Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Pengamat: Reshuffle Kabinet Sebaiknya Tunggu Satu Tahun

Devi Harahap
25/1/2025 13:01
Pengamat: Reshuffle Kabinet Sebaiknya Tunggu Satu Tahun
Presiden Prabowo Subianto bersama para menteri Kabinet Merah Putih .(Dok. Biro Setpres)

PAKAR komunikasi politik Gun Gun Heryanto mengatakan Presiden Prabowo Subianto lebih baik menunggu setidaknya hingga satu tahun bagi para jajaran menterinya untuk bekerja, sebelum memutuskan reshuffle.

“Kalau selama itu tidak ada kasus yang (extraordinary), menurut saya satu tahun waktu yang paling cepat untuk melakukan reshuffle. Sebab satu tahun pertama itu sudah bisa diukur kinerjanya. KPI-nya tercapai atau tidak di tahun pertama baru bisa dinilai,” ujarnya kepada Media Indonesia, Sabtu (25/1).

Gun menilai reshuffle yang dilakukan sebelum satu tahun bekerja tidak tepat sebab dalam jangka waktu tersebut, proses politik anggaran hingga pembentukan standar kerja kementerian dan lembaga baru terbentuk.

“Kalau kita bicara apakah mungkin terjadi reshuffle, potensi itu selalu tinggi, tetapi momentumnya menurut saya tidak tepat kalau di 6 bulan pertama karena tidak rasional ketika menteri sudah dipilih, SOTK baru dibikin, kemudian politik anggaran baru dibicarakan terus sudah reshuffle,” ungkap Gun.

Menurutnya, reshuffle adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah pemerintahan namun harus dilandasi oleh beberapa pertimbangan performa kinerja, dinamika politik yang bergulir serta kebutuhan publik.

“Harus didasarkan pada pertimbangan performa kinerja yang paling ideal dan rasional. Lalu pertimbangan politis juga diperlukan karena ini highly fragmented multi-party system, pasti ada penempatan menteri yang merupakan politik akomodasi untuk menjaga kesimbangan politik,” ungkapnya.

Dia menilai waktu satu tahun akan lebih adil diterapkan bagi para menteri, karena setidaknya mereka dapat mencoba memperbaiki kinerjanya pasca mendapat teguran dan peringatan dari Prabowo khususnya pada kementerian yang menunjukkan gejolak dinamika internal dan eksternal.

“Tapi tentu bisa saja direshuffle jika ada kasus besar yang dilanggar. Misalnya saya kasih contoh adalah kalau ada terkait kasus hukum atau terkait kasus ketidakpatuhan yang tidak bisa ditolerir,” tutur Gun.

Lebih lanjut, Gun menjelaskan bahwa dalam proses reshuffle, Presiden bisa saja menempatkan orang baru atau justru menggeser posisi menteri tertentu. Hal tersebut merupakan prerogatif Presiden yang seharusnya didasarkan pada tujuan efektivitas birokrasi.

“Pertimbangan politik soal apakah digeser, apakah diganti. Dulu ingat pada saat reshuffle pertama Jokowi, bukan hanya mengganti tapi juga menggeser, karena birokrasi itu bersifat mutual interdependen jadi satu bagian berubah akan mengakibatkan berubahnya di bagian-bagian lain,” ucapnya.

Kendati demikian, Gun memandang Presiden Prabowo tak akan mengurangi jumlah kementerian yang sudah dibuatnya sejak awal kepemimpinannya. Menurutnya, jika dilakukan perampingan kementerian justru berdampak pada sistem manajemen yang sudah dikonsepkan.

“Tapi untuk melangsingkan formasi kabinet rasanya tidak karena ini sudah jadi pilihan Pak Prabowo memiliki anggota kabinet lebih dari 100 sehingga untuk merampingkan lagi banyak hal yang harus dikorbankan,” ungkapnya.

Gun mencontohkan bahwa perampingan kabinet di tengah jalan justru akan mengganggu stabilitas struktural Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) organisasi hingga pengaturan alokasi anggaran.

“Itu tidak mudah jika mau dilakukn perampingan lagi. Jadi ini sudah jadi pilihan trial and error-nya Pak Prabowo di periode pertama mengambil kabinet (gemuk) seperti kabinet Djuanda. Tinggal apakah lebih dari 100 menteri dan wakil menteri itu menyumbang keberfungsian pemerintah atau sebaliknya?,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Gun menjelaskan ada beberapa kementerian yang menurutnya berpotensi akan terkena reshuffle jika tak memperbaiki kinerja hingga menyelesaikan beberapa kasus yang mencuat ke publik, mulai dari isu pagar laut hingga demonstrasi di internal kementerian.  

“Sudah mulai muncul riak-riak resistensi terhadap beberapa nama menteri baik dari internal maupun dari pihak penegakan hukum sudah mulai dipanggil, ada yang mulai demo di Kementerian bersangkutan. Tapi tentu dalam konteks kerja birokrasi itu sistem, indikatornya tidak hanya satu,” katanya.

Akan tetapi, dia menekankan bahwa kinerja berbagai kementerian di 100 kerja bisa menjadi acuan awal bagi Presiden Prabowo untuk memutuskan siapa yang layak dan tidak layak direshuffle.

“Harus dilihat dan ditempatkan juga dalam konteks indikator kinerjanya jelas buruk dari 6 bulan pertama atau tidak maka sampai 1 tahun itu bisa jadi penanda bagi Pak Presiden, Pak Prabowo, untuk kemudian mulai memikirkan reshuffle pertama,” tandasnya. (J-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya