Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka dinilai melangkahi kerja Dewan Pers. Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan masalah pembuatan konten berita yang menyudutkan kejaksaan seharusnya dapat diselesaikan lewat mekanisme di Dewan Pers, alih-alih proses hukum.
Ia menyebut Kejagung keliru mengingat objek yang digunakan sebagai dasar pengusutan kasus perintangan penyidikan ialah pemberitaan. Meski kejaksaan menganggap berita-berita tersebut negatif, ia kukuh bahwa penyelesaiannya harus lewat Dewan Pers.
"Bukan langsung tiba-tiba dipidanakan. Ini kan jadinya seolah-olah ada upaya kriminalisasi terhadap pers. Ini berbahaya banget, bisa jadi ancaman besar terhadap kerja-kerja jurnalistik," terang Herdiansyah kepada Media Indonesia, Selasa (22/4).
Tian merupakan satu dari tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atas perkara korupsi tata niaga timah dan importasi gula. Dua tersangka lainnya adalah advokat Marcella Susanto dan pengacara sekaligus pengajar hukum Junaedi Saebih.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena dinilai bermufakat jahat membuat narasi negatif lewat konten pemberitaan di media massa maupun media sosial mengenai kinerja kejaksaan dalam menangani perkara tersebut.
Ia mengatakan meskipun penyidik JAM-Pidsus meyakini ada dugaan tindak pidana dalam produksi berita yang dibuat Tian atas arahan Marcella dan Junaedi, Dewan Pers tetap harus menjadi pintu masuk untuk menilai ada tidaknya problem dari produk berita tersebut.
"Jadi Dewan Pers lah yang kemudian menjadi pintu masuk untuk menilai apakah ada problem produksi berita itu atau enggak. Kan begitu mandatori dari Undang-Undang (tentang Pers)," ujarnya.
Terpisah, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menghormati proses hukum yang dilakukan oleh JAM-Pidsus. Dewan Pers, sambungnya, berkomitmen tidak akan cawe-cawe dalam proses tersebut. Namun, Ninik mengingatkan bahwa salah satu tugas Dewan Pers yakni menilai secara etik produk jurnalistik.
"Kode Etik Jurnalistik di Pasal 6, khususnya, memang mengatur soal perilaku-perilaku dari para pekerja pers, jurnalis kalau ada indikasi tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya, ada pengaturan di dalam kode etik dan itu masuk ranah wilayah etik di Pasal 6 dan Pasal 8," papar Ninik. (H-4)
KETUA Dewan Pers Ninik Rahayu memastikan akan meminta keterangan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar. Tian kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan
Kejagung menyerahkan sejumlahdokumen terkait kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) yang melibatkan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar ke Dewan Pers hari ini,
Dirpem Jak TV bisa dijerat dengan menggunakan UU Nomor 11/1980 tentang Pidana Suap. Tetapi bukan pasal perintangan proses penyidikan.
Kejagung menegaskan pihaknya tak anti dengan kritik lewat pemberitaan negatif atas penyidikan kasus korupsi di jajaran Jampidsus. Itu menanggapi soal penetapan tersangka Dirpem Jak TV
DEWAN Pers masih berproses melakukan penilaian konten-konten pemberitaan di Jak TV yang diduga mengandung pelanggaran etik oleh Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar.
BH Pers, AJI Jakarta, dan ICJR menyampaikan pendapat dalam rilis bersama menanggapi proses hukum yang dilakukan Kejagung terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar.
AHLI hukum pidana Usakti Azmi Syahputra, menerangkan bahwa jurnalis perlu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved