Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Koalisi Masyarakat Sipil : Militer Terlatih untuk Perang bukan Berbisnis

Sri Utami
16/7/2024 23:09
Koalisi Masyarakat Sipil : Militer Terlatih untuk Perang bukan Berbisnis
Sejumlah prajurit TNI Angkatan Laut melakukan penghormatan saat upacara pelepasan Satgas Latihan Bersama (Latma) Malindo Jaya 27AB/24(Antara)

PENGHAPUSAN larangan prajurit TNI terlibat dalam bisnis sebagaimana diatur dalam Pasal 39 huruf c Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) merupakan kemunduran upaya reformasi TNI. 

Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya menjelaskan penghapusan larangan TNI terlibat bisnis  berpengaruh pada lemahnya usaha militer menjaga pertahanan negara dan kedaulatan negara karena bertambahnya tugas yang jauh dari dimensi pertahanan dan keamanan.

"Kami memandang usulan Kababinkum TNI tersebut merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi tubuh TNI. Militer dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang. Hal itu merupakan raison d’etre (hakikat) militer di negara mana pun," ujar Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya, di Jakarta, Selasa (16/7). 

Baca juga : Kritik Pernyataan KSAD Soal TNI Boleh Berbisnis, Pengamat: Militer Kita Mau Dibawa ke Mana?

Tugas dan fungsi militer untuk menghadapi perang/pertahanan merupakan tugas yang mulia dan merupakan kebanggaan penuh bagi seorang prajurit. Karena itu prajurit militer dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya, bukan berbisnis.

"Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara," ucapnya.

Militer diberikan anggaran yang besar triliunan rupiah untuk belanja alat utama sistem (Alutsista) seperti pesawat tempur, tank, kapal selam, kapal perang, helikopter dan sebagainya yang sepenuhnya ditujukkan untuk menyiapkan kapabilitas berperang bukan untuk berbisnis dan berpolitik. Banyaknya anggaran negara yang berasal dari pajak rakyat digunakan untuk belanja alutsista sepenuhnya ditujukan agar tentara profesional dalam bidangnya menjaga pertahanan negara bukan untuk berbisnis dan berpolitik. Karena itu rencana revisi usulan mencabut larangan berbisnis dalam UU TNI adalah sesuatu yang berbahaya dalam pembangunan profesionalisme militer.

Baca juga : KSAD Sebut TNI Berbisnis Diperbolehkan Saja, Asal...

Selain itu, politik hukum dimasukkannya Pasal larangan berbisnis dalam batang tubuh UU TNI adalah karena pengalaman historis masa Orde Baru, dimana tugas dan fungsi militer yang terlibat dalam politik dan bisnis telah mengganggu bahkan mengacaukan profesionalisme militer sendiri masa itu.

"Dampak lainnya, bahkan hingga mengancam kehidupan demokrasi dan kebebasan sipil. Karena itu ketika reformasi 1998 bergulir, militer dikembalikan ke fungsi aslinya untuk pertahanan negara"

Oleh karena itu DPR dan pemerintah harus segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI yang kontroversial ini karena hanya akan memundurkan jalanya reformasi tubuh TNI. Praktik ini terbukti menyebabkan profesionalisme prajurit menjadi rusak seperti era Orde Baru. Selain itu, militer harus jelas alokasi anggaran pertahanannya untuk memastikan alutsista yang modern dan kesejahteraan prajurit.

"Sudah sepatutnya, yang dilakukan negara bukanlah merevisi UU TNI dengan mencabut larangan berbisnis bagi prajurit TNI, tetapi memastikan kesejahteraan prajurit terjamin dengan dukungan anggaran negara bukan dengan memberikan ruang prajurit TNI untuk berbisnis," tukasnya. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya