Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Mengenal Lebih Jauh Rasisme Iklim

Bagus Pradana
27/5/2021 12:55
Mengenal Lebih Jauh Rasisme Iklim
Warga Afrika-Amerika di Amerika Serikat ternyata banyak mengalami rasisme iklim.(Kerem Yucel/ AFP)

SEBUAH studi mengungkap bahwa orang kulit hitam (berwarna) di sebagian besar kota di Amerika Serikat lebih mudah mengalami depresi terhadap iklim panas dibandingkan orang kulit putih. Para peneliti mengatakan depresi tersebut ternyata tidak dapat dijelaskan pendekatan kemiskinan seperti teori-teori sebelumnya, melainkan karena rasisme dan segregasi historis.

Sebelumnya, sebuah studi di AS menemukan korelasi antara lingkungan yang lebih hangat di kota-kota besar dengan praktik perumahan rasis yang telah terjadi sejak tahun 1930-an. 

Saat itu, para imigran Afrika-Amerika sebagian besar 'digarisbawahi' terlalu berbahaya untuk memiliki pinjaman atas properti dan investasi oleh pemerintah AS. Hal inilah yang menyebabkan mereka memiliki kecenderungan untuk tinggal (hidup) terkonsentrasi di beberapa bagian kota besar.

Studi tersebut kemudian diperbarui dengan pendekatan yang lebih ramah terhadap lingkungan, dengan menggunakan data suhu dari satelit yang dikombinasikan dengan informasi demografis dari Sensus AS. 

Dalam penelitian terbarunya terbit di jurnal Nature Communications (25/5), para peneliti menemukan fakta yang cukup mengejutkan tentang apa yang disebut sebagai 'rasisme iklim'. Bahwa rata-rata orang kulit hitam  (berwarna) terkonsentrasi untuk tinggal di daerah dengan suhu (iklim) yang jauh lebih panas daripada orang kulit putih.

Ketimpangan yang dialami oleh orang kulit hitam ini sangat mencolok. Para peneliti mengatakan bahwa mereka terpapar ekstra rata-rata pemanasan 3,12 derajat celcius dibandingkan orang kulit putih yang hanya terpapar dengan ekstra pemanasa 1,47C ekstra panas perkotaan.

Paparan panas ini tidak hanya menyebabkan peningkatan resiko kematian, tetapi juga terkait dengan berbagai dampak turunan lainnya seperti hilangnya produktivitas dalam pekerjaan, dan gangguan pembelajaran.

"Studi kami membantu memberikan lebih banyak bukti kuantitatif bahwa rasisme iklim, rasisme lingkungan memang ada," kata Dr Angel Hsu, dari University of North Carolina-Chapel Hill yang juga merupakan peneliti senior yang mengampu studi tersebut, seperti dilansir bbc.com, Selasa (25/5).

"Dan ini bukan hanya insiden yang menimpa mereka yang terisolasi, itu menyebar di seluruh Amerika Serikat," imbuhnya. Akar penyebab rasisme iklim ini dapat ditemukan dalam sejarah, kata para ahli.

"Kami dapat melacak banyak dari ketidakadilan lingkungan, sosial ekonomi, dan kesehatan saat ini hingga keputusan eksplisit dan kebijakan perencanaan kota di abad ke-20," kata Dr Jeremy Hoffman, kepala ilmuwan di Science Museum of Virginia.

Dengan kecenderungan peningkatan suhu akibat pemanasan global selama beberapa dekade mendatang, masalah rasisme iklim ini kemungkinan besar akan menjadi ancaman serius bagi negara-negara adikuasa yang multietnis seperti Amerika Serikat. Langkah strategis perlu dipikirkan dengan hati-hati untuk mengatasi dampak dari rasisme iklim ini. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya