Nodai Kebhinnekaan, Imparsial Minta Aparat Tindak Tegas Pelaku Intoleransi di Padang

Rahmatul Fajri
29/7/2025 15:02
Nodai Kebhinnekaan, Imparsial Minta Aparat Tindak Tegas Pelaku Intoleransi di Padang
Lokasi pembubaran paksa rumah doa diPadang.(Dok.Antara)

DIREKTUR Imparsial Ardi Manto Adiputra mengkritik aksi intoleransi berupa perusakan terhadap rumah doa umat kristen di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat. Ardi mengatakan peristiwa intoleransi merupakan tragedi yang berulang dan merusak tatanan kehidupan masyarakat di Indonesia. 

"Sebagai masyarakat yang multikultural, adanya fenomena intoleransi yang berimplikasi pada perilaku anarkis masyarakat, telah menciderai makna kebhinnekaan yang sering digaungkan. Bahkan sikap intoleran yang masih terus ada semakin mempertebal sikap anti terhadap perbedaan dan keberagaman," kata Ardi melalui keterangannya, Selasa (29/7).

Ardi mengatakan berdasarkan catatan Imparsial, peristiwa intoleransi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan di Kota Padang bukanlah kali pertama terjadi. Tercatat pada Tahun 2021, fenomena pemaksaan penggunaan jilbab kepada siswi non-muslim di SMK 2 Padang menjadi perbincangan publik. Selanjutnya, Pada Tahun 2023, jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Lubuk Begalung, Kota Padang, mengalami intimidasi dan pembubaran saat sedang melaksanakan ibadah. 

"Kami memandang bahwa terjadinya kembali peristiwa tersebut di Kota Padang sebagai suatu tugas yang belum selesai dari Pemerintah Kota Padang dalam menumbuhkan kesadaran dan semangat bertoleransi. Sudah waktunya bagi Pemerintah Kota Padang menentukan langkah konkrit dalam mengawal isu toleransi agar kemudian peristiwa memilukan yang berkaitan dengan intoleransi dan kebebasan beragama tidak kembali terjadi," katanya.

Ardi menilai peristiwa intoleransi itu mengindikasikan sebagian masyarakat kita masih memiliki sikap yang intoleran terhadap perbedaan agama dan kepercayaan. Penolakan beberapa oknum warga terhadap rumah doa merupakan sikap intoleransi yang tidak berdasar, bertentangan dengan hukum, dan merusak citra bangsa sebagai negara Pancasila.

Ia juga menyayangkan ekspresi intoleransi tersebut diungkapkan melalui perilaku diskriminasi dan perusakan terhadap rumah doa yang sudah masuk sebagai perbuatan kriminal yang harus ditindak secara hukum.

Ardi mendesak aparat penegak hukum, terutama Kepolisian setempat untuk segera mengambil tindakan terhadap para pelaku aksi vandalisme dan kekerasan tersebut. Ia juga mendesak Pemerintah Kota Padang untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam membangun kesadaran toleransi bagi masyarakat, dan memulihkan dampak psikologis kepada anak-anak yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.

"Dampak yang ditimbulkan terkait hal ini, tentu dapat semakin memperburuk iklim bertoleransi, dan isu menyoal intoleransi yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan juga tak kunjung selesai," katanya.

Sebelumnya, massa melakukan penyerangan saat jemaat GKSI menggelar ibadah di rumah doa yang terletak di RT 03 RW 09, Kecamatan Koto Tangah. Massa merusak kaca jendela, pintu, dan peralatan ibadah. Mereka juga memutus aliran listrik secara sepihak.

Dua anak mengalami luka fisik dalam kejadian tersebut. Anak berusia 11 tahun mengalami luka parah dan kesulitan berjalan setelah dipukul kayu. Anak 13 tahun cedera punggung akibat tendangan. Keduanya dirawat di RS Yos Sudarso.

Puluhan anak lain mengalami trauma berat. Mereka menangis, berteriak panik, dan berhamburan mencari tempat berlindung saat massa menyerang. Kegiatan ibadah dan pengajaran agama terpaksa berhenti total. (P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya