung selama berabad-abad, tetapi sampai sekarang masih belum jelas persis bagaimana ini bisa bekerja.
Dilansir dari sciencealert.com, Rabu (2/3), penelitian baru dilanjutkan dari penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa batu sarsen yang membentuk sebagian besar Stonehenge semuanya berasal dari sumber yang sama. Itu berarti batu-batu dipasang pada waktu yang sama dan mungkin dimaksudkan untuk tujuan yang sama.
Dari pandangan tersebut, arkeolog Timothy Darvill dari Bournemouth University di Inggris melanjutkan untuk melihat posisi cincin berbeda yang terdiri dari monumen itu dan bagaimana mereka mungkin terkait dengan kalender atau sistem penanggalan.
Para arkeolog telah lama menduga Stonehenge merupakan semacam kalender karena posisi batu dan keselarasannya dengan titik balik matahari hingga penelitian baru menambah bobot interpretasi tersebut.
"Masing-masing dari 30 batu di Lingkaran Sarsen mewakili satu hari dalam sebulan, itu dibagi menjadi tiga minggu masing-masing 10 hari," kata Darvill.
Sebagai kalender matahari, titik balik benda langit tersebut pada musim dingin dan musim panas dapat dilihat melalui pasangan batu yang sama setiap tahun. Jika Matahari pernah berada di tempat yang salah pada titik balik matahari, orang-orang kuno di Wiltshire akan tahu bahwa mereka telah keliru dalam menghitung tahun.
Catatan studi baru ini ialah tak satu pun dari pengaturan dalam Stonehenge tampaknya cocok dengan 12 bulan yang membentuk satu tahun. Ini disebabkan oleh beberapa batu yang hilang atau dipindahkan dari situs tersebut. Yang jelas ialah bahwa arsitektur Stonehenge telah dipecah menjadi dua bagian agar sesuai dengan dua titik balik matahari.
Hitungan sepuluh hari dalam hitungan satu minggu mungkin tampak tidak biasa sekarang, tetapi keanehan itu tidak akan terjadi pada saat Stonehenge pertama kali dibangun. Kalender matahari yang serupa ternyata juga telah dicatat di Mesir.
"Kalender matahari seperti itu dikembangkan di Mediterania timur pada abad setelah 3000 SM dan diadopsi di Mesir sebagai Kalender Sipil sekitar 2700 SM, dan digunakan secara luas pada awal Kerajaan Lama sekitar 2600 SM," kata Darvill.
Namun, sejauh ini, tidak diketahui bagaimana metode ini bisa digunakan di wilayah Inggris.
Stonehenge agak unik dalam desain dan konstruksi, dan mungkin telah dikembangkan sepenuhnya oleh penduduk setempat.
Darvill menunjuk ke tokoh sejarah yang dikenal sebagai Pemanah Amesbury, lahir di Pegunungan Alpen tetapi kemudian menetap di Inggris, dan dimakamkan di dekat Stonehenge. Ini sebagai bukti bahwa para pelancong mungkin telah membawa ajaran tentang seluk-beluk desain kalender matahari dari wilayah Mediterania.
Beberapa pertanyaan ini mungkin dijawab oleh analisis artefak dan pekerjaan DNA di masa depan, menurut penelitian tersebut. Untuk saat ini, pengakuan Stonehenge sebagai kalender yang berfungsi penuh memberi kita gambaran yang lebih baik tentang bagaimana orang-orang pada masa itu hidup dan merayakannya.
"Menemukan kalender matahari yang diwakili dalam arsitektur Stonehenge membuka cara baru untuk melihat monumen sebagai tempat tinggal. Tempat di mana waktu upacara dan festival terhubung dengan struktur Alam Semesta dan gerakan selestial di surga," pungkas Darvill.
Sejauh ini, yang masih belum jelas adalah bagaimana metode ini bisa digunakan masyarakat di selatan Inggris pada saat itu. David memperkirakan para pelancong mungkin telah membawa ajaran tentang seluk-beluk desain kalender matahari tersebut dari wilayah Mediterania.
“Beberapa pertanyaan ini mungkin akan dijawab oleh analisis artefak dan pekerjaan DNA di masa depan,” menurut penelitian tersebut. Untuk saat ini, pengakuan Stonehenge sebagai kalender yang berfungsi penuh memberi kita gambaran yang lebih baik tentang bagaimana orang-orang pada masa itu hidup dan memprediksi musim. (M-4)
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAM Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Punya rencana liburan yang berbeda dari biasanya? Mengunjungi museum olahraga di berbagai penjuru dunia bisa jadi pilihan liburan yang tak hanya menghibur, tetapi juga penuh dengan sejarah.
UPAYA segera menindaklanjuti proses repatriasi sejumlah benda bersejarah ke tanah air merupakan bagian penting dalam pembangunan sektor kebudayaan nasional.
Pengetahuan tentang kriteria sebuah warisan zaman dulu dapat diklasifikasikan sebagai cagar budaya masih minim di tengah masyarakat Indonesia.
Pada Juli lalu, kolektor seni asal Australia, Michael Abbot telah menghibahkan enam lembar Al-Quran tulis tangan abad ke 17 kepada Museum Negeri NTB.
Selama kunjungan ke Burkina Faso pada 2017, Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji untuk mengembalikan ‘warisan’ Afrika ini dalam waktu lima tahun.
Benda-benda yang disita itu antara lain, patung gajah batu kapur dari Timur Tengah kuno hingga sebuah patung abad ketujuh dari Tiongkok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved