Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KEBEBASAN berekspresi di ruang digital boleh dilakukan siapa saja selama dilandasi tanggung jawab dan etika. Namun, patut disadari bahwa di ruang digital banyak beragam manusia dengan latar belakang budaya dan pengetahuan yang berbeda-beda.
Kebebasan berekspresi yang melampaui batas berpotensi memecah belah persatuan dan melanggar hukum. Demikian perbincangan yang mengemuka dalam webinar yang bertema “Merawat Kebhinekaan dalam Bingkai Kebangsaan Melalui Literasi Digital”, di Pontianak, Kalimantan Barat, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Founder Komunitas Pandai Komunikasi Ahmadi Neja memaparkan, kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi tak bisa dilepaskan dari kebebasan mencari, menerima, dan berbagi informasi. Kebebasan berekspresi saat ini banyak disalurkan di ruang digital, khususnya di media sosial.
“Tujuan berekspresi di media sosial adalah untuk menjaga relasi sosial, sebagai presentasi diri atau aktualisasi diri, dan bisa juga untuk hiburan menghilangkan rasa jenuh dan bosan,” ucap Ahmadi.
Namun demikian, lanjut Ahmadi, kebebasan berekspresi bukannya tanpa batas. Sebab, ada hal- hal yang dilarang oleh undang-undang dalam berekspresi termasuk di ruang digital sekalipun. Hal-hal yang dilarang tersebut antara lain menyebarkan pornografi anak, menyebarkan ujaran kebencian, menghasut publik, atau ekspresi bernada rasis dan diskriminasi pada kelompok tertentu.
“Dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Mari mengisinya dan menjadikannya ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak tumbuh berkembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa hadir bermartabat,” ujarnya.
Pemimpin Redaksi Majalah EDUPOS Cosmas Gunharjo Leksono menambahkan, agar kebebasan berekspresi tidak kebablasan, patut dibarengi dengan kecakapan digital agar tak mudah terjebak kabar bohong atau informasi yang keliru. Oleh karena itu, menurut dia, setiap informasi yang beredar atau yang diterima harus diperiksa ulang kebenarannya. Ada banyak alat untuk memverifikasi kebenaran sebuah informasi tersebut.
Baca juga : Kecanduan Gawai dan Internet? Ini Cara Mengatasinya
“Selain itu, dalam mengisi konten di ruang digital, prinsip mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa harus dipegang teguh. Semua harus didasarkan pada Pancasila. Berkat Pancasila, Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama bisa bersatu hingga kini,” tuturnya.
Terkait keragaman di Indonesia, dosen dan peneliti Universitas Negeri Jakarta Desi Rahmawati menyampaikan, literasi berdakwah di ruang digital harus memperhatikan delapan elemen. Kedelapan elemen itu adalah kultural, kognitif, konstruktif, komunikatif, percaya diri, kreatif, kritis, dan bertanggung jawab. Keseluruhannya dirangkum dalam ranah etika digital.
“Etika digital ditawarkan sebagai pedoman menggunakan berbagai platform digital secara sadar, bertanggung jawab, berintegritas, dan menjunjung nilai-nilai kebajikan antarinsan dalam menghadirkan diri, kemudian berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi menggunakan media digital,” kata Desi.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Kegiatan itu khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. (RO/OL-7)
Melalui platform online seperti Shopee, brand kecantikan lokal semakin berkembang dan memperluas pasar dengan berbagai fitur dan program yang ditawarkan.
Kehadiran anak-anak sebagai kidsfluencer ini rupanya memicu kekhawatiran akan potensi eksploitasi anak
Studi menunjukkan semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka mengalami perundungan terkait berat badan.
Perubahan ini tidak hanya mencakup penggunaan kata-kata, tetapi juga pada pola komunikasi secara keseluruhan
Slogan pick me mengarah kepada perilaku atau sikap seseorang yang berusaha mendapatkan perhatian dan penerimaan dengan cara menonjolkan diri sebagai pribadi yang berbeda.
BUDAYAWAN Banten Uday Suhada mengecam eksploitasi perempuan Badui yang kini marak dilakukan oleh para konten kreator ke media sosial (medsos).
Kominfo Bersama Indosat Ooredoo Hutchison dan Mastercard, Latih Satu Juta Talenta Keamanan Siber
Kurangi akses media digital atau elektronik dengan memindahkan perangkat elektronik ke ruang yang lebih publik. Sehingga anak-anak akan lebih mudah diawasi.
KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika sempat mencanangkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Layanan Konten empat tahun silam
Menkominfo menegaskan, ‘penyakit kedua’ yang menyertai pandemi Covid-19 itu menimpa pada orang yang tidak bisa membedakan mana informasi yang benar dan dari mana sumbernya.
Saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan digital skills gap, di mana kebutuhan tenaga kerja ahli dalam bidang digital masih belum tercukupi.
Digital Talent Scholarship tidak hanya hadir untuk memenuhi kebutuhan skill di era digital, tetapi sekaligus mempertahankan produktivitas masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved