Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Ilustrasi: Ridho Rahaditya
di lantai bertumpuk kalender tua, album potret lama
warna sepia, memenuhi batinku dengan rasa syukur
seolah mazmur pengantar tidur – dilantunkan sangat lirih
bukan oleh pastur tapi ibu yang ahli mengantar orang tercinta
lekas terlena dan berkelana ke sisi dunia sebelah dalam
di rak buku paling atas tersimpan topi + kartu
anggota veteran – yang pernah berjasa membantuku
ikut kuliah dengan biaya (barangkali) paling murah
di laci meja kerja tersembunyi selembar ijazah tak terpakai
– ingatan masa kecilku kembali bertanya – kenapa
hurufnya aneh dan tak dapat dieja?
aku tak pernah bertanya
bapak tak pernah bercerita
mungkin itu ungkapan kasih tanpa pamrih,
tak perlu kata-kata, diam, tapi saling memaklumi
akhirnya kutemukan epilog hidup bapak
dalam buku harian lusuh lantaran kerap dibuka-tutup
tertulis pertanyaan retoris atau puisi liris tiga baris:
100 tahun kemerdekaan kelak adalah masa keemasan
menyerupai tetes hujan pertama sesudah kemarau panjang
yang penuh kecemasan. Apakah aku akan mengalaminya?
dari luar kamar tercium aroma kopi robusta dan harum tembakau
khas madura dari merek rokok jadul klangenan bapak
memenuhi batinku dengan rasa syukur.
Jakarta, Oktober 2023
di jalan-jalan masih banyak orang mengeluh
aroma kerisauan makin kencang tercium sampai jauh
masa depan nyata adalah apa yang bapak lihat
setiap bangun tidur – mana yang lebih dulu terdengar
kicau burung menyambut matahari pagi atau sisa igau
mimpi buruk para pengidap insomnia tadi malam
lalu kehidupan akan berjalan seperti biasa
orang-orang sibuk mandi, gosok gigi, mencuci dan lain-lain
sarapan sehat bagi yang mampu atau cukup secangkir kopi
biarpun pahit tapi cukup memberi kehangatan + semangat
ada yang murung tidak bekerja, ada yang bingung terancam PHK
di dinding kamar tergantung kalender 1998 tinggal selembar
masa depan nyata adalah surga saat ini – bapak bernyanyi:
“tidak ada negara yang tidak punya masa keemasan di dunia ini,“
bapak begitu percaya, selain Tuhan dan para rasul-Nya
mata batin kalian pasti dapat membayangkannya.
Jakarta, Oktober 2023
“anak kecil seperti memiliki karunia
rahasia bagaimana dapat begitu riang
melalui hari-hari panjang di sela tangis
dan lapar masih sanggup tertawa
untuk masalah sederhana.”
cerita bapak berguru pada anak kecil
setiap kali mengenang hari proklamasi
dari sepasang mata bapak terbayang danau amat dalam
di mana kegelisahanku ingin berbaring tenang di dasarnya
“bapak masih berguru pada anak kecil
padahal sudah 50 tahun lebih merdeka
apakah di dunia tidak ada lagi keajaiban?
karena hidup di jalan lurus seolah berjalan
memasuki belukar malam + buntu.”
jari tangan bapak bergerak cepat memutari tasbih
seolah hendak memutar balik arah jarum jam
supaya harapan dapat selalu terbarukan
di mana kegelisahanku menjadi reda seketika
“aku berguru padamu, anak kecilku,” bisik bapak
sambil menepuk bahuku, “karena100 tahun merdeka bagimu
merupakan bagian dari keajaiban dunia yang selayaknya terjadi.”
dalam kepalaku ada bendera merah putih
berkibar kencang tanpa ada tiupan angin.
Jakarta, Oktober 2023
100 tahun kemerdekaan kelak adalah masa keemasan menyerupai tetes hujan pertama.
aku menari di atas panggung kemerdekaan
diiringi para nayaga gaib yang tak kelihatan
dan suara gamelan dari dunia lain begitu lirih
bahkan mendekati sunyi hingga hanya terdengar
oleh telinga batinku sendiri
aku menari dengan sangat perlahan
agar tersamar jika tubuhku gemetar
saat dirasuki ruh keindahan
atau diterjang lapar
aku akan terus menari
tanpa terlalu mengharap untuk dipuji
sambil menanti priyayi agung menjemputku
untuk menuntaskan utang piutang zaman leluhurku
aku akan setia menari sampai masa keemasan
sampai gong keabadian dibunyikan
oleh penabuh kehidupan.
Jakarta, Oktober 2023
aku sudah tidak ingat lagi sejak kapan
menyusuri seluruh jalanan sunyi
serta merambah kehijauan
hutan paling rahasia
di sekujur tubuhmu yang tembaga
aroma jeruk nipis, harum rempah negeri tropis
selalu merebak dari pori-pori leher pucatmu
kuhirup bagai candu, tak henti-hentinya
saat jam malam begitu melankolis
kadang ada rasa bosan, kadang rasa tak berdaya
lantaran gurat keletihan di bawah kantong matamu
menyimpan calon gerimis yang jauh lebih dingin
dibanding tatapan patung Garuda Wisnu Kencana
hari-hari kupenuhi dengan bermimpi
menemukan rahasia keabadian musim semi
dan ingin kukembalikan kehijauan
hutan paling rahasia
di sekujur tubuhmu yang tembaga.
Jakarta, Oktober 2023
Baca juga: Sajak-sajak Maxim Gorky
Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam
Baca juga: Sajak-sajak Putu Oka Sukanta
ANTON SULISTYO, penyair, dilahirkan di Jember, Jawa Timur, 2 Maret 1958. Puisi-puisinya masuk dalam antologi bersama sejak tahun 1991-2023. Belum Dalam Lukamu! adalah satu-satunya kumpulan puisi tunggalnya, diterbitkan oleh Sastra Digital pada September 2013. Anton merupakan juara ke-1 Lomba Cipta Puisi 2023 lewat puisinya berjudul Museum Kamar Bapak. Sehari-hari tinggal di Jakarta. (SK-1)
Kulit putih, bulu mata lentik. Kata orang itu cantik. Menurutku kita lebih manis.
Aku menyeberangi batas pantai di antara kebajikan dan kejahatan.
Petersburg, aku kan kembali bersama belahan jiwa. Mengulang janji suci kami di altar dulu
Kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
Kata 'kofe' sendiri berarti kondisi awal gigi balita yang tumbuh pertama kalinya. Ia kemudian goyang dan jatuh sehingga terlihat ompong.
Mungkin aku yang terlalu ingin melindungimu, namun membuatmu merasa tidak nyaman.
Saat bibir-mu terbuka sedikit, amboi, betapa itu membuatku kasmaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved