Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PAKAR Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf mengatakan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong seharusnya divonis bebas. Menurutnya, vonis 4 tahun 6 bulan penjara sarat muatan politik.
“Yang jadi masalah adalah Tom Lembong hanya ‘pembantu’ (menteri) yang jalankan perintah ‘majikan’ (presiden), tapi selanjutnya yang memberi perintah atau majikannya belum diproses hukum, ada apa?,” kata Hudi kepada Media Indonesia pada Senin (21/7).
Hudi menilai proses hukum terhadap Tom Lembong mencerminkan ketimpangan dan potensi kriminalisasi terhadap individu tertentu tanpa menyentuh aktor utama yang seharusnya bertanggung jawab.
“Seyogyanya ‘majikan’ juga harus diproses hukum, bukan hanya ‘pembantu’ karena masalah utama ada perintah majikan, sehingga ini adalah proses peradilan sesat yang bernuansa politik,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 di bawah kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.
Selain itu, Hudi juga menyoroti vonis yang dijatuhkan hakim bukanlah hal yang mengejutkan jika merujuk pada ketentuan formil peradilan. Ia menyebut besarnya hukuman 4,5 tahun berkaitan langsung dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Tom selama 7 tahun penjara.
“Menurut saya, divonis 4.5 tahun karena besarnya tuntutan JPU 7 tahun karena hakim tidak boleh memvonis kurang dari 2/3 dari tuntutan JPU,” jelasnya. (H-4)
Menurut asas hukum pidana, meskipun unsur kesengajaan tidak dirumuskan secara tegas dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Menurut Edi, opini yang menyebut bahwa vonis Tom Lembong sarat muatan politik atau bentuk kriminalisasi justru keliru dan tidak berdasar.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 7 tahun.
vonis 4,5 tahun penjara terhadap eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dinilai tak adil dan kabur.
Hakim menilai Tom Lembong memahami bahwa penerbitan izin impor gula rafinasi untuk delapan perusahaan swasta melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved