Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Benih Kebaikan dari Denpasar 12

Putri Rosmalia
07/8/2021 07:00
Benih Kebaikan dari Denpasar 12
Cover Buku Membedah Persoalan Bangsa.(Dok. MI)

DALAM kehidupan bangsa yang terus tumbuh dan berkembang, kehadiran persoalan bak suatu keniscayaan. Apalagi jika masyarakatnya sedemikian masif dan plural seperti di Indonesia, ragam persoalan tanpa henti mewarnai.

Menyoroti, mendiskusikan, hingga membantu mencari solusi persoalan bangsa bukan hanya tugas pemerintah. Semua unsur dan elemen masyarakat bisa memberikan andil, menyuarakan pikiran, serta mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang valid dan variatif.

Tujuan itu tampaknya yang dicoba dihadirkan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Lewat kegiatan mingguan bernama Forum Diskusi Denpasar 12--dari Jalan Denpasar Raya nomor 12, tempat ia berumah dinas--Lestari mengupayakan ruang untuk berbagai elemen masyarakat bertemu dan mencoba merumuskan solusi atas pelbagai persoalan bangsa.

Penempatan diskusi publik di rumah dinas itu pun ternyata memiliki alasan khusus. Menurut Lestari, rumah dinas yang disediakan negara bagi wakil rakyat sejatinya ialah rumah dinas rakyat. Oleh karena itu, ia menjadikan rumah dinasnya sebagai ajang pertukaran pikiran para anak bangsa.

Kegiatan Forum Diskusi Denpasar 12 telah terselenggara sebanyak 50 kali sejak Januari 2020 hingga Maret 2021. Meski sempat berjalan luring, sebagian besar diskusi kemudian dihelat secara daring lantaran merebaknya pandemi covid-19.

Forum yang berlangsung saban Rabu itu mengetengahkan bermacam persoalan aktual. Mulai soal rancangan undang-undang (RUU) yang belum rampung, konflik di berbagai daerah, hingga ragam masalah politik, sosial, serta pendidikan.

“Setidaknya melalui diskusi seperti ini, kita bisa saling belajar dan menimba pengetahuan dan pengalaman dari para narasumber. Bahwa negeri kita menyimpan banyak masalah dan masalah itu perlu didiskusikan dan dicarikan alternatif solusinya,” ungkap Lestari, halaman 13.

Dengan menyadari pentingnya esensi diskusi-diskusi itu dapat teramplifikasi ke publik, Lestari dan delapan anggota Tim Ahli Wakil Ketua MPR tersebut kemudian merangkumnya dalam buku. Buku berjudul Membedah Persoalan Bangsa ini merupakan seri pertama dari serangkaian panjang Forum Diskusi Denpasar 12.

Pada buku perdana ini, ada rangkuman enam diskusi yang dimuat. Seluruh rangkuman ditulis langsung oleh mantan wartawan senior Media Indonesia, Gantyo Koespradono.

Setiap bab di buku merupakan inti pemaparan para narasumber yang hadir dalam Forum Diskusi Denpasar 12. Pembahasan berbagai isu yang tengah hangat di 2020 hingga awal 2021 tersebut ditulis secara ringkas, tetapi tetap komprehensif. Penulis juga memperkaya pembahasan dengan latar belakang yang kontekstual sehingga memudahkan pembaca dalam memahami isu bersangkutan.

 

Menyemai benih

Pada bab I, dihadirkan artikel tentang sengketa Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Tiongkok. Seperti diberitakan berbagai media massa, beberapa tahun terakhir, hubungan Indonesia dengan Tiongkok sempat memanas setelah beberapa kali kapal Coast Guard Tiongkok kedapatan memasuki wilayah Laut Natuna Utara. Laut Natuna Utara merupakan kawasan yang masuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Dalam diskusi bertema tersebut, pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, berbagi pandangan. Connie mengatakan, terlepas dari konflik yang ada dan keengganan Tiongkok mengakui keputusan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang menyatakan Natuna merupakan ZEE Indonesia, tak bisa dibantah bahwa Indonesia sendiri telah lalai mengabaikan wilayah tersebut dari penjagaan dan pengembangan potensinya.

“Setelah negeri kita merdeka, diakui atau tidak, kita pernah mengabaikan laut dengan segala potensi dan posisinya yang begitu strategis, sementara begitu banyak negara lain yang memanfaatkan lautan kita sebagai sumber penghidupan,” halaman 25.

Bab II memuat diskusi bertajuk Efektivitas Pemangkasan Eselon Terbawah. Pada bab ini, para peserta Forum Diskusi Denpasar 12 membahas soal reformasi birokrasi, tepatnya soal rencana pemangkasan atau pengalihan tugas aparatur sipil negara (ASN).

Reformasi birokrasi tersebut dilakukan dengan memangkas jumlah ASN eselon III dan IV yang selama ini mengemban tugas administratif ke jabatan fungsional. Menpan-RB Tjahjo Kumolo kala itu mengatakan pemangkasan dilakukan sebagai bentuk penyederhanaan birokrasi.

Dalam bab tersebut, dijabarkan pendapat beberapa tokoh yang menyatakan pemangkasan ASN merupakan langkah positif sebagai upaya melakukan reformasi birokrasi yang mumpuni. Gagasan besar pemerintahan Joko Widodo untuk menghadirkan birokrasi yang lebih baik dan efektif di Indonesia dinilai bisa terwujud dengan kebijakan tersebut.

Meski begitu, disebutkan juga pendapat salah satu narasumber, yakni dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) James R Pualilin, yang menyatakan secara tidak langsung bahwa pemangkasan bukan solusi terbaik.

“Jelas-jelas tidak efektif. Pegawai administrasi yang dikonversi ke jabatan fungsional pasti tidak bisa bekerja secara maksimal. Negara akan membayar beribu-ribu pegawai yang tidak bekerja dalam konteks fungsional karena ASN fungsional dituntut memiliki kualifikasi keterampilan dan keahlian khusus,” ujar Pualilin, halaman 60.

Terkait dengan pembahasan RUU, terdapat dua bab yang mengangkat tema tersebut. Bab III mengulas mengenai RUU Ketahanan Keluarga, sementara Bab V mengenai RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Di bab III, dihadirkan secara detail tentang eskalasi politik dan kontroversi RUU Ketahanan Keluarga. Perhatian masyarakat terhadap RUU Ketahanan Keluarga bermula ketika RUU tersebut masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Setelah beredar di masyarakat, partai politik yang sedianya mendukung RUU tersebut mencabut dukungan mereka.

Dalam halaman 76, ditampilkan cuplikan berita dari kanal berita Medcom.id yang memuat pernyataan pendiri sekaligus Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mengenai RUU Ketahanan Keluarga. Surya menyatakan penolakannya terhadap keberlanjutan RUU tersebut.

“Mau sok membuat UU yang enggak ada masalahnya. Gatalnya di mana, garuknya di mana. Masih banyak yang di depan mata kepala kita untuk segera kita benahi," ujar Surya seperti dikutip dalam buku.

Sikap sebaliknya dari Partai NasDem tampak dalam proses RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Seperti diketahui, hingga saat ini belum juga ada kejelasan mengenai kelanjutan RUU tersebut meski sudah diwacanakan sejak 2004.

Perjalanan, lika-liku, dan tarik ulur penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dibahas lengkap dalam bab V. Secara umum, dalam rangkuman diskusi disepakati bahwa negara perlu hadir untuk melindungi seluruh masyarakat, termasuk pekerja rumah tangga.

Selama ini UU Perburuhan menjadi yang paling relevan dengan profesi pakerja rumah tangga. Namun, UU itu belum mampu melindungi kepentingan pekerja rumah tangga secara khusus.

“Konstitusi memerintahkan kepada organ-organ negara untuk memberikan perlindungan kepada rakyat, termasuk tentu warga negara yang selama ini bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Jika negara melakukan pembiaran, sesungguhnya itu merupakan kejahatan atas kemanusiaan,” ujar Lestari Moerdijat, di halaman 150.

Tak hanya menyoroti isu lokal, Forum Diskusi Denpasar 12 menyoroti isu yang lebih luas, salah satunya tentang komitmen Indonesia mewujudkan target dari Sustainable Development Goals (SDGs), di bab IV.

Lestari mengungkapkan, dengan segala keterbatasan dan kemunduran ekonomi akibat pandemi covid-19, upaya mencapai target pemenuhan poin-poin SDGs pada 2030 memang diakui berat.

Namun, bukan berarti pemerintah serta seluruh unsur negara lainnya lupa akan target tersebut. Pencapaian target SDGs justru dianggap sangat penting untuk tetap bisa dikejar karena di dalamnya terkandung cara-cara terbaik menyejahterakan masyarakat di sebuah negara.

Dalam bab tersebut juga disertakan pandangan dari perwakilan daerah dalam menjalankan langkah-langkah mencapai target SDGs. Berbagai tantangan serta keterbatasan di daerah untuk mencapai itu rupanya cukup kompleks. Setiap daerah memiliki tantangan sendiri yang membutuhkan komitmen kuat semua unsur daerah serta dukungan pemerintah pusat untuk mewujudkan tujuan SDGs.

Pada bab paling akhir Membedah Persoalan Bangsa, dihadirkan rangkuman dari diskusi berjudul Membedah Peta Jalan Pendidikan Nasional. Pada bab tersebut dijabarkan berbagai masalah pendidikan Indonesia yang sudah ada sejak lama dan belum bisa dituntaskan hingga saat ini. Mulai keterbatasan infrastruktur, sarana-prasarana, hingga kualitas tenaga pengajar.

Tak hanya merangkum dari pihak di luar dunia pendidikan, bab itu menyertakan pandangan dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan begitu, pembahasan menjadi lebih berimbang dan komprehensif.

Tokoh pers nasional, Saur Hutabarat, mengibaratkan Forum Diskusi Denpasar 12 dan perwujudan materi setiap seri diskusi menjadi buku Membedah Persoalan Bangsa ini sebagai upaya menyemai benih kebaikan di Indonesia. Diskusi terbuka merupakan langkah terbaik untuk mempertahankan kekuatan berpikir dan nalar masyarakat.

Meski baru memuat enam dari puluhan episode Forum Diskusi Denpasar 12, buku serial pertama Membedah Persoalan Bangsa sedikit banyak bisa menjadi cerminan kehidupan bangsa kita dengan berbagai tantangan dan persoalan terkini. (M-2)

 

Judul buku: Membedah Persoalan Bangsa

Penggagas: Lestari Moerdijat

Penulis: Gantyo Koespradono

Penerbit: Media Indonesia Publishing

Keterangan: Cetakan I, April 2021, 195 halaman



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya