Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Kolaborasi Membaca Sapardi

Bagus Pradana
05/3/2020 16:44
Kolaborasi Membaca Sapardi
Penyair Sapardi Djoko Damono(Antara)

ADA yang berbeda dengan pameran fotografi yang disajikan oleh Darwis Triadi bulan ini. Mengambil tajuk 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja', Fotografer senior yang karya-karyanya sering tampil di beberapa majalah kaliber nasional maupun internasional ini, sengaja mengajak dua orang seniman dari disiplin yang berbeda untuk berkolaborasi dalam eksibisi peringatan 40 tahun berkarya 'Merajut Nusantara'.

Mereka adalah Maestro Sastra Indonesia Sapardi Djoko Damono dan Desainer Kebaya Kenamaan Tanah Air, Fera Anggraeni. Bertempat di Museum Nasional, Jakarta, Pameran kolaborasi ini diselenggarakan dari 20 Februari 2020 hingga 20 Maret 2020.

Eksebisi kolaborasi tiga seniman ini sengaja mengusung konsep 'lintas-wahana' yaitu interpretasi seni dalam media yang berbeda. Dalam pameran tersebut turut dihadirkan sajak-sajak Sapardi yang bertemakan perempuan yang diinterpretasikan oleh Darwis dan Fera dalam media yang berbeda. Puisi yang berjudul 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja' dari penyair 79 tahun itu pun dipilih sebagai tajuk utama dalam pameran kolaborasi ini.

"Ini sangat menarik, siapa yang tidak mengenal Sapardi Djoko Damono, beliau adalah seorang penulis yang luar biasa dan saya rasa beliau ini merupakan seorang legenda hidup sampai sekarang ini. Beliau mulai menulis sejak tahun 50-an dan sampai detik ini masih produktif menulis, tulisan-tulisan beliau tersebutlah yang akan mengerangkai pameran kolaborasi kali ini tentu saja bersama dengan desain-desain kebaya dari Fera," terang Darwis dalam pembukaan Pameran Kolaborasi Lintas Generasi 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja'.

Karya indah dari tiga seniman lintas disiplin itu pun dapat menyatu dan saling melengkapi secara estetik dalam satu perspektif visual yang khas ketika dipersandingkan antara satu dengan yang lain. Proses penyatuan tersebut pun diabadikan dalam bentuk buku 'Art Photography' yang berjudul sama, 'Perempuan yang Tak Bisa Dieja'. Buku 'Art Photography' inilah yang dirilis untuk mengawali pameran kolaborasi yang akan berlangsung hingga 20 Maret nanti.

"Bagi saya ini adalah pameran besar saya, sekalian juga ada peluncuran buku kolaborasi saya dengan Pak Sapardi dengan Fera, kebetulan ini semua temanya tentang Kebaya. Buat saya ini sangat luar biasa karena bisa dipertemukan dengan Fera dan Pak Sapardi," terang Darwis.

Sapardi mengaku terkesan dengan pameran tersebut dan tidak malu belajar dengan generasi yang lebih muda darinya. Penulis sajak 'Hujan di Bulan Juli' ini mengaku iri dengan anak-anak muda yang berprestasi dan mau memberikan kontribusi yang nyata bagi Tanah Air.

"Mereka itu sangat luar biasa, makanya saya memaksakan diri untuk belajar dari yang muda-muda ini," ungkap penyair kelahiran Surakarta ini kepada Media Indonesia.

"Ini adalah pameran lintas-wahana, jadi dari puisi saya, seniman lain menginterpretasikan ide yang saya tulis ke dalam media seni yang lain. Itu yang namanya lintas-wahana, dan menurut saya Mas Darwis dan Fera berhasil mewujudkan apa yang saya tulis dalam karya-karya mereka yang medianya berlainan," tambah penyair yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik