Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Pemerintah Diminta Tegas Soal Bahaya Rokok

Mahasiswa UIN Jakarta, Risma Meilina, Aulia Nabilah, Putri Mulia Hayati, Inayah Safitri
14/12/2020 17:53
Pemerintah Diminta Tegas Soal Bahaya Rokok
Rokok(Ilustrasi)

PRODUK tembakau merupakan produk yang secara keseluruhan terdiri dari bahan tembakau, sebagai bahan bakunya dan diolah menjadi bahan yang bisa dibakar, dihisap dan atau dihirup asapnya (PP No 99 tahun 2002).

Salah satu produk tembakau adalah rokok. Tembakau dan produk turunannya sudah menjadi masalah kompleks, terutama masalah kesehatan. Besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok telah menempatkan Indonesia pada urutan ketiga dengan konsumsi tembakau tertinggi di dunia.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi merokok pada penduduk usia 18 tahun, yakni dari 7,2% menjadi 9,1% atau setara dengan 7,8 juta anak Indonesia. Menurut data survey perilaku merokok di kalangan remaja oleh Kementerian Kesehatan tahun 2019 yakni, sebanyak 19,2% pelajar merokok (35% laki-lakidan 3,5% perempuan).

Peningkatan prevalensi merokok pada penduduk usia 18 tahun menjadikan Indonesia memiliki sebutan baby smokers countries. Baby smoker adalah calon dan perokok jangka panjang dan menempatkan mereka pada kerusakan kualitas generasi dan kematian dini yang sebenarnya dapat dicegah.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menargetkan prevalensi perokok pada anak harusnya turun menjadi 5,4% pada 2019.

Kebijakan yang telah dibuat pemerintah terkait dengan upaya mengurangi jumlah perokok memang sudah ada, namun komitmen pemerintah dengan penegakan hukum belum dilakukan secara tegas.

Sesuai dengan PP 109 Tahun 2012 di pasal 25 yang menyebutkan bahwa terdapat larangan menjual produk tembakau kepada anak usia dibawah 18 tahun. Pada pasal 46 PP 109 Tahun 2012menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menyuruh anak dibawah usia 18 tahun untuk menjual, membeli atau mengonsumsi produk tembakau.

Namun, kenyataannya masih banyak para pedagang yang menjualkan rokok ke anak yang berusia dibawah 18 tahun. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Sinambela & Somad (2020) kepada beberapa pemilik toko kelontong, mereka mengatakan bahwa walau sudah adanya kebijakan dan larangan terkait menjual rokok kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun, tidak mengurangi sikap mereka dan tetap memberikan rokok apabila ada remaja yang ingin membeli.

Hal ini dikarenakan pendapatan yang dihasilkan dari penjualan rokok lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan produk lain. Lemahnya sanksi dan monitoring yang dilakukan oleh pemerintah membuat penjual mengabaikan kebijakan tersebut.

Jika Peraturan Pemerintah No.109 tahun 2012 dijalankan secara tegas, maka hal tersebut dapat menurunkan angka prevalensi perokok pada usia<18 tahun. Upaya ini juga sebagai peningkatan derajat kesehatan dan angka harapan hidup Indonesia, sehingga dapat mewujudkan visi generasi emas pada tahun 2045 yang bebas dari adiksi rokok.

Maka dari itu kami Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan dengan tegas perlunya:

Pertama, Pemerintah segera mengesahkan revisi dari PP 109 Tahun 2012; Kedua, Penegasan kebijakan dari PP 109 Tahun 2012 oleh pemerintah: Ketiga Menggalakkan sanksi yang berlaku di Peraturan Daerah terkait penjual/pedagang rokok yang melanggar aturan; Keempat, Memberikan perhatian melalui edukasi dengan memberikan informasi kepada penjual rokok agar tidak menjual rokok kepada anak usia <18 tahun; Kelima, Pemerintah Indonesia diharapkan segera menandatangani dan meratifikasi World Health Organizatioan Framework Convention on Tobacco Control.(OL-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya