Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SEBUAH lahan gambut di hutan Amazon Peru yang biasanya berfungsi sebagai penyerap karbon kini berubah menjadi netral karbon. Di mana berartinya ia menyerap dan melepaskan karbon dalam jumlah hampir seimbang.
Temuan ini dipublikasikan pada 30 Juni di Geophysical Research Letters dan menimbulkan pertanyaan penting tentang masa depan ekosistem gambut tropis.
Lahan gambut memainkan peran vital dalam siklus karbon. Di Peru, gambut hanya mencakup kurang dari 5% wilayah negara (sekitar 56.000 km²), tetapi mampu menyimpan 5 gigaton karbon di bawah tanah. Jumlah yang setara dengan seluruh karbon yang tersimpan di vegetasi atas tanah di Peru.
Secara global, gambut hanya mencakup 3% daratan dunia, namun menyimpan lebih dari 550 gigaton karbon, dua kali lipat dibandingkan seluruh hutan di Bumi.
“Meski area gambut kecil, perannya sebagai gudang karbon sangat besar,” jelas Jeffrey Wood, biometeorolog dari University of Missouri sekaligus penulis utama studi ini.
Wood dan timnya meneliti gambut di Cagar Alam Hutan Quistococha, Peru. Ekosistem ini, dikenal sebagai aguajales, didominasi pohon palem moriche (Mauritia flexuosa). Selain penting bagi masyarakat lokal, buah palem ini juga menjadi makanan burung macaw, monyet, tapir, dan berbagai satwa lainnya.
Dalam kondisi normal, tanaman di kawasan rawa ini menyerap karbon dioksida (CO?) melalui fotosintesis. Namun karena tanahnya selalu tergenang air, daun dan ranting yang mati tidak sepenuhnya membusuk, melainkan terperangkap menjadi lapisan gambut, menjaga karbon tetap tersimpan di dalam tanah.
Namun pada 2022, kawasan ini berubah dari penyerap karbon kuat pada 2018–2019 menjadi netral karbon, tanpa adanya penebangan, pengeringan, badai, atau kekeringan ekstrem.
Tim menemukan dua faktor utama:
“Di hutan hujan seperti Amazon, tanaman terbiasa dengan naungan awan. Ketika cahaya terlalu banyak, justru membuat fotosintesis menurun,” jelas Wood.
Para ahli menilai fenomena ini perlu dilihat dengan hati-hati. Chris Evans, ahli biogeokimia gambut dari UK Centre for Ecology & Hydrology, menekankan bahwa gambut alami wajar mengalami fluktuasi—kadang menjadi penyerap karbon, kadang netral—tergantung kondisi cuaca dan muka air.
“Saya tidak melihat ini sebagai bukti perubahan permanen dalam keseimbangan karbon,” kata Evans.
Namun, perubahan iklim dan aktivitas manusia di wilayah sekitar tetap bisa memengaruhi. Deforestasi dan perubahan tutupan lahan dapat mengubah pola cuaca lokal, yang kemudian berdampak pada gambut.
Jean Ometto, peneliti di Brazilian National Space Research Institute, menambahkan bahwa penurunan muka air tanah di Amazon akibat kekeringan berulang bisa menjadi masalah permanen jika iklim terus berubah.
Temuan ini menyoroti betapa rapuhnya keseimbangan karbon di gambut tropis. Jika lahan gambut kehilangan kemampuannya menyerap karbon, ia bisa menjadi sumber emisi besar-besaran.
“Kita tidak perlu panik, tapi harus berpikir serius bagaimana melindungi gambut yang masih sehat dan memulihkan yang rusak agar tetap mampu menyimpan karbon di masa depan,” ujar Lydia Cole, ahli ekologi konservasi dari University of St Andrews, Skotlandia. (Live Science/Z-2)
Nilai perdagangan di bursa karbon Indonesia (IDXCarbon) sejak peluncuran September 2023 hingga Juni 2024 mencapai Rp36,7 miliar.
PT Toyota-Astra Motor (TAM) menghadirkan formasi lengkap kendaraan elektrifikasi (xEV) sebagai implementasi Multi Pathway Strategy di pameran GIIAS 2024 di Hall 5B ICE BSD City,
Gelaran acara ini merupakan sebuah upaya untuk memberikan edukasi pentingnya untuk menurunkan jejak karbon yang dapat dimulai dari hal-hal kecil sehari-hari kepada masyarakat.
Untuk mengurangi biaya dalam pengembangan dan produksi, perusahaan telah melakukan berbagai pendekatan di antaranya adalah pengurangan penggunaan jumlah logam mulia yang signifikan.
Selain melakukan kampanye peningkatan kesadaran terhadap pentingnya netralitas karbon, sejak beberapa tahun terakhir Toyota secara aktif telah melakukan aksi pengurangan emisi karbon.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved