Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MUSIM hujan, musim kawin. Begitu kata kawan saya yang bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan katering. Maksud dia, sepanjang September-Desember, seiring meningkatnya curah hujan di Indonesia, biasanya banyak orang menggelar pesta pernikahan. Fakta itu, katanya, dia peroleh dari daftar pesanan makanan di tempatnya bekerja, selama periode tersebut. Tidak usahlah saya sebut namanya. Selain tidak penting, data itu bisa saja kibul. Namanya juga sales. Apalagi, tidak sedikit orang melangsungkan pernikahan setelah Idul Fitri atau Idul Adha. Di banyak daerah, masyarakat bahkan biasanya menggelar resepsi pernikahan selepas panen. Ini bisa dipahami karena mumpung mereka mungkin lagi banyak duit (uang).
Nah, ngomong-ngomong soal uang dan pernikahan, saya tergelitik ketika membaca berita soal rencana Pemprov DKI yang bakal kembali mengizinkan pengelola gedung menyelenggarakan resepsi perkawinan selama masa pandemi covid- 19 ini. “Resepsi pernikahan yang dimungkinkan diberlakukan dengan beberapa syarat, di antaranya jumlah pengunjung maksimal 25% dari kapasitas gedung atau ruang pertemuan dan pihak pengelola gedung diminta mengajukan proposal terkait dengan protokol kesehatan,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (9/11).
Saya tentu saja tidak melarang orang kawin/menikah di gedung. Toh, itu duit mereka. Silakan saja. Kawin itu hak setiap orang. Bahkan, tumbuhan dan hewan pun butuh kawin. Cuma bedanya, manusia kan diberi akal untuk berpikir dan merenung. Untuk mereka yang ngebet kawin dan ingin menggelar resepsi di gedung, apa elok menghimpun banyak orang di tengah situasi pandemi saat ini? Bayangkan, pada Kamis (3/12) saja, ada 8.369 orang yang terinfeksi, 1.153 di antaranya warga Jakarta. Itu merupakan penambahan kasus baru tertinggi sejak kasus pertama diumumkan pada Maret lalu. Dengan demikian, hingga hari itu, total kasus mencapai 557.877 orang, sementara yang sembuh sebanyak 462.553, dan meninggal dunia 17.355 orang. Beberapa rumah sakit bahkan mulai kewalahan karena kekurangan daya tampung. Apa itu tidak mengerikan?
Perkawinan memang kini telah jadi industri menggiurkan, bukan lagi sekadar traktat suci dari sepasang kekasih yang saling mencintai. Tak megherankan jika bisnis terkait dengan hal ini pun menjamur, terutama yang berhubungan dengan acara resepsi, mulai penyewaan gedung, katering, rias pengantin, musik pengiring, hingga majalah wedding. Mengutip Investordaily, pada pertengahan Februari lalu, Ketua Umum Himpunan Perusahaan Penata Acara Pernikahan, Gandi Priapratama, meng ungkapkan, untuk menggelar resepsi setidaknya menghabiskan dana di atas ratusan juta rupiah per satu acara. Bahkan, bagi kelas atas, biayanya bisa mencapai miliaran rupiah.
Apa itu bukan pemborosan yang agung? Mending dananya ditabung untuk hal yang lebih berfaedah, apalagi di zaman sulit seperti ini. Toh, esensi legalitas perkawinan dalam Islam terletak pada ijab kabul atau pemberkatan dan sakramen dalam agama Nasrani. Sementara itu, resepsinya tidak wajib, apalagi sampai bermewah-mewah. Meminjam istilah pemikir postmodernisme Prancis, Jean Baudrillard, hal semacam itu cuma komodifikasi budaya yang ‘dipaksakan’ dalam masyarakat konsumsi.
Penting memang menggerakkan roda ekonomi, tapi kesehatan tetap harus diutamakan. Apalagi di tengah amuk pandemi seperti ini. Jangan sampai pesta perkawinan jadi klaster baru penularan. Nanti bikin repot Bang Anies (Gubernur DKI Anies Baswedan) dan Bang Doni (Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo). Kasihan mereka. Lagi pula, memang mau pengantinnya bulan madu di rumah sakit atau Wisma Atlet?
Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa varian omicron JN.1 saat ini sudah berstatus variant of interest
Pelanggan kereta api jarak jauh dan kereta api lokal diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat dan tidak berisiko tertular atau menularkan covid-19.
68 juta orang di Indonesia telah menerima vaksin covid-19 dosis ketiga. Data itu termuat dalam laman covid19.go.id
Sebanyak 46.319 orang menerima booster kedua pada Rabu, (8/3). Total sebanyak 2.815.002 telah dilaporkan menerima vaksin covid-19 dosis yang ke-4.
Kemendikbud-Ristek memberikan diskresi penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di masa pandemi Covid-19 dalam aturan terbaru yang dirilis 29 Juli 2022.
Kemenkes mencatat per 22 Juli 2022 sebanyak 27 orang jemaah haji Indonesia terpapar covid-19 dan saat ini menjalani isolasi mandiri di daerahnya masing-masing.
Studi terbaru mengungkapkan vaksinasi anak mengalami stagnasi dan kemunduran dalam dua dekade terakhir.
Diary, merek perawatan kulit (skin care) asal Bekasi, sukses menembus pasar Vietnam dan Jepang berkat inovasi produk, strategi digital, dan semangat pantang menyerah.
Produksi masker ini. bersamaan dengan produk lain seperti kopi, keripik udang dan coklat lokal membawa Worcas mendapatkan perhatian pasar domestik internasional.
Tahun 2020, sepasang peneliti India mengklaim lockdown global selama pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan suhu permukaan bulan.
Jumlah wisman yang datang langsung ke Bali pada Januari-November 2023 sebanyak 5.782.260 kunjungan, sementara pada periode yang sama tahun 2019 sebanyak 5.722.807 kunjungan.
KETUA Satgas Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan mengungkapkan bahwa human metapneumovirus atau HMPV tidak berpotensi menjadi pandemi seperti yang terjadi pada covid-19.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved