Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dunia Hycean: Peluang Terbaik JWST untuk Mendeteksi Tanda Kehidupan di Luar Bumi

Thalatie K Yani
24/3/2025 10:08
Dunia Hycean: Peluang Terbaik JWST untuk Mendeteksi Tanda Kehidupan di Luar Bumi
Eksoplanet Hycean berpotensi menjadi target terbaik bagi JWST dalam mencari tanda-tanda kehidupan.( Amanda Smith, Nikku Madhusudhan)

DUNIA Hycean, yaitu jenis eksoplanet yang kemungkinan memiliki lautan dalam yang dikelilingi lapisan tebal hidrogen, bisa menjadi peluang terbaik bagi Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) untuk mendeteksi biosignature (tanda-tanda kehidupan), menurut sebuah studi baru.

Tanda-tanda kehidupan potensial itu berupa sekelompok bahan kimia yang disebut metil halida, yang di Bumi diproduksi beberapa jenis bakteri dan alga laut.

"Berbeda dengan planet mirip Bumi, di mana kebisingan atmosfer dan keterbatasan teleskop membuat pendeteksian biosignature menjadi sulit, planet Hycean memberikan sinyal yang jauh lebih jelas," kata Eddie Schwieterman, seorang astrobiolog dari Universitas California, Riverside, dalam sebuah pernyataan.

Saat ini, keberadaan planet Hycean masih bersifat hipotetis. Nama "Hycean" merupakan gabungan dari kata "hydrogen" (hidrogen) dan "ocean" (lautan), yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2021 oleh ilmuwan planet Nikku Madhusudhan dari Universitas Cambridge.

Planet Hycean diperkirakan mengorbit bintang katai merah, dan kandidat terbaik untuk jenis dunia ini adalah planet K2-18b. Eksoplanet ini, yang dikategorikan sebagai dunia "sub-Neptunus," berada di zona layak huni dari bintang katai merah yang berjarak 124 tahun cahaya dari Bumi, di rasi bintang Leo.

Teleskop Hubble menemukan uap air di atmosfer K2-18b pada tahun 2019, dan JWST telah mendeteksi keberadaan karbon dioksida serta metana di atmosfer planet tersebut, tanpa adanya karbon monoksida dan amonia—sesuai dengan prediksi hipotesis planet Hycean. Selain itu, ada bukti awal bahwa senyawa bernama dimetil sulfida, yang di Bumi hanya dihasilkan oleh plankton laut, juga ada di atmosfer K2-18b, meskipun temuan ini masih diperdebatkan.

Kini, tim peneliti dari Universitas California, Riverside, dan ETH Zurich di Swiss telah melangkah lebih jauh. Mereka mengusulkan bahwa keluarga senyawa lain yang disebut metil halida, yang di Bumi dihasilkan oleh kehidupan mikroba laut, dapat menjadi biosignature—yaitu tanda kimia dari keberadaan kehidupan—di atmosfer dunia Hycean yang lebih mudah dideteksi dibandingkan oksigen di planet mirip Bumi.

"Oksigen saat ini sulit atau bahkan mustahil untuk dideteksi di planet mirip Bumi," kata Michaela Leung dari Universitas California, Riverside, penulis utama makalah baru yang menggambarkan penelitian ini. "Namun, metil halida di dunia Hycean menawarkan peluang unik untuk dideteksi dengan teknologi yang ada saat ini."

Metil halida adalah molekul yang mengandung atom karbon dan tiga atom hidrogen yang terikat pada atom halogen seperti bromin, klorin, atau fluor. (Halogen adalah kelompok unsur non-logam yang reaktif.) Di Bumi, metil halida diproduksi oleh kehidupan, tetapi jumlahnya tidak banyak di atmosfer.

Namun, di dunia Hycean, kondisinya bisa berbeda. Tim Leung menduga bahwa kondisi di planet semacam itu, jika memang ada, memungkinkan metil halida terakumulasi dalam jumlah besar di atmosfer. Selain itu, metil halida memiliki karakteristik penyerapan yang kuat dalam cahaya inframerah, pada panjang gelombang yang dirancang untuk diamati oleh JWST.

"Salah satu keuntungan besar mencari metil halida adalah, kita bisa menemukannya dalam waktu sekitar 13 jam dengan James Webb. Itu jauh lebih sedikit dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi gas seperti oksigen atau metana," kata Leung. "Semakin sedikit waktu yang dibutuhkan teleskop, semakin murah biayanya."

Namun, ada dua hal yang masih menjadi tantangan bagi hipotesis ini. Pertama, kita belum tahu apakah dunia Hycean benar-benar ada. Konsep ini diusulkan untuk menjelaskan karakteristik beberapa planet tipe sub-Neptunus yang memiliki kepadatan rata-rata yang menunjukkan adanya atmosfer hidrogen tebal dan lautan air cair yang dalam. Namun, mengamati lautan di bawah lapisan hidrogen tersebut saat ini belum memungkinkan.

Kedua, kita belum tahu apakah lautan di dunia Hycean dapat dihuni. Planet Hycean akan memiliki suhu tinggi, dan meskipun kondisi ekstrem di bawah lapisan hidrogen akan mencegah lautan menguap, tidak diketahui apakah suhu tersebut terlalu panas untuk kehidupan sebagaimana yang kita kenal. Namun, jika metil halida benar-benar terdeteksi di atmosfer sebuah kandidat dunia Hycean, itu bisa menjadi indikasi kuat bahwa kehidupan mungkin ada di lautan dalamnya.

Jika kehidupan memang ada di dunia seperti itu, organisme tersebut harus bernapas hidrogen, bukan oksigen.

"Mikroba ini, jika ditemukan, akan bersifat anaerob," kata Schwieterman. "Mereka akan beradaptasi dengan lingkungan yang sangat berbeda, dan kita belum bisa membayangkan seperti apa bentuknya, kecuali bahwa gas-gas ini merupakan keluaran yang masuk akal dari metabolisme mereka."

Kehidupan anaerob—yaitu kehidupan yang tidak bergantung pada oksigen—sudah ada di Bumi, jadi hal ini tidak sepenuhnya asing, meskipun lingkungan tempat mereka hidup di dunia Hycean akan sangat berbeda dari Bumi.

Planet mirip Bumi yang mengorbit bintang katai merah mungkin jarang ditemukan, karena bintang ini dikenal sebagai objek yang sering memancarkan radiasi keras yang dapat mengikis atmosfer planet. Namun, dunia Hycean yang dilindungi oleh atmosfer hidrogen tebal mungkin lebih tahan terhadap serangan dari bintangnya.

Dengan demikian, dunia Hycean mungkin menjadi tempat di mana kehidupan bisa bertahan di sistem bintang katai merah. Mengingat bintang katai merah membentuk sekitar tiga perempat dari semua bintang di galaksi Bima Sakti, jumlah dunia Hycean yang layak huni bisa jauh lebih banyak dibandingkan planet mirip Bumi. (Space/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya