Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menyebut proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah bangsa sesuai dengan kehendak dan kepentingan politik rezim.
Salah satu poin yang jadi sorotan Hendardi yakni penyangkalan Menteri Kebudayaan Fadli Zon atas tragedi pilu pemerkosaan massal pada 1998. Penyataan Fadli, kata Hendardi bertentangan dengan pernyataan resmi negara melalui Presiden BJ Habibie, Penyelidikan TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Investigasi dan Temuan Komnas HAM dan Komnas Perempuan, berbagai studi ilmiah, serta laporan pendampingan yang dilakukan oleh masyarakat sipil.
"Fadli Zon harus menarik berbagai ucapannya yang menyangkal pemerkosaan massal dan pelanggaran HAM masa lalu serta segera meminta maaf kepada publik, khususnya para korban dan keluarga mereka," kata Hendardi dalam keterangannya, hari ini.
Ia pun menyoroti bahwa pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan sangat berambisi untuk melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia. Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ditargetkan rampung sebelum peringatan HUT Kemerdekaan ke-80 pada 17 Agustus 2025.
Tim penyusun sudah dibentuk yang dipimpin oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Prof Susanto Zuhdi sebagai penanggung jawab utama.
Menurut Hendardi, proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah bangsa sesuai dengan kehendak dan kepentingan politik rezim.
"Narasi yang sejauh ini disampaikan oleh Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan terkait dengan penulisan ulang sejarah Indonesia hampir semuanya cenderung manipulatif, sarat sensasi dan muslihat alias ngawur, misal terkait dengan statement menyangkal tragedi pilu pemerkosaan massal pada 1998," imbuhnya.
Secara substantif, lanjutnya, Kementerian Kebudayaan tidak memiliki otoritas menentukan narasi sejarah perjalanan bangsa. Kalaupun pemerintah memiliki niat baik untuk menyusun buku sejarah demi kepentingan pembelajaran, ujarnya, seharusnya itu dikoordinasikan oleh kementerian yang mengurusi pendidikan, entah itu Kemendikdasmen atau Kemendiktisaintek.
"Publik tentu masih mencatat dengan sangat baik bahwa sejarah perjalanan bangsa, khususnya yang terkait dengan kelahiran Pancasila dan tragedi 1965, pernah diupayakan untuk direkayasa dan dibelokkan Rezim Orde Baru melalui penulisan sejarah versi Rezim yang dipimpin oleh Nugroho Notosusanto," paparnya.
Selain itu, menurutnya, tidak ada kondisi obyektif yang menunjukkan kemendesakan dan kedaruratan sehingga penulisan ulang sejarah ini mesti selesai sebelum 17 Agustus 2025. "Hal tersebut justru menguatkan kesan publik bahwa di balik proyek ini terdapat ambisi politik rezim untuk merekayasa dan membelokkan sejarah, memanfaatkan ungkapan 'Sejarah adalah Milik Kaum Pemenang'," tegasnya.
Oleh karena itu, kata Hendardi, pemerintah sebaiknya mengurungkan ambisi untuk mengada-ada dengan merekayasa dan membelokkan sejarah perjalanan bangsa secara insinuatif dan tergesa-gesa. Perlu dialog panjang, mendalam, dan inklusif terkait dengan fakta sejarah yang harus diakomodasi dalam buku pembelajaran sejarah.
"Pada saat yang sama, pemerintah RI harus menunjukkan itikad untuk mengungkapkan kebenaran di balik kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu dan saat ini, alih-alih secara instan dan represif menulis ulang sejarah sesuai dengan selera rezim," pungkasnya. (Ifa/P-1)
inisiatif penulisan ulang sejarah sangat penting untuk merekonstruksi memori kolektif bangsa yang lebih jujur, inklusif, dan mencerminkan keberagaman Indonesia secara utuh.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa pembentukan tim ini diputuskan setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR dan hasil diskusi dengan Pimpinan DPR RI lainnya.
MENTERI Kebudayaan Fadli Zon memastikan penulisan ulang sejarah Indonesia akan terus dilanjutkan, meski sejumlah pihak meminta agar program tersebut dihentikan.
Penulisan sejarah harus dilakukan secara jelas tanpa ditutup-tutupi bahkan dihilangkan. Termasuk, tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
Anggota Komisi X DPR, Mercy Chriesty Barends, meluapkan emosinya kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Mercy menyerahkan sebuah dokumen kepada Fadli berjudul Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk rapat kerja (raker) Komisi X DPR yang dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Alasannya, mereka menolak proyek penulisan ulang sejarah
Festival Pesona Budaya Hoyak Tabuik 2025 resmi dibuka langsung oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Minggu (6/7/2025).
MENTERI Kebudayaan, Fadli Zon, menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah bukan sebuah program yang baru.
'Harmoni Zaman 70-an', menampilkan deretan musisi yang pernah mewarnai dunia musik Indonesia di masa itu, hadir pada kegiatan yakni Panbers, Black Selection, The Rollies, dan The Mercy’s Band.
"Kolintang kini menjadi alat diplomasi budaya yang strategis. Melalui kekuatan soft power ini, kolintang menjadi medium penting untuk memperkuat hubungan antarnegara,"
SEJARAH itu seperti foto diri. Kita hadir dalam lakon pemotretan itu, merasakan silau lampu dan arahan sang juru kamera.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra juga meminta jangan ada pihak-pihak yang menuduh macam-macam. Misalnya, penulisan sejarah ini merupakan kepentingan penguasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved