Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

KPU Ingatkan Jajaran di Daerah Tidak Seenaknya Mencabut Akreditasi Lembaga Pemantau Pemilu

Devi Harahap
27/5/2025 14:49
KPU Ingatkan Jajaran di Daerah Tidak Seenaknya Mencabut Akreditasi Lembaga Pemantau Pemilu
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) August Mellaz(MI/Susanto)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menanggapi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kehati-hatian bagi penyelenggara pemilu dalam mencabut akreditasi lembaga pemantau pemilu seperti yang terjadi pada perkara gugatan hasil pemungutan suara (PSU) pemilihan walikota dan wakil walikota (Pilwalkot) Banjarbaru 2024.

Anggota KPU, August Mellaz mengatakan bahwa dalam amar putusannya terhadap perkara tersebut, MK memberikan catatan soal mekanisme seleksi Pemantau pada pemilihan kepala daerah (pilkada).

“Terkait dengan akreditasi Pemantau Pemilihan yang kemudian dicabut, sebenarnya kalau kita lihat pertimbangan MK, yang ditegaskan adalah KPU dan termasuk jajarannya, nanti ke depan ini bagian dari evaluasi,” ujar Mellaz di Kantor KPU pada Senin (26/5).

Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat KPU itu menjelaskan bahwa dalam proses akreditasi pemantau pilkada, berbeda dengan akreditasi pemantau pada pemilihan umum (pemilu).

Ia juga mendorong seluruh jajaran KPU di seluruh daerah untuk berhati-hati dalam memberikan maupun mencabut akreditasi terhadap lembaga pemantau pemilihan.

“Ini kan ada dua sisi. Satu, sisi administrasi dari lembaga pemantau yang kemudian dalam wilayah pilkada itu kan di KPU. Kalau yang pemilu, pemilu legislatif dan presiden di Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu),” jelasnya.

August menekankan sebelum proses akreditasi Pemantau pada pilkada, KPU tidak sekadar memeriksa kredibilitas dan independensi tanpa mengetahui kedudukan hukum lembaga pemantau yang didaftarkan.

“Itu harus dipastikan, misalnya terkait dengan tidak saja sekedar administrasinya, apakah badan hukum, kemudian kelembagaan, termasuk mungkin core business-nya, dan termasuk independensinya. Jadi itu yang memang diingatkan oleh hakim, oleh hakim Mahkamah,” ujarnya.

Lebih lanjut, salah satu pendiri lembaga Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) itu memastikan, KPU akan memeriksa kejadian pencabutan lembaga pemantau pilkada dengan nama Lembaga Pemantau Pemilu Republik Indonesia (LPRI) yang menjadi salah satu pemohon di Pilkada Banjarbaru.

KPU berharap kasus yang baru pertama kali muncul dalam sejarah sidang sengketa Pilkada itu, dapat dijadikan pembelajaran untuk perbaikan seleksi pada pilkada selanjutnya oleh jajaran KPU daerah.

“Preseden ini baru muncul pertama kali di situ. Tentu kami akan nanti periksa mengapa kemudian peristiwa itu terjadi. Juga menjadi bagian dari evaluasi kami karena secara keseluruhan sejak pemilu nasional lalu, termasuk di pelaksanaan pilkada yang berlangsung di seluruh kabupaten/kota, dan provinsi di Indonesia,” tukasnya.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam putusan Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025, berpesan agar penyelenggara pemilihan umum menghindari pencabutan akreditasi setelah lembaga pemantau pemilihan mengajukan gugatan ke Mahkamah.

Pesan tersebut disampaikan menyusul adanya Lembaga Pemantau Pemilu Republik Indonesia (LPRI) yang dicabut akreditasinya setelah mendaftarkan permohonan sengketa hasil PSU Pilkada Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

“Menurut Mahkamah pencabutan akreditasi yang dilakukan setelah pemantau pemilihan mengajukan permohonan ke Mahkamah haruslah dihindari karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap kedudukan hukum Pemohon,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pengucapan putusan di Jakarta pada Senin (26/5).

Menurut Mahkamah, meskipun pencabutan akreditasi telah diatur dalam undang-undang sebagai sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan pemantau pemilihan, kepentingan pemantau pemilihan yang telah mengajukan permohonan ke MK harus tetap dilindungi.

Pada dasarnya, imbuh Enny, MK memberikan kesempatan kepada pemantau pemilihan untuk menjadi pemohon dalam sengketa hasil pilkada dengan satu pasangan calon agar pemantau tersebut dapat menjadi pihak yang netral untuk memperjuangkan hak konstitusional pemilih kolom kosong.

“Hal ini penting agar suatu pilkada, meskipun hanya terdapat satu pasangan calon, tidak menjadi pemilihan yang tanpa kontestasi dan tidak pula menjadi pemilihan yang hasilnya tidak dapat dipersengketakan,” jelas Enny.

Lebih lanjut MK menegaskan agar penyelenggara pemilihan dapat bertindak lebih cermat dalam menerbitkan sertifikat akreditasi bagi pemantau pemilihan, termasuk ketika melakukan verifikasi calon pemantau pemilihan dengan mengedepankan asas netralitas.

Adapun MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh LPRI yang mempersoalkan hasil PSU Pilkada Banjarbaru karena dalil-dalil yang diajukan tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

LPRI yang dalam hal ini diwakili oleh Syarifah Hayana selaku Ketua LPRI Kalimantan Selatan tidak memenuhi syarat formal pengajuan permohonan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. (Dev/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya