Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kabinet Gemuk Prabowo Bakal Munculkan Persoalan Baru

M Ilham Ramadhan Avisena
22/10/2024 20:46
Kabinet Gemuk Prabowo Bakal Munculkan Persoalan Baru
Presiden Prabowo Subianto (depan, tengah) didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (depan, keempat kanan) berfoto bersama jajaran Menteri dan Kepala Lembaga Tinggi Negara Kabinet Merah Putih yang baru dilantik di Istana Merdeka, Jakarta.(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Gemuknya jumlah Kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto dikhawatirkan bakal menimbulkan inefisiensi dan justru memperlambat kerja pemerintah dalam mengeksekusi sejumlah program. Alih-alih bergerak cepat menjalankan program yang digagas presiden, banyaknya jumlah pembantu Kepala Negara berpeluang justru dapat menimbulkan persoalan baru. 

Demikian benang merah dari diskusi publik Ekonomi Politik Kabinet Prabowo-Gibran yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) secara daring, Selasa (22/10). 

“By default, orang gemuk itu pasti lamban. Tidak bisa lari. Kalau lari pun terseok-seok, dikalahkan yang lebih ramping. Jadi, size itu matters dalam hal efisiensi. Sekarang dengan kabinet super gemuk itu, bisa dikatakan dalam 1-2 tahun ke depan, gerakannya sudah pasti lamban. Padahal Presiden Prabowo ingin gerakan cepat dalam menjalankan berbagai program dan visinya,” kata Ekonom Senior Indef M. Fadhil Hasan. 

Jumlah yang banyak, kata dia, juga tak akan menjamin efektivitas kerja pemerintah. Apalagi pengambil kebijakan masih menghadapi permasalahan lama yang tampaknya tak mampu diselesaikan, yaitu perihal koordinasi. Menrutunya, dalam jumlah kementerian yang sedikit, koordinasi menteri-menteri kerap menjadi pokok permasalahan di pemerintahan. 

Kusutnya koordinasi itu berpotensi semakin rumit ketika jumlah kepala di bawah Presiden Prabowo bertambah banyak. Belum lagi dalam Kabinet Merah Putih, Prabowo banyak mengubah kewenangan menteri-menteri yang dapat menambah masalah dalam hal koordinasi lintas sektor kementerian/lembaga. 

“Kita tahu orang itu tidak mau kewenangannya dikurangi, jadi akan timbul persoalan, pembagian kewenangan antar menteri. Jadi saya melihat kabinet ini akan mengalami lame duck, kelumpuhan dalam 1-2 tahun ini karena disibukkan dalam pembagian kewenangan, internal, koordinasi, dan lainnya termasuk hal-hal teknis,” jelas Fadhil. 

Dia bahkan menilai kabinet gemuk yang dibentuk Prabowo merupakan eksperimen dari kepala negara untuk melihat seberapa efektif program-program yang dicanangkan dapat terealisasi. Dalam konteks ini, Kepala Negara justru dinilai membuang waktu ketika pada akhirnya dilakukan perombakan ulang. 

“Kabinet super gemuk tidak menjawab urgensi dari tantangan yang dihadapi dan tidak sejalan dengan apa yang inign dicapai Prabowo, utamanya terkait porgram cepat terbaik. Benefit ouf the doubt, kita harus berikan kesempatan kepada Prabowo, bagaimana pun juga beliau sudah terpilih sebagai presiden,” tutur Fadhil. 

Ekonom Senior Indef lainnya Nawir Messi menilai, kabinet jumbo yang dibentuk Prabowo merupakan upaya Kepala Negara menjada stabilitas, baik dari aspek politik maupun ekonomi. Hal itu terlihat dari betapa akomodatifnya Prabowo menarik semua pihak yang mendukungnya dalam pemilihan presiden lalu. 

Nawir bahkan menilai kabinet gemuk bentukan Prabowo bisa jadi berdampak pada hambatan akselerasi ekonomi yang diinginkan. Itu karena masih banyak wajah lama yang kembali duduk di kursi menteri, terutama di bidang perekonomian. “Karena itu kita tidak bisa berharap banyak akan ada akselerasi yang lbeih cepat dari periode sebelumnya,” terangnya. 

Sedangkan Ekonom Senior Indef Didin S. Damanhuri mendorong agar Prabowo melakukan evaluasi kinerja kabinetnya paling lambat dalam waktu satu tahun. Itu dinilai perlu untuk melihat sejauh apa efektivitas kabinet gemuk dalam mencapai dan menjalankan program yang digagas oleh Prabowo.

“Dalam enam bulan ke depan, paling lama setahun, adalah momen untuk menilai apakah menteri, wamen, kepala badan, utusan dan lain-lainnya, bisa tidak menerjemahkan platform (program),” jelasnya. (Mir/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya