Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Polisi harus Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Kemlu

Andhika Prasetyo
31/7/2025 06:05
Polisi harus Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Kemlu
Ilustrasi(Antara)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengimbau Kepolisian, khususnya Polda Metro Jaya, tetap membuka kemungkinan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) apabila di kemudian hari muncul bukti atau fakta baru terkait kasus kematian diplomat Kemlu, Arya Daru Pangayunan (ADP).

“Polda Metro Jaya diharapkan tetap memberikan ruang untuk PK jika ditemukan informasi baru mengenai kematian ADP,” ujar Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.

Anis menjelaskan bahwa Komnas HAM telah melakukan berbagai langkah penyelidikan, termasuk meninjau lokasi penemuan jenazah, menggali informasi dari saksi, keluarga, dan rekan korban, serta menelaah hasil penyelidikan polisi dan laporan medis dari rumah sakit.

Dari keseluruhan proses tersebut, Komnas HAM menyimpulkan bahwa belum terdapat bukti yang menunjukkan keterlibatan pihak lain dalam kematian ADP. Meski demikian, Komnas HAM mengkritisi penyebaran foto dan video jenazah ADP, rekaman dari lokasi kejadian, serta potongan CCTV yang tersebar luas melalui media sosial dan berbagai platform pemberitaan tanpa seizin pihak keluarga.

“Konten visual yang sensitif tersebut tidak hanya memperparah duka dan trauma keluarga, tetapi juga berpotensi melanggar hak atas martabat manusia,” tegas Anis.

Komnas HAM menegaskan bahwa jenazah harus tetap dihormati dan dijaga martabatnya. Narasi negatif dan penyebaran materi tanpa persetujuan keluarga dianggap sebagai bentuk perlakuan yang tidak manusiawi.

Lebih lanjut, Komnas HAM mengingatkan Kementerian Luar Negeri dan seluruh institusi, baik pemerintah maupun swasta, untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental di lingkungan kerja sebagai bagian dari perlindungan hak atas kesehatan. Selain itu, Komnas HAM juga meminta media dan masyarakat untuk menghormati martabat ADP dan privasi keluarganya dengan tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi atau bersifat sensasional, serta menghindari narasi yang bersifat spekulatif dan merendahkan.

“Penyebaran konten yang vulgar dan sensasional mengenai kasus ini tidak hanya bertentangan dengan nilai kemanusiaan, tapi juga menambah beban psikologis bagi keluarga yang ditinggalkan,” tambah Anis.

Sebagai informasi, ADP ditemukan meninggal dunia dengan kondisi kepala terlilit lakban di sebuah kamar kost di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7) pukul 08.10 WIB.

Polda Metro Jaya menyampaikan hasil penyelidikan pada 29 Juli, yang menyimpulkan bahwa tidak ada keterlibatan pihak lain dalam peristiwa tersebut. Kesimpulan ini didukung oleh hasil pemeriksaan sejumlah ahli, yang menemukan bahwa tidak ada zat berbahaya dalam tubuh korban dan tidak ada DNA maupun sidik jari selain milik ADP di lokasi kejadian.

Hasil pemeriksaan medis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa ADP meninggal karena gangguan pertukaran oksigen pada saluran pernapasan bagian atas, yang menyebabkan kematian akibat mati lemas.

Sementara itu, data dari Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) mengungkap bahwa ADP pernah mengakses layanan kesehatan mental secara daring pada tahun 2013 dan 2021, serta diduga mengalami tekanan psikologis sebelum meninggal dunia. (Ant/E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya