Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Ilustrasi: Amang Rahman
Semua memiliki masanya sama seperti yang lain. Peranku akan sampai pada suatu hari tuk menjadi kenangan. Aku menulis tentangmu karena mereka tak pernah tahu aku namun, tidak denganmu. Aku bocah malas itu.
Aku tahu apa pun panggilanmu kepadaku yang menghabiskan banyak waktu denganmu. Kepadamu, biarkan memorimu menyimpanku. Jangan lupakan, atau aku akan sirna oleh waktu. Kepadamu yang tulus mengasihiku. Biarkan ruhku tertidur pulas dalam kenangan mesra sebisamu, dengan segala keindahan nanti, tentangku.
2023
Kita saling berhadapan. Kau dengan batik
hitam putihmu. Aku sebaliknya. Kau menatap gelisah.
Aku menatap redup empat buah buku itu—sedang tidak baik.
Sebab, bagaimanapun itu, kau telah memulainya dengan ikrar dan sumpah.
Aku pernah mendengarnya. Seorang yang bodoh perlu dibebaskan
dan aku telah menemukannya. Biarkan aku merawi. Barisan larik ini
akan berisik. Alarm untukmu pulang ke rumah.
Pagi ini—kau juga tahu, aku pergi bekerja di bawah rintikan hujan
dengan kacau. Kau bukan pengingkar, aku percaya. Kau saksikan.
Terjadi lagi. Dicekik ngeri ruang-ruang kelas tak bermata.
Dua yang kecil itu—lagi, yang akan terekam dalam jejak peramban.
Tak mungkinlah kau lupa dengannya saat kali pertama berkenalan.
Kau menyebut namanya, dia menyebut namamu. Menuntunnya
duduk paling depan karena tubuh mungilnya
tak menjangkau papan tulis. Sungguh, dermawan.
Omong kosong sekali pun tetap memberitahumu.
Nyawa-nyawa kecil itu, yang tak bisa bicara.
Menghadap pada dalam tiada.
Dia yang kecil berponi telah hilang keceriaannya. Di bawah kerlingan
kejam yang tua. Dia duduk terkulai dengan banyak waktu dalam gelisah.
Dia tak lagi bergembira dengan buku-bukunya.
Malamnya mengigau buruk. Rewel, resah.
Oh, yang lainnya, yang mencoba berani, telah hilang dari antrean.
Hati ibu-ayah terkoyak-koyak. Dia, sekali pun tak pernah
memikirkan berhenti melewati gerbang sekolah,
apalagi menghitung-hitung tahun kematiannya.
Aku membayangkannya. Semua permainannya telah
binasa. Tak lagi bisa angkat penanya.
Jadilah berita. Duka.
Dikutukilah kau-aku. Terpanggang rangka.
Untuk arti yang sama denganmu, ini rumah keduanya. Kupikir itu
tidak berlebihan. Mereka terlalu muda, masih rapuh emosinya.
Ia menginginkanmu menjaganya.
Kau lebih tahu sebaiknya yang harus diikuti,
atau kau mengikuti ketidakwarasan, kegilaan ini,
dan meninggalkan jendela Oktober yang dingin ini
pada kesia-siaan bersama suara tawa bel yang pilu.
Kau-aku, perlu mulai belajar lagi. Belajar mengajari dan
membangun diri sebelum mendidik yang muda
lewat buku-buku memikat, ruang-ruang kelas yang menjadi taman
ilmu menyenangkan atas dunia masa depan yang mulia.
Lalu, barisan Juli yang telah lewat membuatmu terkejut bahwa
yang muda tumbuh laik, melompati dahaga
seorang yang pernah bodoh—kau-aku, menjadi dewasa sesungguhnya.
2023
“Sini!” Kataku padanya dengan lembut.
“Hei, Cilik yang Manis! Sini!” Kataku lagi.
Kamu lempar mobil-mobilan itu.
Lihatlah, rodanya lepas.
Kau lempar lagi dengan keras,
robot-robotan kesayanganmu.
Lihatlah, tangannya lepas.
“Sayang! Lihat aku!”
“Ceritakan padaku!”
“Kamu sedang marah padaku?”
“Sini! Peluk aku!”
Adalah dialog emosi yang pernah kuimpikan
kepadamu, yang pernah datang pada kami
pada suatu pagi yang muda.
Kamu bukan milik kami.
Namun, tak datang karena tersesat.
Adalah cinta yang sungguh.
Katil memang telah menjadi ramai.
Hanya, terasa sunyi tanpamu.
Datanglah lagi. Kami menantikanmu.
2023
Biarkan ruhku tertidur pulas dalam kenangan mesra dengan segala keindahan.
Kepadamu yang membaca. Larik-larik sederhana berima ini.
Ingin menyapamu yang sedang menemukan wujud cinta.
Bait-bait nasihat yang disengaja. Sebab, yang tua akan tiada.
Ingin yang muda menjaga.
Cinta itu kesabaran, Anakku. Cinta tidak membutakanmu
antara yang benar dan keliru. Dulu, aku dinasihati begitu
dan itu benar pada cerita hidupku.
Cinta yang lain, barangkali mengajarkanmu
menenggak kebiasaan buruk dan luka.
Meletakkan seseorang dalam bahaya adalah keliru.
Apalagi, kau sedikit nyali dan belum dewasa.
Percayalah, segala hal yang baik layak untuk ditunggu, Anakku.
Dunia memang telah menjadi tua, Anakku.
Zaman mencengkeram tarikan nafas dan langkahmu.
Udara menjadi sesak dan menggoda dari tawa-tawa
yang terpantul di jalan-jalan pagi-malam yang kaulintasi.
Tapi, sesekali, jangan biarkan nuranimu mengingkari.
2023
Kemari, kekasihku. Berbaringlah di pangkuanku.
Kita mengingat pinggiran Kelansam. Adalah bulan pertama,
hari ke-23. Ketika fajar telah menurunkan tirainya dan cahaya
saling bertemu. Di sanalah kita memulainya.
Kekasihku, pejamlah. Aku akan memulai ceritanya,
menuturkannya bersama irama
sorot-sorot lampu beroda yang arif; dan langit di sana
yang sedang sengangar di kaki-kaki senja.
Kekasihku, aku telah terlalu bergairah padamu.
Aromamu yang wangi. Mata coklatmu yang sendu, senyummu
yang kadang malu-malu. Jari-jari besarmu
yang terlihat hebat di atas papan ketik. Langkah kaki sunyimu
yang berulang kali mengejutkanku. Pada punggung angkuhmu
di balik meja kerja yang membelakangi seolah mengabaikanku,
menambah pesona cendekiamu.
Aku bukanlah si rupawan yang dapat dilihat dari sudut mana suka.
Tapi, sungguh, aku selalu ingin dilihat ayu olehmu. Aku tahu,
aku telah menjadi posesif. Si melankolis yang merasa paling. Mencemburu
tatapanmu, jari-jarimu yang mengetik untuk gadis lain. Perasaan itu
karena kau milikku. Aku menyebalkan. Aku tahu.
Kekasihku, angkat sedikit kepalamu, dekatkan telingamu ke bibirku.
Aku ingin berbisik lembut. Hanya aku dan kau saja yang mendengarnya.
Suara (itu) dan kata (ini) yang hanya kita saja menikmatinya.
Aku telah melewati batasku. Aku tahu.
Kekasihku, sepasang matamu dapat menjangkau
bintang di langit sana, bukan. Menyala harapan,
kelak ketika satu di antara kita pergi lebih dulu, kita pun akan demikian.
Simfoni cahayalah yang dilihat kala mengintip-intip masa lalu.
Ah, ini terminal terakhir, ya. Kita telah sampai di rumah, kekasih.
Namun, ini bukan pemberhentian akhir. Mari,
kita melanjutkan pengembaraan ini. Mengikuti
jejak-jejak musim kemarau dan hujan, yang kini tak lagi
bisa diprediksi. Melangkaui sela-sela takdir tersembunyi.
Kamu tersenyum, kekasihku.
Ah, alfabetmu memang irit. Meskipun begitu,
aku gembira. Sungguhpun kau bisa
merajuk lama, kusaksikan atas segala riang kelana
tingkahmu: kekasihku, penjaga gravitasiku.
2023
Baca juga: Puisi-puisi Anton Sulistyo
Baca juga: Puisi-puisi Yana Risdiana
Baca juga: Puisi-pusi Deriska Salsabila
Yunika Afryaningsih, pemuisi, lahir di Sintang, Kalimantan Barat, 11 April 1991. Menekuni kajian perpuisian. Puisi-puisi di sini diterima redaksi dalam rangka mengikuti Lomba Cipta Puisi Media Indonesia 2023. Kini bekerja sebagai dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat. (SK-1)
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Sajak-sajak Negar Fitrian - Membenci diri sendiri, memacu kita untuk lupa diri.
Sosok penting pada era puisi baru Peru abad ke-20.
223 Tahun Alexander Pushkin - Kenapa Pushkin diangkat sebagai Bapak Sastra Rusia?
Mengenal Nikolai Nekrasov, seorang penyair realis Ukraina-Rusia penggagas lirik sipil.
Ada Slogan Jadi Logam - Kedunguan dapat dilarutkan dengan banyak membaca.
Bukan tanpa alasan kami menjaga persahabatan antara Rusia-Ukraina.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved