Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar: Kecurangan Pemilu Makin Rawan Terjadi saat Pilkada

Tri Subarkah
26/5/2024 18:30
Pakar: Kecurangan Pemilu Makin Rawan Terjadi saat Pilkada
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli.(Dok. MI)

POTENSI kecurangan saat penyelenggaraan Pilkada 2024 diprediksi lebih marak terjadi ketimbang pada Pemilu 2024 lalu. Menurut peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli berpendapat, itu lantaran masih banyak celah yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 10/2016, sebagaimana UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan Pemilu 2024.

Oleh karenanya, Lili mendorong pembentuk undang-undang untuk segera merevisi UU Pilkada. Apalagi, reivisi tersebut juga sudah direkomendasikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan sengketa hasil Pilpres 2024 terdahulu.

"Hal-hal yang potensi muncul yaitu penggunaan dana hibah atau bantuan sosial, dukungan petahana atas kandidat karena politik dinasti, netralitas aparatur sipil negara (ASN), klientelisme, dan money politics," kata Lili kepada Media Indonesia, Minggu (26/5).

Baca juga : Pansus DPD Angin Segar di Tengah Hak Angket yang Belum Jelas

Dalam hal ini, Lili mendorong Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk lebih pro-aktif dan mencari terobosan yang dapat diterapkan dalam pengawasan Pilkada 2024 agar potensi kecurangan tidak masih lagi. Harapan agar kecurangan saat penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak terulang pada Pilkada 2024 juga disampaikan politisi Adian Napitupulu yang telah ditunjuk sebagai Ketua Tim Pemenangan Pilkada Nasional PDI Perjuangan.

"Jangan ada lagi peristiwa seperti pilpres kemarin yang terulang. Jangan ada lagi kemudian aparatur negara yang beekrja secara politik untuk kepentingan satu dua calon yang lain," katanya dalam konferensi pers Rakernas V PDI Perjuangan di Ancol, Sabtu (25/5).

Terpisah, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini berpendapat bahwa UU Pilkada sebenarnya lebih komprehensif dalam mengatur netralitas ASN dan penegkan hukumnya ketimbang UU Pemilu. Pada UU Pilkada, ia melanjutkan, ASN yang terbukti berpihak merupakan bentuk tindak pidana pilkada.

Baca juga : Cegah Kecurangan Pilkada, KPU Bakal Perkuat Kepemimpinan Penyelenggara Daerah

"Sedangkan dalam UU Pemilu, ASN hanya bisa dipidana kalau menjadi bagian tim kampanye peserta pemilu," tandas Titi.

Saat dikonfirmasi, anggota Bawaslu RI Herwyn JH Malonda mengakui perbawaslu yang disetujui oleh pembentuk undang-undang pada Rabu (22/5) baru mengatur pengawasan pilkada yang sifatnya umum. Terkait pelanggaran netralitas ASN, saat ini pihaknya masih mengacu pada Perbawaslu Nomor 6/2018 tentang Pengawasan Netralitas Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri.

"Nanti ada Perbawaslu Pengawasan Tahapan jika sudah ada Peraturan KPU. Perbawaslu Pengawasan Netralitas ASN masih berlaku," katanya.

(Z-9)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya