Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Penjelasan Tewasnya Diplomat Kemlu Sudah Tepat, Informasi Spesifik Cukup ke Keluarga

Mohamad Farhan Zhuhri
30/7/2025 13:56
Penjelasan Tewasnya Diplomat Kemlu Sudah Tepat, Informasi Spesifik Cukup ke Keluarga
Ilustrasi(Dok.MI)

Kriminolog Reza Indragiri menilai pernyataan resmi Polda Metro Jaya (PMJ) dalam konferensi pers terkait kematian diplomat Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan (ADP) sudah tepat. 

Ia mengatakan, jika memang tidak ditemukan unsur pidana, maka wajar bila kepolisian memilih diksi 'almarhum meninggal bukan akibat perbuatan pidana'.

“Dalam beberapa kesempatan, saya memang menyarankan PMJ agar menggunakan dan menyetop pernyataannya dengan redaksional ‘almarhum meninggal bukan akibat perbuatan pidana’ saja jika memang demikian situasinya,” kata Reza saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (30/7).

Menurut Reza, kematian yang tidak dikategorikan sebagai tindak pidana mengerucut pada tiga kemungkinan manner of death, alami (natural), bunuh diri (suicide), atau kecelakaan (accident). 

Namun, kata dia, informasi lebih spesifik mengenai hal itu cukup disampaikan kepada keluarga almarhum saja.

Kendati menilai substansi penyampaian dalam konferensi pers sudah sesuai, Reza memberikan satu catatan kritis terkait etika penanganan perkara nonpidana ini.

“Karena almarhum meninggal bukan akibat pidana, berarti peristiwa yang ADP lalui seketika menjadi isu privat. Sayangnya PMJ tetap memajang ‘bukti-bukti’–tepatnya barang pribadi–almarhum ke hadapan media. Akibatnya, sekarang malah berkembang kasak-kusuk ihwal sisi pribadi almarhum,” ujar Reza.

Ia menilai, seharusnya sejak status peristiwa dinyatakan bukan pidana, kepolisian bisa mengambil sikap yang lebih protektif terhadap privasi korban. 

“Menangani isu privat, akan lebih baik lagi jika PMJ punya kepekaan ekstra saat mengekspos properti pribadi ke publik,” ujarnya.

Terkait respons keluarga yang masih skeptis atas hasil penyelidikan polisi, Reza menyatakan bahwa hal itu lumrah. Bahkan, dalam sejumlah sistem hukum, kesimpulan polisi bisa diuji secara terbuka.

“Kerja polisi patut dihargai. Tapi walau bagaimana pun, kerja polisi tetap terbuka untuk diuji. Di sejumlah negara, hasil eksaminasi oleh polisi bisa diuji lewat cross examination oleh pihak keluarga,” jelasnya.

Menurutnya, jika hasil eksaminasi dan cross examination menghasilkan kesimpulan yang sama, persoalan selesai. Namun jika berbeda, hasil tersebut bisa diajukan ke pengadilan dan dipertandingkan, untuk kemudian diputuskan hakim.

“Itulah bentuk pemenuhan asas fairness. Persoalannya, praktik semacam itu belum lazim di sini. Bahkan sepengetahuan saya, belum ada. Pengujian forensik masih dikuasai polisi. Pihak lain tidak memiliki akses setara untuk mengeksaminasi ulang kesimpulan yang ada,” kata Reza.

Ia pun berharap proses pengujian yang adil terhadap hasil forensik bisa menjadi bagian dari pembaruan sistem hukum di Indonesia. 

“Semoga penyempurnaan fairness terkait examination dan cross examination bisa masuk dalam RUU KUHAP versi baru yang sekarang tengah digodok DPR,” pungkasnya. (Far/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya