Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
ADA yang berbeda dengan pameran fotografi yang disajikan oleh Darwis Triadi bulan ini. Mengambil tajuk 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja', Fotografer senior yang karya-karyanya sering tampil di beberapa majalah kaliber nasional maupun internasional ini, sengaja mengajak dua orang seniman dari disiplin yang berbeda untuk berkolaborasi dalam eksibisi peringatan 40 tahun berkarya 'Merajut Nusantara'.
Mereka adalah Maestro Sastra Indonesia Sapardi Djoko Damono dan Desainer Kebaya Kenamaan Tanah Air, Fera Anggraeni. Bertempat di Museum Nasional, Jakarta, Pameran kolaborasi ini diselenggarakan dari 20 Februari 2020 hingga 20 Maret 2020.
Eksebisi kolaborasi tiga seniman ini sengaja mengusung konsep 'lintas-wahana' yaitu interpretasi seni dalam media yang berbeda. Dalam pameran tersebut turut dihadirkan sajak-sajak Sapardi yang bertemakan perempuan yang diinterpretasikan oleh Darwis dan Fera dalam media yang berbeda. Puisi yang berjudul 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja' dari penyair 79 tahun itu pun dipilih sebagai tajuk utama dalam pameran kolaborasi ini.
"Ini sangat menarik, siapa yang tidak mengenal Sapardi Djoko Damono, beliau adalah seorang penulis yang luar biasa dan saya rasa beliau ini merupakan seorang legenda hidup sampai sekarang ini. Beliau mulai menulis sejak tahun 50-an dan sampai detik ini masih produktif menulis, tulisan-tulisan beliau tersebutlah yang akan mengerangkai pameran kolaborasi kali ini tentu saja bersama dengan desain-desain kebaya dari Fera," terang Darwis dalam pembukaan Pameran Kolaborasi Lintas Generasi 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja'.
Karya indah dari tiga seniman lintas disiplin itu pun dapat menyatu dan saling melengkapi secara estetik dalam satu perspektif visual yang khas ketika dipersandingkan antara satu dengan yang lain. Proses penyatuan tersebut pun diabadikan dalam bentuk buku 'Art Photography' yang berjudul sama, 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja'. Buku 'Art Photography' inilah yang dirilis untuk mengawali pameran kolaborasi yang akan berlangsung hingga 20 Maret nanti.
"Bagi saya ini adalah pameran besar saya, sekalian juga ada peluncuran buku kolaborasi saya dengan Pak Sapardi dengan Fera, kebetulan ini semua temanya tentang Kebaya. Buat saya ini sangat luar biasa karena bisa dipertemukan dengan Fera dan Pak Sapardi," terang Darwis.
Sapardi mengaku terkesan dengan pameran tersebut dan tidak malu belajar dengan generasi yang lebih muda darinya. Penulis sajak 'Hujan di Bulan Juli' ini mengaku iri dengan anak-anak muda yang berprestasi dan mau memberikan kontribusi yang nyata bagi Tanah Air.
"Mereka itu sangat luar biasa, makanya saya memaksakan diri untuk belajar dari yang muda-muda ini," ungkap penyair kelahiran Surakarta ini kepada Media Indonesia.
"Ini adalah pameran lintas-wahana, jadi dari puisi saya, seniman lain menginterpretasikan ide yang saya tulis ke dalam media seni yang lain. Itu yang namanya lintas-wahana, dan menurut saya Mas Darwis dan Fera berhasil mewujudkan apa yang saya tulis dalam karya-karya mereka yang medianya berlainan," tambah penyair yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. (M-4)
Hadania meluncurkan dua buku seni, “39 is 0” dan “My Rhapsody in Blue”, serta kartu oracle Sacred Feminine,
GUNTUR Soekarno baru saja menutup pameran fotonya bertajuk Gelegar Foto Nusantara Potret Sejarah dan Kehidupan oleh Guntur Soekarno.
Muzakki Ramdhan menuturkan bahwa dia, sejak berusia enam tahun, sudah tertarik dengan pembuatan film dan sering belajar dari insan-insan senior film saat syuting.
Mengadopsi konsep Trinity Lenses yang populer di kalangan fotografer profesional, Xiaomi 15 Ultra menghadirkan tiga panjang fokus esensial dalam ranah mobile photography
Ponsel itu menghadirkan kemampuan fotografi dan videografi dengan kualitas tinggi di segala situasi, berkat hadirnya lensa optik Leica Summilux.
Melalui konsep hands-on experience, pengunjung dapat mencoba langsung berbagai fitur unggulan.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved