Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
LEMBAGA pemantau hak asasi manusia, Imparsial, mendorong agar pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dilakukan transparan. Hal itu karena proses pengadaan yang seringkali dirahasiakan dengan dalih pertahanan dan keamanan negara.
"Di sana sangat rawan sekali tentunya. Angkanya, nominalnya, tentunya sangat besar. Kita tahu budget pertahanan kita terbesar kedua setelah pendidikan, dan itu rawan sekali terjadi praktik-praktik penyimpangan karena aspek pertahanan itu memiliki dimensi kerahasiaan yang bisa menjadi alasan untuk mengurangi akuntabilitas dalam proses pengadaan alutsista," kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (10/12).
Ardi mengatakan, hal itu juga terlihat dari rapat-rapat antara Komisi I DPR bersama TNI yang digelar secara tertutup karena dalih tersebut, termasuk saat rapat-rapat yang membahas soal pengadaan alutsista.
Padahal, proses pengadaan alutsista tersebut akhirnya juga akan dipublikasi melalui media massa maupun lembaga yang menjual senjata tersebut ke Indonesia, termasuk soal harga, spesifikasi, dan tahun produksi.
"Sangat disayangkan di pemerintahan kita sendiri, dalam pengadaan alutsista dalam negeri, itu ditutup-tutupi dengan alasan rahasia negara atau rahasia pertahanan yang tidak bisa dibuka ke publik secara leluasa," ujarnya.
Ardi menegaskan, seharusnya urusan pembelian alutsista tidak lagi ditutup-tutupi dan tidak masuk dalam kategori kerahasiaan. Menurutnya, yang bisa dirahasiakan dalam aspek pertahanan adalah strategi pertahanan, bukan alat-alatnya maupun proses pembeliannya.
"Proses pembelian itu menggunakan uang rakyat yang bersumber dari pajak negara, itu harus dilakukan secara transparan dan akuntabel," tuturnya.
Di sisi lain, Imparsial juga mengapresiasi terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2024 yang memberi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI.
Ardi menyebut hal ini sebagai oase reformasi peradilan militer, sebuah pekerjaan rumah yang dianggap stagnan sejak Reformasi.
"Inilah yang dimandatkan sejatinya oleh UU KPK kepada institusi KPK untuk dapat memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia, tidak peduli latar belakang atau lingkungan terjadinya di mana, siapa, itu harus dilakukan oleh KPK," ucapnya. (P-5)
Teror seperti yang dialami YF, penulis opini di Detik.com bukanlah kejadian tunggal. Dalam dua bulan terakhir, koalisi masyarakat sipil mencatat sejumlah insiden teror
DIREKTUR Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara Terhadap Jaksa oleh TNI dan Polri dicabut
Masyarakat sipil menyayangkan tidak adanya kajian mendalam terhadap aspek pertahanan revisi UU TNI dan memuat sejumlah pasal bermasalah. Salah satunya tidak diaturnya peradilan militer
Pemerintah dan DPR seharusnya dapat memastikan reformasi TNI berjalan ke depan dan memastikan adanya transparansi serta akuntabilitas
DPR dan pemerintah sampai saat ini tidak pernah memublikasi naskah akademik maupun draft RUU perubahan terhadap UU TNI. Terlebih, rencana revisi ini menuai kritik tajam
IMPARSIAL mengkritik kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol).kenaikan pangkat tersebut dinilai politis.
TNI AL juga telah memeriksa 13 saksi fakta untuk mencari bukti-bukti lain terkait aksi penembakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved