Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
SOULEYMAN Sane bukan pemain sepak bola yang tidak punya kelas. Putra diplomat Senegal itu merupakan salah satu penyerang andalan kesebelasan asal ‘Benua Hitam’. Pada periode 1990 hingga 1997 tercatat 55 kali ia membela tim nasional Senegal dan mencetak 29 gol.
Ia pindah ke Jerman karena dua alasan. Pertama, ia harus menjalani wajib militer karena mengikuti orangtua yang ditugaskan di Prancis. Peraturan di Senegal, lelaki berusia 18 tahun harus mengikuti wajib militer. Kalau sedang tidak berada di dalam negeri, bisa menjalani di negara terdekat tempat dia tinggal.
Sane sebenarnya mendapat kesempatan untuk menjalani wajib militer di Prancis. Akan tetapi, ketika surat panggilan itu datang, ia sedang pergi berlibur dan tidak bisa dihubungi orangtuanya. Akibatnya, ia terpaksa menjalani wajib militer di Jerman pada 1982.
Semasa di Jerman, ia ternyata menyambi bermain sepak bola di klub FV Donaueschingen. Di samping ke terampilannya dalam menggiring bola, Sane mempunyai kehebatan mampu lari 10,7 detik untuk 100 meter. Itulah yang membuat klub Divisi II Bundesliga, Freiburg, kemudian mengontraknya.
Setelah tiga musim bersama Freiburg dan menjadi top scorer dengan 56 gol pada 1988, Sane pindah ke Nuremberg untuk dua musim. Pada 1990 ia baru bisa mengecap Bundesliga saat bermain untuk Wattenschied. Sepanjang 174 kali penampilannya di Liga Jerman (Barat), Sane mencetak 51 gol.
Apakah Sane pernah bermimpi bermain untuk Bayern Muenchen? “Semua pemain tentu berharap bisa bermain di Bayern Muenchen. Namun, Bayern merupakan sebuah mimpi yang terlalu tinggi untuk saya,” katanya.
Sane kemudian bahkan lebih banyak berkiprah di Liga Austria. Alasan kedua yang membuat ia kembali ke Jerman ialah ia menikah dengan atlet senam Jerman peraih medali perunggu Olimpiade Los Angeles 1984, Regina Weber. Ia memiliki tiga anak dari pernikahannya itu.
Satu di antara mereka ternyata memiliki bakat seperti dirinya. Bahkan anaknya, Leroy Azis Sane namanya, memiliki bakat yang jauh lebih hebat ketimbang dirinya. Sejak kecil talenta itu sudah terlihat.
“Waktu kecil, begitu melihat bola, ia langsung memainkannya. Tidak peduli di mana, Leroy menganggapnya seperti sedang berada di lapangan. Tidak mengherankan apabila jendela kaca dan bahkan televisi pun sampai pecah,” kata Sane senior mengenang masa kecil anaknya.
Bakat besar itulah yang membuat Sane memasukkan anaknya ke klub lamanya, Wattenscheid. Ternyata, bakat Leroy dilihat Schalke 04 yang kemudian mengambilnya.
Pelatih Schalke U-19 Norbert Elgert yang mengasah kemampuan Leroy menyebut anak asuhnya itu sangat luar biasa.
“Ia memiliki kecepatan lari yang eksplosif, tetapi juga kelenturan dalam bergerak,” puji Elgert.
Oleh karena itu, Elgert mendorong Leroy untuk lebih berani dan masuk ke tim senior.
“Saya katakan U-19 ialah waktu mengasah yang terakhir. Sekarang kamu harus siap untuk tampil di kompetisi yang sesungguhnya,” kata Elgert yang sejak 1996 dipercaya Schalke menangani tim junior.
Elgert tidak keliru melihat bakat Leroy yang ia asah dengan baik. Pada April 2014, Leroy memulai debutnya di Bundesliga. Gol pertamanya untuk Schalke ia persembahkan delapan bulan kemudian.
Setelah itu, Leroy menjadi perhatian baru sepak bola Jerman. Apalagi ketika pada 10 Maret 2015, ia mencetak gol pertamanya di ajang Liga Champions saat mengantar Schalke mengandaskan raksasa sepak bola Eropa, Real Madrid, dengan skor 4-3.
Ketika Josep Guardiola ditarik untuk menangani Manchester City dari Bayern Muenchen pada 2016, Leroy merupakan pemain Jerman yang ia ajak pindah ke Liga Inggris. Tidak tanggung-tanggung, Guardiola berani mengeluarkan anggaran 36 juta pound sterling untuk mendapatkan pemain yang masih berusia 20 tahun itu.
Leroy memang tidak mengecewakan Guardiola. Ia ikut mempersembahkan gelar juara Liga Primer, juara Piala Liga, dan juara Piala FA. Satu tahun setelah bergabung dengan City, ia pun terpilih sebagai Pemain Muda Terbaik Liga Primer.
AFP/CHRISTOF STACHE
Pemain Bayern Munich Leroy Sane.
Melebihi sang Ayah
Empat musim bersama City, Leroy memilih pulang ke kampung halamannya. Tawaran yang diberikan Bayern Muenchen tidak mungkin ia tolak. Apalagi ini merupakan klub yang dulu sangat didambakan ayahnya, Souleyman, untuk bisa bermain.
Bukan hanya bayaran 55 juta pound sterling yang membuat Leroy mau meninggalkan pelatih sekelas Guardiola. Namun, pelatih Bayern, Hans Dieter Flick, merupakan orang yang sangat ia kenal ketika bermain di tim nasional junior Jerman. Hansi Flick yang mengajak langsung Leroy membangun kebesaran Bayern.
“Saya tidak mungkin menolak karena Hansi Flick menjelaskan konsep yang hendak ia lakukan di Bayern dan di mana saya bisa ikut berperan. Saya senang mendapat kepercayaan untuk menjadi penyerang sayap seperti yang memang saya inginkan,” kata Leroy yang kini berusia 24 tahun.
Pendukung Bavaria semakin percaya akan kemampuan pemain muda itu karena dalam debutnya untuk Bayern ia langsung tune-in dan menyumbangkan gol. Leroy mencetak gol dengan gayanya yang khas saat Bayern menggunduli klub yang membesarkan Leroy, Schalke, 8-0.
Leroy memang tidak setiap kali diturunkan sebagai pemain utama oleh Hansi Flick. Namun, ia tidak melihat itu sebagai sebuah persoalan karena Leroy menganggap tidak mungkin juga seorang pemain diturunkan pada setiap pertandingan. “Saya seratus persen tidak keberatan kalau harus dirotasi,” ujar Leroy.
Ia melihat pelatih memang harus juga adil untuk memberikan kesempatan kepada pemain lain. Apalagi Bayern memiliki banyak penyerang muda berbakat seperti Serge Gnabry dan Kingsley Coman yang menjadi penentu kemenangan Bayern merebut Liga Champions musim lalu.
Satu yang masih harus juga diperbaiki Leroy ialah daya juangnya di lapangan. Ia dinilai tidak cukup gigih ketika tim kehilangan bola. Padahal, ciri permainan Bayern ialah pressing football yang ketat ketika kehilangan bola. Hansi Flick sendiri percaya Leroy akan bisa memperbaiki kekurangannya.
Satu yang membuat Bayern bersukacita dengan kedatangan Leroy ialah mereka menemukan gaya permainan Arjen Robben di dalam tim. Pemain asal Belanda yang sudah gantung sepatu itu dikenal dengan dribbling meliuk-liuknya yang cepat. Leroy pun persis seperti Robben yang selalu bisa menjadi penentu kemenangan seperti ketika pekan lalu, Bayern memenangi lagi Der Klassiker dengan mengandaskan Borussia Dortmund 3-2.
Kita lihat sampai setinggi apa Leroy Azis Sane bisa meng angkat kebesaran Bayern Muenchen.
KALAU saja tidak ada aksi Ricky Kambuaya untuk berani menembus kotak penalti Tiongkok, tidak pernah akan ada penalti yang didapatkan Indonesia.
SEPULUH tahun kebersamaan dengan Manchester City merupakan perjalanan panjang bagi Kevin de Bruyne.
Tantangan terberat yang harus dihadapi PSG ialah memenangi pertarungan di lapangan tengah.
BAGI Manchester United dan Tottenham Hotspur, final Liga Europa 2025 ibarat fatamorgana.
KESEBELASAN yang paling ditakuti dalam sepak bola ialah tim yang mampu menerapkan kolektivisme.
PUJIAN itu tidak tanggung-tanggung datang dari pelatih Internazionale Milan, Simone Inzaghi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved