Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DALAM sebuah pendakian di Pegunungan Alpen Italia, seorang wanita secara tak sengaja menemukan sisa-sisa ekosistem berusia 280 juta tahun, termasuk jejak kaki reptil, fosil tanaman, dan bahkan bekas tetesan air hujan. Penemuan ini dikonfirmasi oleh para peneliti dan dianggap sebagai bukti penting dari ekosistem kuno yang pernah ada di kawasan tersebut.
Claudia Steffensen sedang berjalan di belakang suaminya di Taman Pegunungan Valtellina Orobie, Lombardy, pada tahun 2023, ketika dia menginjak sebuah batu yang terlihat seperti lempengan semen. "Saya kemudian melihat pola melingkar yang aneh dengan garis-garis bergelombang," ungkap Steffensen kepada The Guardian. "Saat saya memperhatikan lebih dekat, saya menyadari bahwa itu adalah jejak kaki."
Para ilmuwan menganalisis batu tersebut dan mengungkap bahwa jejak kaki itu berasal dari reptil prasejarah, membuka kemungkinan adanya lebih banyak petunjuk tersembunyi di kawasan Pegunungan Alpen. Tim peneliti pun melakukan beberapa ekspedisi ke lokasi penemuan dan berhasil mengidentifikasi ekosistem utuh dari periode Permian (299 juta hingga 252 juta tahun lalu), periode yang ditandai dengan pemanasan iklim yang drastis dan berujung pada peristiwa kepunahan massal terbesar dalam sejarah, dikenal sebagai "Kematian Besar."
Jejak ekosistem yang ditemukan terdiri dari jejak kaki fosil reptil, amfibi, serangga, dan artropoda yang tersusun sejajar, membentuk pola tertentu. Selain itu, ditemukan pula jejak benih, daun, dan batang tanaman, serta bekas tetesan air hujan dan riak gelombang yang terbentuk di tepi danau purba.
Penemuan ini mengejutkan para ilmuwan karena lokasi jejak ekosistem tersebut berada di ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut. Sisa-sisa ekosistem ini ditemukan dalam lapisan batu pasir halus yang terbentuk di tepian sungai dan danau kuno, yang kemudian mengering secara musiman. Detail kecil seperti bekas cakaran dan pola di bagian bawah perut hewan berhasil terawetkan dengan sempurna.
Para peneliti mengidentifikasi bahwa jejak tersebut berasal dari setidaknya lima spesies hewan berbeda, beberapa di antaranya berukuran sebesar komodo modern (Varanus komodoensis), dengan panjang antara 2 hingga 3 meter.
"Saat itu, dinosaurus belum ada, tetapi hewan-hewan yang meninggalkan jejak kaki terbesar ini pasti berukuran sangat besar," ujar Cristiano Dal Sasso, seorang paleontolog vertebrata di Museum Sejarah Alam Milan, yang pertama kali meneliti temuan ini.
Selain mengungkap kehidupan prasejarah, penelitian ini juga memberikan wawasan tentang perubahan iklim saat ini. Banyak fosil yang ditemukan mungkin akan tetap tersembunyi seandainya lapisan es dan salju di Pegunungan Alpen tidak mencair dengan cepat akibat pemanasan global.
"Fosil-fosil ini adalah saksi bisu dari zaman geologi yang jauh, tetapi juga mencerminkan tren pemanasan global yang kita alami sekarang," ujar para peneliti. (Live Science/Z-10)
Hampir semua sudut di Swiss memiliki daya tarik yang menakjubkan. Mulai dari gletser, pegunungan, sungai, hingga bangunan bersejarah yang megah
Tanaman air invasif Lukut, meskipun bukan asli dari danau-danau ultra-oligotrofik di Sulawesi, telah menyebar dengan cepat dan berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem perairan.
PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang seharusnya menjadi tonggak penguatan sistem kesehatan nasional justru dinilai minim koordinasi antarkementerian dan berpotensi merugikan
Anggota DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo menilai pulau kucing yang diwacanakan dibuka di Kepulauan Seribu berisiko mengganggu ekosistem. Menurutnya, wacana itu tak perlu diteruskan.
BPKH dan Islamic Finance News (IFN) berkolaborasi dalam gelaran IFN Indonesia Dialogues 2025 untuk membahas perkembangan, tantangan, dan peluang industri keuangan syariah
Kalau dengar kata serangga, yang terlintas di benak orang biasanya semut, kecoa, atau nyamuk. Padahal serangga memegang peran kunci dalam hampir semua proses ekologi.
Tantangan paling besar adalah bukan agar mahasiswa menggunakan AI melainkan agar dapat membuat AI sendiri..
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved