Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Akankah UU Pencucian Uang Akhiri Budaya Kerahasiaan di Dunia Seni?

Adiyanto
13/2/2021 19:00
Akankah UU Pencucian Uang Akhiri Budaya Kerahasiaan di Dunia Seni?
Salah satu karya pelukis Italia, Sandro Botticelli di balai lelang Sotheby di New York.( Tolga Akmen / AFP)

 

KETIKA sebuah lukisan Sandro Botticelli laku bulan lalu pada acara lelang di Sotheby di New York seharga US$92 juta (sekitar Rp1,2 triliun), pembelinya cuma disebut seorang oligarki Rusia. Saat itu, penawaran dilakukan oleh penasehat keuangan orang-orang kaya dari negara itu.  Hal semacam ini lazim dalam dunia seni. Nama pemenang lelang seringkali tidak diungkap ke publik.

Tapi, seperti yang dikatakan jurnalis seni Scott Reyburn pada acara bincang podcast "The Week in Art", persoalannya tidak selalu sesederhana itu. "Terkadang kolektor yang sangat kaya menawar melalui telepon yang menyiratkan kewarganegaraan tertentu hanya untuk menjamin anonimitas mereka sendiri,  untuk membuat kita tidak tahu apa-apa, " katanya, seperti dikutip AFP, Sabtu (13/2).

Namun, belakangan ini di Eropa dan Amerika Serikat, muncul regulasi karena khawatir budaya kerahasiaan ini bakal dieksploitasi oleh para penjahat. Aturan anti-pencucian uang yang baru mengharuskan para pedagang barang seni dan barang antik di Inggris dan UE, mencatat identitas pembeli. Kongres AS pun menyetujui undang-undang serupa bulan lalu, yang diberlakukan pada 2022.

Regulasin ini tampaknya dipicu beberapa kasus terkenal selama dekade terakhir, seperti pemodal Brasil yang dipermalukan Edemar Cid Ferreira membeli lukisan Jean-Michel Basquiat senilai US$8 juta dan mengirimkannya ke fasilitas penyimpanan New York dengan label banderol US$100. Atau buronan Malaysia Jho Low, yang dituduh menghabiskan sekitar US$137 juta untuk membeli benda-benda seni dari uang yang dia "pinjam" dari dana negara di bank 1MDB.

Tetapi, beberapa pemiliki galeri kini takut dengan aturan baru tersebut. Mereka khawatir akan dijadikan umpan untuk penjahat. "Mereka mengatakan kami tidak melaporkan, tetapi itu karena kami tidak melakukan penjualan jika kami merasa pembeli ragu-ragu," kata Marion Papillon, yang mengelola galeri di Paris..

"Tracfin (otoritas anti pencucian uang Prancis) sebenarnya ingin kami menyelesaikan penjualan agar kami dapat melaporkannya," katanya kepada AFP.

Pihak galeri juga mengkhawatirkan dampak finansial, paling tidak karena kerahasiaan identitas klien mereka seringkali menjadi aset paling berharga bagi mereka. “Begitu sesuatu yang mahal dijual di pelelangan, dalam beberapa detik seluruh pasar seni mencoba mencari tahu siapa penawar itu. Semua orang ingin menyingkirkan perantara atau makelar," kata Tom Christopherson, konsultan hukum seni untuk rumah lelang Bonhams di London. (AFP/M-4)

"

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya