Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menganggap dalil Partai Perindo mengada-ada karena mengklaim ada 160 surat suara yang tidak ditandatangani oleh ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Permohonan pemohon Partai Perindo adalah tidak benar dan mengada-ada. Faktanya, saksi pemohon yakni Partai Perindo tidak hadir sebagai saksi saat penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 12 Desa Pardomuan 1, Kecamatan Pangururan," kata kuasa hukum KPU Josua Victor dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan DPRD Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (13/5). Perkara bernomor 149-01-16-02/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Partai Perindo itu dipimpin oleh Suhartoyo.
Kuasa hukum KPU Josua Victor. (dok mkri.go.id)
Josua memaparkan, ketua KPPS baru menyadari belum menandatangani surat suara setelah ada 32 pemilih menggunakan hak pilih pada 14 Februari. Di mana, 32 pemilih telah menyalurkan hak pilih untuk lima pemilihan, yakni pemilihan presiden-wapres (pilpres), DPR, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten Samosir, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Baca juga : Kuasa Hukum KPU Minta MK Tolak Gugatan PDIP
Dan setelah berkoodinasi dengan saksi partai dan pengawas, lanjut dia, 160 surat suara tersebut ditandatangani setelah pemungutan suara selesai. "Seluruh peristiwa itu disaksikan oleh saksi partai dan pengawas di tempat pemungutan suara (TPS)," jelas Josua.
Josua juga membantah, klaim Partai Perindo terjadi pengurangan 38 suara milik mereka. Menurut dia, perolehan 1.531 suara milik Partai Perindo adalah hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan yang berasal dari perolehan di tingkat TPS."Berdasarkan fakta, tidak ada pencoretan sebagaimana dimaksud dalam permohonannya. Saksi Partai Perindo juga tidak hadir dalam pelaksanaan perhitungan suara tersebut," kata dia.
Selain itu, Josua juga membantah dalil pemohon terkait ada pemilih yang memilih lebih dari satu kali. Dia memaparkan, kejadian itu berawal saat ketua KPPS keliru memberikan surat suara kepada satu pemilih. Di mana, pemilih tersebut mendapatkan dua lembar surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden dan tidak mendapatkan surat suara pemilihan DPR. "Tidak ada unsur kesengajaan. Semua sepakat menuangkan kejadian itu kepada kejadian khusus."
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatra Utara Romson Poskoro Purba mengatakan, perolehan suara Partai Perindo di TPS itu adalah 10 suara yang terdiri atas suara partai dan suara calon. Selain itu, saksi Partai Perindo tidak hadir pada saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Sebelumnya, Partai Perindo selaku pemohon mendalilkan pengajuan PHPU atas 38 suara sangat berpengaruh kursi anggota DPRD Kabupaten Samosir daerah pemilihan Samosir I. Pemohon mendalilkan pengurangan tersebut disebabkan adanya pencoretan yang tidak sah terhadap perolehan 38 suara milik Perindo. Karena, selisih 38 suara itu akan berpengaruh pada pengisian kursi ke 8 DPRD Samosir. (X-7)
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved