Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Putusan Kontroversial tak Selalu karena Mafia Peradilan

Tri Subarkah
22/1/2025 19:17
Putusan Kontroversial tak Selalu karena Mafia Peradilan
ilustrasi peradilan.(Dok.MI)

DIREKTUR Eksekutif Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan (Leip) Tanziel Aziezi mengatakan penelusuran dugaan suap di balik proses pengambilan dan penjatuhan putusan pengadilan yang dianggap tidak sesuai dengan yang seharusnya menurut kebanyakan orang selalu dapat dilakukan. Kendati demikian, ia menilai tidak semua putusan pengadilan yang kontroversial itu muncul karena didasarkan suap.

Hal itu disampaikannya menanggapi maraknya putusan dari lembaga peradilan yang dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat. Saat ini, sejumlah putusan seperti hukuman ringan untuk terdakwa kasus megakorupsi timah, Harvey Moeis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dan vonis bebas Pengadilan Tinggi Pontianak kepada seorang warga negara Tiongkok dalam kasus penambangan ilegal sedang didalami oleh Komisi Yudisial (KY).

Menurut Aziezi, faktor lain yang melahirkan putusan pengadilan kontroversial adalah kualitas hakim dalam memutus perkara. Terhadap hal tersebut, ia menilai intervensi penyelesaiannya bukan pada pemeriksaan etik, melainkan peningkatan kapasitas. Ia juga berharap, pengusutan putusan-putusan kontroversial yang saat ini sedang dilakukan tak menciutkan para hakim lainnya dalam menjatuhkan vonis.

"Karena hakim tersebut akan terbayang betapa besarnya beban sorotan publik dan panggilan pemeriksaan etik yang bisa jadi merepotkan mereka ketika mau menjatuhkan putusan bebas," katanya kepada Media Indonesia, Rabu (22/1).

Jika terdapat putusan yang dianggap tidak sebagaimana mestinya, Aziezi mengajak semua pihak tak hanya terfokus pada dugaan suap. Alih-alih, dibutuhkan pencarian faktor penyebabnya secara komprehensif. Baginya, pencarian faktor penjatuhan putusan kontroversial akan menentukan intervensi apa yang diberikan guna menyelesaikan masalah tersebut.

Sebelumnya, anggota sekaligus juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pihaknya sudah selesai menganalisis dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan hukuman pidana penjara 3,5 tahun kepada Harvey. Diketahui, kasus korupsi timah merugikan negara Rp300 triliun.

Selanjutnya, KY bakal membawa analisa hasil laporan ke rapat konsultasi yang akan diteruskan dengan tahapan pemeriksaan. Menurut Mukti, bukan tidak mungkin majelis hakim yang mengadili Harvey akan diperiksa juga, di samping pihak pelapor dan para saksi.

Sementara itu, terhadap vonis bebas PT Pontianak terhadap Yu Hao, warga negara Tiongkok pengeruk 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak di Kalimantan Barat, KY sedang mempelajari salinan putusannya sebagai langkah awal.

"Nantinya, KY akan memproses informasi ini sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim," tandas Mukti. (Tri/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya