Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Handikin Setiawan & Tjiauw Pao Pheng Menapak Gunung demi Pengidap

(Bus/M-1)
29/3/2020 03:00
Handikin Setiawan & Tjiauw Pao Pheng Menapak Gunung demi Pengidap
(MI/SUMARYANTO BRONTO)

PENGALAMAN pertama mendaki gunung pada September 2018 membawa dampak besar pada Handikin Setiawan. Meski pendakian Gunung Batur di Bali itu buah ketidaksengajaan bahkan layaknya dijebak oleh sang kawan, Handikin pada akhirnya tidak menyesal sama sekali.

"Naik Gunung Batur di Bali itu pun dijebak sama temen. Itu pengalaman pertama saya yang menyakitkan karena mendaki tanpa persiapan dan badan saya masih gemuk," ungkap Handikin saat menjadi tamu Kick Andy.

Dari pengalaman pertama itu, Handikin kemudian jatuh cinta pada kegiatan mendaki. Bukan hanya utnuk menikmati pemandangan alam yang luar biasa, ia sadar bahwa mendaki gunung dapat menjadi cara menuju hidup sehat.

Kegiatan mendaki pun makin menyenangkannya ketika pada awal 2019 ia berhasil meyakinkan sang istri, Tjiauw Pao Pheng, untuk ikut bergabung. Berdua mereka kemudian merencanakan pergi ke Merbabu dan Bromo.

Keberhasilan mendaki satu gunung membawa Handikin berencana membuat pencapaian yang lebih besar, yakni menaklukkan Everest. Ide itu, imbuh dia, sesungguhnya telah muncul saat mempersiapkan kepergian ke Merbabu dan Bromo. Bukan demi kebanggaan diri semata, ia ingin pendakian ke Everest itu sekaligus menjadi bentuk kegiatan sosial.

"Saya merasa mendaki Everest Base Camp itu adalah trip besar dalam hidup kami. Kami langsung cari provider untuk pergi di bulan Oktober. Namun, kami enggak mau hanya mendaki. Sayang kalau cuma untuk senang-senang," terang Handikin.

Selepas pulang dari pendakian di Gunung Merbabu, Handikin mendapatkan tujuan mulianya untuk pendakian Everest. Hal itu berawal dari kondisi yang dialami sang ibu mertua, yang baru divonis menderita penurunan fungsi otak atau yang biasa dikenal dengan

sebutan alzheimer. Untuk menghormati sang mertua, ia pun mendedikasikan rencana pendakian besarnya ke puncak Everest sebagai media penggalangan dana untuk penderita alzheimer di Indonesia.

"Kami sama sekali tidak tahu tentang alzheimer. Setelah kami cari tahu, ternyata itu penurunan fungsi otak. Tahu bahwa itu dekat dengan kami, saya kepikiran kenapa enggak kampanye untuk yayasan yang fokus alzaimer saja," jelasnya yang kemudian menghubungi Yayasan Alzheimer Indonesia untuk memantapkan soal penggalangan dana itu.

Tantangan terberat

Namun, penggalangan dana itu justru tidak disambut kerabat

terdekatnya. Bahkan, penggalangan dana yang mereka lakukan selama enam bulan sebelum berangkat ke Everest itu juga tidak disambut baik platform penggalangan dana daring luar negeri. Platform itu kurang menyambut karena kelompok target yang merupakan warga Indonesia.

Handikin mengaku pengalaman penggalangan dana menjadi pengalaman yang mengubah pandangan hidup mereka. "Kami sempet bilang ke Yayasan Alzheimer Indonesia, kalau sampai enggak nyampai US$10.000, enggak apa-apa ya karena kami mendapatkan respons yang enggak disangka-sangka dari teman-teman dekat," tambahnya.

Meski berat, penggalangan dana itu akhirnya sukses memenuhi target yang dijanjikan kepada pihak Yayasan Alzheimer Indonesia melalui platform penggalangan dana dalam negeri, Kitabisa.com. Dana sebesar Rp198 juta kemudian diserahkan kepada Yayasan Alzheimer Indonesia untuk membantu perawatan para penderita alzheimer di Indonesia.

Handikin pun mengungkapkan bahwa tantangan penggalangan dana terasa jauh lebih berat ketimbang pendakian. "Mendaki itu urusan fisik, kumpulin dana itu yang lebih painfull. Setelah berhasil kumpulin dana, kami enggak ada beban. Mendaki itu jadi celebrate kami.

Meski mendaki capek, kami enggak mau kecewain orang-orang yang udah

kumpulin dana, kami enggak ngerasa terbebani, ini kita nikmati," ujar Handikin.

Dalam pendakian ke Gunung Everest di Nepal, Handikin dan Pao harus

menempuh jarak sekitar 120 kilometer yang berselimut udara dingin sebelum mencapai titik yang mereka tuju, Everest Base Camp, di ketinggian 5.360 mdpl. Mereka harus melakukan perjalanan selama 12 hari, yang terdiri atas 8 hari pendakian naik dan 4 hari waktu untuk turun, serta harus berjalan sekitar 5-6 jam perjalanan per hari.

Pendakian yang berat ke puncak Everest tidak membuat keduanya kapok.

Mereka berharap suatu hari masih diberi kesempatan untuk melanjutkan pendakian bagi penderita alzheimer dengan rencana yang lebih matang lagi.

"Jangan terlalu sibuk menjalani hidup sehingga lupa untuk make it

meaningfull. Alzheimer ini bagi kami adalah penyakit yang sangat menyebalkan. Tapi kami berusaha untuk mengubah kesebalan pada penyakit ini dengan cara berbuat sesuatu yang lebih bermanfaat," pungkas Handikin. (Bus/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
  • Ciptakan Usaha yang Jadi Solusi untuk Masyarakat

    03/11/2024 05:45

    Dewasa ini, sudah banyak bermunculan produk mi instan alami atau mi sehat yang mengeklaim menggunakan bahan-bahan alami dalam proses produksi mereka

  • Beri Peluang Anak Muda untuk Kembangkan Diri

    03/11/2024 05:40

    MASALAH pengangguran hingga saat ini tidak lepas membayangi masyarakat Indonesia.

  • Anak Penjahit yang Jadi Rektor

    13/10/2024 05:30

    Perjalanan perkuliahan Asep tidak mudah. Ia bahkan sempat dipenjara karena menjadi salah satu mahasiswa yang terlibat penyebaran buku putih yang isinya kisah gurita bisnis Presiden Soeharto.

  • Jatuh Bangun Membangun Bisnis di Usia Muda

    29/9/2024 05:30

    Setelah masalah selesai, Fikrang pun menutup bisnis aplikasinya itu, namun dia tidak kapok untuk berbisnis.

  • Drama Kudeta di Kadin

    22/9/2024 05:30

    Arsjad mengatakan sebaiknya kisruh di Kadin bisa diselesaikan secara internal tanpa dipolitisasi lebih jauh.

  • Bule Sabang Merauke

    15/9/2024 05:30

    Media sosial sempat diramaikan video seorang bule yang membantu warga membangun jembatan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.