Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
Madu dewasa ini telah dikenal luas sebagai produk alami yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi. Namun siapa sangka jika kebiasaan berburu dan menyimpan cairan dari sarang lebah ini ternyata sudah dimulai sejak 3.500 tahun lalu.
Hal itu diketahui dari sebuah penelitian yang dilakukan arkeolog Goethe University, Peter Breunig, bersama rekannya Julie Dunne dari University of Bristol. Mereka berdua melakukan ekskavasi di Desa Nok, Nigeria.
Dalam penelitian yang kemudian disebut 'Proyek Nok' itu, Breunig dan Dunne menemukan residu madu dalam sebuah pecahan tembikar. Dari temuan benda bersejarah itu, mereka lantas mengasumsikan pada zaman dahulu orang telah mengonsumsi dan menyimpan madu di dalam sebuah tembikar.
Meski belum dapat melacak kapan tepatnya manusia mulai mencari madu, mereka mengasumsikan pada masa itu manusia sudah memanfaatkan produk hutan non-kayu tersebut sebagai bahan makanan, obat-obatan atau pemanis minuman, termasuk bir dan anggur. Selain itu, mereka juga menggunakannya sebagai bahan kosmetik dan bahan bakar untuk lampu.
Wilayah ekskavasi Breunig bersama Dunne di Nok kini dianggap sebagai situs perburuan madu tertua yang pernah ditemukan. Sebelum menuliskan laporan, mereka telah menemukan dan menganalisis lebih dari 450 keping tembikar yang merupakan benda bersejarah.
"Ini adalah contoh luar biasa tentang bagaimana informasi biomolekuler yang diekstrak dari tembikar prasejarah, dikombinasikan dengan data etnografi, dan telah memberikan wawasan pertama kita tentang sejarah perburuan madu purba di Afrika Barat 3.500 tahun lalu," kata Dunne, seperti dilansir Dailymail, Rabu (14/4).
Breunig menambahkan ekskavasi pada mulanya dilakukan untuk menyelidiki kebiasaan menyimpan dan mengolah daging dalam pot. Akan tetapi, secara tidak terduga justru residu lilin madu yang ditemukan. Hal ini kemudian dianggap sebagai bukti prasejarah unik di Afrika Barat. (M-4)
UPAYA segera menindaklanjuti proses repatriasi sejumlah benda bersejarah ke tanah air merupakan bagian penting dalam pembangunan sektor kebudayaan nasional.
Pengetahuan tentang kriteria sebuah warisan zaman dulu dapat diklasifikasikan sebagai cagar budaya masih minim di tengah masyarakat Indonesia.
Pada Juli lalu, kolektor seni asal Australia, Michael Abbot telah menghibahkan enam lembar Al-Quran tulis tangan abad ke 17 kepada Museum Negeri NTB.
Selama kunjungan ke Burkina Faso pada 2017, Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji untuk mengembalikan ‘warisan’ Afrika ini dalam waktu lima tahun.
Benda-benda yang disita itu antara lain, patung gajah batu kapur dari Timur Tengah kuno hingga sebuah patung abad ketujuh dari Tiongkok.
Badan Kebudayaan PBB mengatakan telah mengonfirmasi bahwa setidaknya 53 situs bersejarah Ukraina, bangunan keagamaan dan museum telah mengalami kerusakan selama invasi Rusia.
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAM Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved