Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Imparsial: TNI Dipersiapkan untuk Perang, bukan Duduki Jabatan Sipil

Rahmatul Fajri
19/2/2025 13:20
Imparsial: TNI Dipersiapkan untuk Perang, bukan Duduki Jabatan Sipil
Prajurit TNI tengah melakukan latihan perang.(ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengkritisi revisi UU TNI yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Ia menyebut dengan revisi UU TNI tersebut membuka peluang praktik dwifungsi ABRI yang pernah dipraktikkan pada masa Orde Baru.

RUU TNI akan membuka pintu perluasan penempatan prajurit TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil. Pasal 47 UU TNI yang sebelumnya membatasi penempatan prajurit TNI aktif hanya pada sepuluh kementerian/lembaga, diusulkan untuk diperluas dengan menambahkan frasa "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden".

Menurut Hussein, perubahan tersebut akan memperluas wewenang TNI aktif. Ia menyoroti seharusnya TNI fokus pada tugasnya sebagai alat pertahanan negara.

"Prinsip negara demokrasi menyaratkan adanya pembagian domain tanggung jawab antara sipil dan militer. Di negara demokrasi, fungsi dan tugas utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara. Militer dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang. Militer tidak didesain untuk menduduki jabatan dan menjalankan fungsi pemerintahan sipil," kata Hussein, kepada Media Indonesia, hari ini.

Hussein menjelaskan penempatan TNI di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara akan memperlemah profesionalisme militer. Ia mengatakan profesionalisme seharusnya dibangun dengan cara menempatkan militer dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara, bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan merupakan kompetensinya.

Selain itu, Hussein menyoroti penempatan perwira TNI aktif pada jabatan jabatan sipil juga berpotensi berdampak negatif terhadap pengelolaan jenjang karir aparatur sipil negara (ASN).

"Penempatan perwira TNI aktif dalam jabatan TNI mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait. Hal ini mengacaukan pola rekrutmen dan pembinaan karis  ASN yang seharusnya diatur ajeg dan berjenjang," katanya.

Lebih lanjut, Hussein juga menyoroti penempatan perwira TNI aktif di Kejaksaan Agung sebagai diatur dalam usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) huruf q. Pasal tersebut berpotensi mendorong impunitas dalam kasus tindak pidana yang melibatkan prajurit TNI, karena adanya konflik kepentingan yang dapat mempersulit upaya penegakan kasus pelanggaran hukum dan HAM yang melibatkan militer.

"Masuknya prajurit aktif ke dalam Kejaksaan Agung sudah terjadi saat ini dengan adanya Jampidmil (Jaksa Agung Muda Pidanan Militer)," katanya.

Dampak lain dari penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil adalah timbulnya tarik menarik kewenangan atau yurisdiksi perwira yang terlibat tindak pidana, apakah diadili di peradilan umum atau peradilan militer.

"Hal ini mengingat hingga saat ini belum ada revisi terhadap UU 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Berdasarkan UU tersebut, prajurit TNI yang melakukan tindak pidana militer dan tindak pidana umum diadili di peradilan militer. Hal ini tentu menghambat upaya penegakan hukum terhadap prajurit TNI  yang ada di jabatan sipil ketika terlibat dalam tindak pidana," katanya.(Faj/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya