66 Penyelenggara Pemilu Diberhentikan, Proses Rekrutmen Disorot

Rahmatul Fajri
06/1/2025 17:17
66 Penyelenggara Pemilu Diberhentikan, Proses Rekrutmen Disorot
Sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Kantor DKPP, Jakarta.(MI/Usman Iskandar)

Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menyoroti proses rekrutmen menyusul adanya 66 penyelenggara Pemilu yang diberhentikan buntut melanggar kode etik. Kaka menilai tim independen yang melakukan proses rekrutmen mayoritas berasal dari pemerintah. 

Seharusnya, kata dia, perlu pelibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam proses rekrutmen. "Pelibatan masyarakat sipil pada tim independen mungkin kemarin itu cukup lemah. Seharusnya masyarakat sipil dan akademisi cukup kuat. Ketika tim seleksi dari pemerintah ada irisan antara kepentingan pemerintah atau partai penguasa," kata Kaka, kepada Media Indonesia, Senin (6/1).

Kaka mengatakan seharusnya masyarakat sipil dan akademisi memiliki komposisi yang besar dalam tim seleksi independen penyelenggara Pemilu. Ia mengatakan pelibatan masyarakat sipil dan akademisi diharapkan dapat memantau calon penyelenggara Pemilu yang benar-benar memiliki integritas.

"Kita sempat kritik soal komposisi tim seleksi tapi kita coba lihat hasilnya. Sekarang hasil putusan DKPP yang memberhentikan 66 penyelenggara Pemilu mengonfirmasi bahwa perlu ada evaluasi menyeluruh dalam proses rekrutmen, sehingga nantinya diharapkan menghasilkan penyelenggara yang berintegritas," pungkasnya. 

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menerima 790 pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) selama 2024. Ketua DKPP Heddy Lugito menjelaskan dari ribuan pengaduan itu, 237 perkara telah disidangkan dan hasilnya sebanyak 66 penyelenggara Pemilu baik KPU dan Bawaslu diberhentikan tetap dan 5 orang diberhentikan dari jabatan Ketua. 

Heddy menjelaskan sebanyak 260 teradu diberikan Teguran Tertulis dengan sanksi Peringatan, 101 Peringatan Keras dan 26 Peringatan Keras Terakhir. Namun demikian, sebanyak 532 lainnya dipulihkan nama baiknya/direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP.

“Pengaduan tertinggi terjadi bulan Desember sebanyak 125, kemudian Maret (98), dan Mei (79),” kata Heddy, ketika konferensi pers di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (6/12).

Heddy menjelaskan sebagian besar penyelenggara Pemilu yang diberhentikan terkait dengan ketidaknetralan yang terjadi pada masa kampanye, pemungutan suara sampai penetapan hasil.
(Faj/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya