Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MENCAIRNYA lapisan es beku (permafrost) yang terjadi secara besar-besaran di kawasan Kutub Utara, diperkirakanberdampak pada meningkatnya jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer hingga 50%.
Seperti dilansir dailymail.co.uk, para ahli mengkhawatirkan runtuhnya lapisan es (permafrost) yang terjadi di kawasan Kutub Utara berpotensi melepaskan gas rumah kaca yang telah terperangkap selama ribuan tahun di dalamnya.
Permafrost di Kutub Utara mengandung batu, tanah, pasir, dan kantong-kantong es yang masih murni. Kandungan karbonnya juga sangat kaya karena terdiri dari sisa-sisa makhluk hidup seperti tanaman, hewan, dan mikroba yang pernah hidup di Kutub Utara. Kandungan ini tidak terurai selama ribuan tahun karena membeku dalam jangka waktu relatif lama.
Lapisan Permafrost di Kutub Utara yang diprediksi mencair secara ekstrem dalam beberapa dekade ke depan ini, meliputi area yang hampir sebesar gabungan Kanada dan Amerika Serikat. Area ini diperkirakan menampung sekitar 1.500 miliar ton karbon, atau setara dengan 2 kali lipat karbon dari yang sekarang ada di atmosfer bumi.
"Pencairan ekstrem terdekat diperkirakan menyasar 20 % dari lahan beku di Kutub Utara, hal itu diproyeksi akan meningkatkan pelepasan karbon sekitar 50% di atmosfer," terang Dr. Merritt Turetsky selaku ahli ekologi dari University of Colorado.
Sebagian wilayah di Kutub Utara, tepatnya di sebagian kawasan sub Artik dan Rusia bagian utara, dahulu merupakan lahan dengan topografi curam, kini sudah mulai melunak karena banyak tebing es yang mulai mencair. Pencairan yang tak terduga ini seringkali bahkan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang mendiami lokasi tersebut.
Hingga saat ini masih belum bisa dipastikan jumlah metana dan karbon dioksida yang lepas akibat runtuhnya permafrost di kawasan ini.
"Kami memperkirakan bahwa pencairan lapisan es mendadak di kawasan Kutub Utara ini akan melepaskan sebanyak 60 hingga 100 miliar ton karbon ke atmosfer hingga tahun 2300," ujar Dr. Turetsky.
Namun sangat disayangkan model perhitungan iklim saat ini tidak memperhitungkan kemungkinan keruntuhan permafrost yang terjadi dan jumlah gas yang mungkin dilepaskan akibat keruntuhan tersebut.
"Pencairan permafrost ini terjadi tiba-tiba dan sangat cepat. Hutan dapat menjadi danau, tanah longsor dapat terjadi tanpa peringatan, dan lubang metana yang tidak terlihat sewaktu-waktu bisa melepaskan berton-ton gas metan ke atmosfer," pungkas Dr Turetsky.
Temuan lengkap dari penelitian ini juga dapat dibaca dalam jurnal Nature Geoscience. (M-4)
Mencairnya gletser memuci letusan gunung api yang lebih sering dan eksplosof, yang memperparah krisis iklim.
Penelitian terbaru mengungkap hilangnya hutan tropis menyebabkan pemanasan global berkepanjangan setelah peristiwa Great Dying 252 juta tahun lalu.
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Meski dunia menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat celcius, pencairan lapisan es di dunia tetap melaju tak terkendali.
Peningkatan suhu juga sangat dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca (GRK), seperti karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Penyebab Pemanasan Global: Faktor & Dampak Buruknya. Pemanasan global mengkhawatirkan? Pelajari penyebab utama, faktor pendorong, dan dampak buruknya bagi bumi. Temukan solusinya di sini!
Studi ungkap letusan vulkanik Franklin dan pelapukan batuan cepat 720 juta tahun lalu memicu peristiwa Snowball Earth yang membekukan seluruh planet.
Tahun 2023 catat gelombang panas laut terbesar dan terlama. Fenomena ini rusak ekosistem, ganggu perikanan, dan jadi sinyal titik balik iklim.
Penelitian ungkap lahan gambut Amazon Peru berubah dari penyerap karbon menjadi netral karbon akibat cahaya berlebih dan penurunan muka air.
ICJ mengeluarkan putusan bagi negara-negara untuk saling menggugat terkait perubahan iklim.
Indonesia menghadapi ancaman krisis planetari, termasuk perubahan iklim, pencemaran lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
INDONESIA memperkuat posisinya menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 yang ditegaskan dalam Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved