Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih mendalami informasi terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Proses tersebut dilakukan sebelum mengambil keputusan apakah akan memanggil Gubernur Sumut, Muhammad Bobby Afif Nasution.
“Tim masih melakukan pendalaman terhadap setiap informasi dan keterangan, baik yang diperoleh dari pemeriksaan para pihak yang sudah dilakukan pascakegiatan tangkap tangan maupun dari hasil penggeledahan yang dilakukan di lapangan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Antara, Rabu (2/7).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi dorongan sejumlah pegiat antikorupsi yang meminta KPK segera memanggil Bobby. Budi menegaskan, KPK terbuka untuk memeriksa siapa pun yang dinilai mengetahui konstruksi perkara
“Bila dibutuhkan informasi dan keterangannya, maka penyidik tentu akan melakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan,” katanya.
Sebelumnya, Bobby Nasution menyatakan kesiapannya jika dipanggil KPK.
“Namanya proses hukum, ya kami bersedia saja, apalagi kalau tadi katanya ada aliran uang,” katanya.
"Kami, saya rasa semua yang di sini, di Pemprov, kalau ada aliran uang ke seluruh jajaran, bukan hanya ke sesama, melainkan ke bawahan atau ke atasan mengalir uangnya, ya wajib memberikan keterangan."
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025 terkait dugaan korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Dua hari kemudian, pada 28 Juni, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus yang terbagi ke dalam dua klaster tersebut. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT DNG M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), dan Direktur PT RN M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama menyangkut empat proyek jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sementara klaster kedua mencakup dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Nilai total enam proyek tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar.
KPK menduga Akhirun dan Rayhan sebagai pemberi suap, sementara Topan dan Rasuli diduga sebagai penerima pada klaster pertama, dan Heliyanto sebagai penerima di klaster kedua. (Ant/P-4)
KOALISI Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyoroti sejumlah ketentuan dalam Rancangan KUHAP yang berpotensi menurunkan efektivitas, independensi KPK khususnya penyadapan
Revisi KUHAP menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan.
Secara umum yang didalami terhadap saksi yang dipanggil adalah terkait dengan pergeseran anggaran.
KPK tengah menyelidiki dugaan aliran dana kepada aparat kepolisian terkait kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.
MANTAN Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, kini berstatus tersangka dalam dua kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Banyak juga pasal yang mewajibkan penyerahan berkas ke penuntut umum harus melalui penyidik Polri. RKUHAP berpotensi menggerus kewenangan KPK dalam menangani perkara.
Bobby didesak dipanggil KPK karena orang dekatnya, sekaligus Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP) ditangkap dan dijadikan tersangka dalam kasus ini.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar penggeledahan terkait kasus korupsi dugaan korupsi proyek pembangunan jalan Sumut.
Pada Selasa, 1 Juli 2025, penyidik KPK menggeledah sejumlah lokasi untuk mencari bukti tambahan kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan yang dikelola Dinas PUPR Sumut
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved