Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Sempat Bangkrut, Barcelona Harusnya Sudah Dibubarkan

Widhoroso
07/10/2021 00:12
Sempat Bangkrut, Barcelona Harusnya Sudah Dibubarkan
Barcelona(AFP/Josep Lago)

BARCELONA seharusnya sudah 'bubar' April lalu setelah dinyatakan mengalami kerugian 481 juta euro atau sekira Rp7,9 triliun oleh dewan periode sebelumnya. Hal itu diungkapkan CEO Barcelona, Ferran Reverter

Reverter menyebut cara sang mantan presiden, Josep Maria Bartomeu, menjalankan klub dinilai telah membawa bencana. Bartomeu dan jajaran direksinya dinilai merekrut pemain yang sebenarnya tidak mampu mereka beli serta menawarkan gaji selangit. Bartomeu akhirnya mundur pada Oktober 2020 setelah tuntutan suporter kian memanas. Ia digantikan Joan Laporta sejak Maret lalu.

Setelah jajaran dewan yang dibentk Laporta mengaudit pembukuan klub, Reverter mengungkapkan krisis finansial Barcelona secara utuh dalam sebuah konferensi pers di Camp Nou, Rabu (6/10) waktu setempat.

"Saat kami datang Maret lalu, secara teknis klub bangkrut. Jika berbentuk perseroan terbatas terbuka, pasti (Barcelona) sudah dibubarkan," ujar Reverter.

"Tak ada aliran uang masuk dan kami kesulitan membayar gaji. Utang dan beban kontrak berjangka mencapai 1,35 miliar euro dan klub sangat membutuhkan pembiayaan kembali," imbuhnya.

Reverter mengaku kesulitan melakukan uji kelayakan karena dewan sebelumnya menghapus surat elektronik setiap 90 hari dan kadang menggunakan komputer pribadi. Ia juga merinci bagaimana fasilitas latihan yang memburuk serta Camp Nou yang berada dalam keadaan genting harus diperbaiki setelah Laporta terpilih tahun ini.

Namun ia berkata bahwa penyebab utama krisis finansial klub La Liga Spanyol itu adalah belanja pemain dan gaji yang terlalu tinggi. "Antara 2016 hingga 2020, besaran gaji meningkat 61 persen, sama dengan besaran gaji Juventus secara keseluruhan, yang diakibatkan oleh perekrutan pemain dan perpanjangan kontrak pemain," jelas Reverter.

"Pembelian-pembelian itu dilakukan dalam harga selangit dan dengan meneken kontrak yang termasuk konsep remunerasi baru seperti bonus kesetiaan dan premi akhir kontrak Hal ini membuat biaya belanja masa mendatang meningkat," tambahnya. (Goal/OL-15)  

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik