Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memanggil anak dari mantan Pejabat Ditjen Pajak Mohammad Haniv, Feby Pernama. Keterangan dia dibutuhkan untuk mendalami kasus dugaan penerimaan gratifikasi ayahnya, untuk kebutuhan fashion show yang dibuatnya.
“Penyidik kemungkinan besar akan melakukan upaya pemanggilan. Walaupun kita tidak tahu apakah yang bersangkutan dapat hadir atau tidak,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (7/3).
Tessa mengatakan, KPK memiliki tantangan untuk meminta keterangan Feby. Sebab, dia saat ini berada di luar negeri. “Karena yang pertama yang bersangkutan infonya ada di luar negeri,” ujar Tessa.
Selain itu, Feby merupakan anak kandung Haniv. Berdasarkan aturan yang berlaku, keluarga inti bisa menolak diperiksa penyidik.
Namun, halangan kedua ini tidak bisa serta merta dijadikan alasan Feby mangkir jika dipanggil, nanti. Keberatan baru bisa dilakukan di depan penyidik.
“Jadi itu bisa tetapi mereka tetap apabila dipanggil harus hadir dulu. Kalau memang dipanggil. Tetapi dalam proses pemeriksaannya itu ada aturan bila mereka mau memberikan keterangan itu bisa. Tapi sebaliknya pun juga diakomodir secara aturan,” ucap Tessa.
Kasus ini bermula ketika anak Haniv, Feby Pernama mau membuat acara fashion show. Dia memiliki bisnis pakaian pria bernama FH Pour Home by Feby Haniv.
Untuk membantu anaknya, Haniv meminta bantuan mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Yul Dirga untuk dicarikan sponsorship untuk acara anaknya. Peragaan busana digelar pada 13 Desember 2025.
Haniv meminta bantuan Yul melalui e-mail. Dalam proposal yang dibuatnya, Feby disebut membutuhkan dana sebesar Rp150 juta.
Permintaan itu dikabulkan oleh sejumlah pihak. Dia diduga menerima uang sebesar Rp804 juta untuk kebutuhan peragaan busana anaknya. KPK juga mengendus adanya penerimaan dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.835.634. Jika ditotal gratifikasi Haniv senilai Rp21.560.840.634.
Dalam kasus ini, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Can/P-3)
Menurut Ariawan, tugas utama yang harus segera diselesaikan oleh DJP di bawah kepemimpinan Bimo adalah memastikan tidak adanya fragmentasi maupun ego sektoral di dalam tubuh DJP.
Haniv diduga memanfaatkan jabatan dan jejaringnya untuk mencari sponsor dalam rangka keperluan bisnis anaknya dengan cara mengirimkan surel permintaan bantuan modal.
Dia juga enggan memberikan keterangan kepada wartawan saat ditanya alasannya menerima gratifikasi.
Tessa mengatakan, hanya M Haniv yang dipanggil penyidik dalam kasusnya hari ini. KPK belum bisa memerinci informasi yang mau diulik dari keterangan dia.
Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya, seperti pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved