Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Kenali Karakteristik Lagu Pendukung Produktivitas Kerja

Galih Agus Saputra
31/5/2019 19:50
Kenali Karakteristik Lagu Pendukung Produktivitas Kerja
Jenis lagu tertentu terbukti dapat memengaruhi produktivitas kerja.(AFP/GETTY IMAGES/ETHAN MILLER)

Mendengarkan musik dewasa ini kerap dianggap memiliki pengaruh terhadap tingkat kreativitas maupun produktivitas kerja. Kolumnis asal Amerika, Stephen King, pernah mengatakan bahwa ia biasa mendengarkan Anthrax, Judas Priest, atau Metallica saat menulis. Penyair sekaligus novelis Charles Bukowski bahkan pernah mengatakan, setidaknya dia membutuhkan cerutu, wiski, dan musik klasik demi menulis 10 halaman setiap hari.

Tetapi, apakah mendengarkan daftar putar (playlist) lagu itu benar-benar sesuai dengan anggapan tersebut? Profesor Departemen Musik, Universitas Birmingham, Maria AG Witek baru-baru ini mengemukakan, mencari korelasi musik dengan tingkat kreativitas maupun produktivitas bukan perkara mudah. Sebab, menurut Maria, setiap jenis musik itu memiliki berbagai macam "respons", sekaligus memiliki kerterkaitan dengan kepribadian maupun selera pengengarnya.

Sebagaimana dilansir Elemental, Maria mengatakan bahwa jenis musik yang baik untuk didengarkan saat bekerja seharusnya tidak memiliki vokal. Suara penyanyi atau lirik dianggap memicu distraksi terhadap konsentrasi seorang penulis atau pekerja pada umumnya. Meski demikian, menurutnya, pekerja pada dasarnya dapat memilih musik dengan irama pelan, lembut, dan berulang jika ingin meningkatkan konsentrasi.

Suara air terjun, aliran sungai, atau suara hutan hujan bahkan dapat menjadi solusi alternatif untuk menghalau suara yang mengganggu di lingkungan kerja, seperti suara mobil, mesin cetak atau fotokopi, aktivitas industri bangunan, maupun obrolan ringan antarrekan kerja.

"Karakteristik lagu memiliki pengaruh terhadap tingkat gairah fisiologis dan perhatian pendengar yang bertindak secara stimulan. Musik dengan tingkat gairah yang tinggi sering memiliki tingkat peristiwa yang lebih tinggi pula dalam setiap unit waktu sehingga memiliki potensi amat besar terhadap terjadinya gangguan, karena pendengar akan lebih fokus pada proses dalam irama musik itu sendiri ketimbang tugas yang sedang dia hadapi," tutur Maria.

Anggota Tim Ilmu Otak, Universitas Cambridge, Tram Nguyen, pun sempat menemukan bukti bahwa lagu dengan tempo rendah ternyata dapat menguntungkan sejumlah area otak yang bertanggung jawab terhadap memori untuk menyelesaikan tugas.

Dalam sebuah penelitian yang pernah terbit dalam jurnal Psychomusicology (2017), Tram dan seorang rekannya meminta sejumlah orang untuk mendengarkan musik yang dinilai memiliki potensi untuk mengubah suasana hati atau "rangsangan" tertentu. Orang-orang itu kemudian mendengarkan lagu tersebut sambil menyelesaikan tugas masing-masing, sementara Tram dan rekannya menguji kemampuan orang-orang tersebut untuk mengingat kata dan wajah.

Hasilnya, Tram dan rekan menemukan fakta bahwa musik dengan tempo rendah sekaligus melodi minor, yang biasanya dikaitkan dengan kesedihan, ternyata lebih ampuh untuk meningkatkan kinerja memori otak. "Sebaliknya, musik dengan gairah atau tempo tinggi sering memiliki lebih banyak potensi untuk mendistraksi mereka," kata Tram.

Kriteria tempo rendah itu kata Tram, selanjutnya juga dapat ditemukan dalam lagu-lagu seperti lo-fi hip-hop yang dewasa ini banyak tersebar atau sangat populer di laman daring. Komposisinya, biasanya sering menampilkan suara seorang gadis menangis dengan lembut, atau hujan yang repetitif, yang dapat menimbulkan kesan kesuraman yang menenangkan dan nyaman.

Senada dengan Tram, Asisten Profesor Musik, Hampden Sydney College, Victor Szabo yang saat ini sedang menulis buku tentang genre musik juga menjelaskan bahwa, musik lo-fi atau jazz dapat membuat pendengarnya merasa aman. Jenis musik itu sering menampilkan pengulangan suara atau nada yang berkelanjutan sehingga memungkinkan otak untuk memprediksi suasana dengan mudah melalui perhatian bawah sadarnya.

"Pendengar dapat mengalihkan perhatian mereka dari suara di sekitarnya, ke suara yang didengar dalam musiknya tanpa terkejut atau terlempar. Kinerja efek ini prosesnya seperti kepompong," terang Szabo. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya